Selasa, 08 November 2022 18:50
Stunting merupakan hasil dari tidak terpenuhinya status nutrisi anak sejak dalam kandungan dan di awal kehidupannya.
MAKASSAR, BUKAMATA – Untuk mengejar target prevalensi stunting 14 persen tahun 2024, berbagai upaya dilakukan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Diantaranya, dengan memperkuat sinergitas dan kolaborasi lintas sektor bersama TNI sebagai mitra terdepan BKKBN.
Hal ini disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulsel, Andi Ritamariani, saat membuka kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Program Percepatan Penurunan Stunting bersama Mitra Kerja TNI, di Swiss Belhotel Makassar, kemarin, Senin, 7 November 2022. Andi Rita menyebutkan, kegiatan ini merupakan tindak lanjut kerjasama BKKBN Sulsel bersama Kodam XIV Hasanuddin pasca dikukuhkannya Panglima Kodam XIV/Hasanuddin Mayjen TNI Totok Imam Santoso, sebagai Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS).
Dijelaskan, BAAS merupakan gerakan gotong royong seluruh elemen bangsa dalam mempercepat penurunan stunting dengan menyasar langsung keluarga berisiko stunting.
”Salah satu yang selama ini menjadi mitra kami dalam melayani masyarakat adalah TNI. Untuk itu, kami terus menjalin kerja sama dengan unsur TNI. Termasuk dalam upaya percepatan penurunan stunting yang saat ini gencar dilakukan,” kata Andi Rita.
Ditambahkan, program Percepatan Penurunan Stunting (PPS) merupakan program nasional. Dimana berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, angka prevalensi Stunting Indonesia masih berada pada angka 24,4 persen, sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas toleransi Stunting suatu negara hanya 20 persen.
“Sulawesi Selatan sendiri masih di atas nasional yaitu 27,4 persen, dan Bapak Presiden telah menargetkan pada tahun 2024 stunting turun menjadi 14 persen,” ungkap Andi Rita.
Andi Rita menyebutkan, untuk mengejar target ini, BKKBN tidak dapat bekerja sendiri, harus didukung oleh mitra lintas sektor. Sebab stunting merupakan masalah kompleks dan mengatasinya butuh intervensi kegiatan secara terpadu, dengan melibatkan berbagai pihak mulai tingkatan provinsi hingga desa.
“Untuk menurunkannya bukanlah sesuatu hal yang mudah, dibutuhkan kolaborasi dan kerja bersama-sama, baik BKKBN, kesehatan, pemerintah daerah, TNI dan seluruh elemen masyarakat,” ungkapnya.
Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting (PPS), mengamanatkan BKKBN sebagai Koordinator Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia. Ia juga mengatakan, penanganan stunting dilakukan melalui pendekatan keluarga, fokus pada pencegahan terjadinya stunting baru dimulai dari hulu dengan melakukan pendampingan kepada remaja sebagai calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia dibawah dua tahun.
“Kami yakin dan percaya dengan kolaborasi dan sinegritas bersama TNI, kita mampu memberikan hasil yang terbaik dalam upaya menciptakan generasi unggul di masa depan, generasi yang bebas stunting,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Andi Rita mengajak agar Kampung KB yang telah terbentuk di setiap kabupaten kota menjadi lokus penanganan stunting. Kampung KB telah berubah nama dari Kampung Keluarga Berencana menjadi Kampung Keluarga Berkualitas, harapannya agar ada keterpaduan kegiatan lintas sektor di dalam Kampung KB, khususnya dalam pencegahan stunting.
Dengan adanya Kampung KB, lanjut Andi Rita, masyarakat dapat menjadi pusat perhatian dan intervensi kegiatan lintas sektor sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat utamanya dalam penurunan angka stunting yang menjadi program prioritas nasional.
Koordinator Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) BKKBN Sulsel, Siti Sulfiani, selaku Ketua Pelaksana menyebutkan, tujuan KIE ini untuk meningkatkan komitmen dan sinergitas bersama TNI dalam percepatan penurunan angka Stunting di Sulsel.
“Stunting merupakan hasil dari tidak terpenuhinya status nutrisi anak sejak dalam kandungan dan di awal kehidupannya. Dimana anak dengan stunting tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangan maksimal sebagaimana anak di usia mereka. Selain itu, prestasi sekolahnya juga rendah, bahkan berisiko mengalami penyakit metabolisme, sehingga membatasi kontribusi optimal untuk berkarya,” ungkap Siti. (*)
 10 November 2022 22:22
 10 November 2022 21:22
 10 November 2022 20:39
 10 November 2022 20:33
 10 November 2022 20:18

source