Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pontianak mencatat setidaknya sepuluh kasus bunuh diri yang dilaporkan kepada mereka di wilayah hukum Kota Pontianak. Apakah kasus-kasus tersebut memiliki keterkaitan erat dengan persoalan kejiwaan yang dialami korbannya. Bertepatan dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (World Mental Health Day) yang diperingati setiap 10 Oktober, Harian Pontianak Post mencoba mengulas hal itu.
Adong Eko, Pontianak
BANYAK cara menyelesaikan setiap masalah dalam kehidupan. Mendekati diri dengan Tuhan, bersabar, dan sebagainya. Tapi ternyata banyak pula yang memilih jalan pintas agar lepas dari masalah.
Salah satu contoh penyelesaian masalah dengan jalan pintas adalah dengan mengakhiri hidup. Caranya pun berbagai macam, dengan menggantung diri di seutas tali, bahkan paling nekat dengan cara membakar diri.
Di Kota Pontianak, sepanjang Januari sampai dengan September 2022, dari data Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polresta Pontianak, tercatat sepuluh kasus bunuh diri. Adapun latar belakang penyebab perbuatan itu berbagai macam. Uniknya, para pelaku bunuh diri, memiliki latar belakang yang beragam. Mulai dari warga biasa, mahasiswa, hingga aparat penegak hukum.
“Penyebab korban nekat mengakhiri hidup itu macam-macam. Ada karena masalah asmara, masalah pribadi, dan juga karena sakit,” kata Kepala Satreskrim Polresta Pontianak, Kompol Indra Asrianto. Minggu (9/10) di Pontianak.
Indra mencontohkan, kasus bunuh diri yang terjadi di Gang Parwasal 7, Jalan Parwasal, Kelurahan Siantan Tengah, Kecamatan Pontianak Utara, pada Jumat, 22 Juli 2022 lalu. Dari laporan yang mereka terima bahwa pelaku bunuh diri, BW alias BL (35), tiba-tiba menyiram dirinya dengan besin lalu membakar diri di depan istri sekitar pukul 7 pagi. Warga yang melihat kejadian itu, langsung berusaha menolong dengan memadamkan kobaran api yang membakar tubuhnya.
“Korban langsung dievakuasi ke rumah sakit, namun akhirnya dinyatakan meninggal,” ucap Indra.
Menurut Indra, dari keterangan saksi-saksi yang diminta keterangan, motif korban nekat membakar diri karena permasalahan keluarga. Korban ingin mengajak istrinya rujuk kembali, namun istrinya belum menerima permintaan itu.
Kasus bunuh diri lainnya, lanjut Indra, juga terjadi di rumah kontrakan Jalan Mat Sainin, Kelurahan Sungai Beliung, Kecamatan Pontianak Barat, Minggu, 5 Juni 2022. Korban MR adalah salah seorang mahasiswa perguruan tinggi di Kota Pontianak.
Para saksi, menurutnya, menemukan tubuh korban sudah dalam posisi tergantung pada seutas tali yang terikat di kerangka plafon kamarnya di lantai dua. Dari keterangan saksi, korban diketahui adalah sosok probadi yang tertutup, tidak pernah bercerita tentang masalah. Namun korban dikenal orang yang baik dan suka bergurau.
Dari penyelidikan yang dilakukan dan keterangan saksi-saksi, pihaknya masih belum dapat memastikan apa yang menyebabkan korban nekat mengakhiri hidupnya. Pasalnya masih minimnya informasi yang diperoleh mereka.
Indra menyayangkan, kasus bunuh diri yang terjadi sepanjang 2022, cenderung mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Padahal pada 2021, tercatat hanya tiga kasus bunuh diri yang sampai ke meja mereka.
“Untuk 2022, dari sepuluh kasus bunuh diri, dua kasus saja yang masuk laporan. Sementara sisanya, pihak keluarga menolak untuk dilakukan penyelidikan,” pungkas Indra.
Sebelumnya I Nyoman Mudana, ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Cabang Kalbar mengungkapkan bahwa depresi, jika dibiarkan terus berlanjut dan tidak mendapatkan penanganan, dapat menyebabkan terjadinya penurunan produktifitas kerja, gangguan hubungan sosial, hingga munculnya keinginan untuk bunuh diri. “Tidak lagi logis berpikir, ada halusinasi, waham, sampai munculah ide bunuh diri, sampai percobaan bunuh diri,” ungkapnya mengkhawatirkan.
Jadi, apakah kasus bunuh diri tersebut berkaitan erat dengan persoalan kejiwaan para korban? (*)
Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pontianak mencatat setidaknya sepuluh kasus bunuh diri yang dilaporkan kepada mereka di wilayah hukum Kota Pontianak. Apakah kasus-kasus tersebut memiliki keterkaitan erat dengan persoalan kejiwaan yang dialami korbannya. Bertepatan dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (World Mental Health Day) yang diperingati setiap 10 Oktober, Harian Pontianak Post mencoba mengulas hal itu.
Adong Eko, Pontianak
BANYAK cara menyelesaikan setiap masalah dalam kehidupan. Mendekati diri dengan Tuhan, bersabar, dan sebagainya. Tapi ternyata banyak pula yang memilih jalan pintas agar lepas dari masalah.
Salah satu contoh penyelesaian masalah dengan jalan pintas adalah dengan mengakhiri hidup. Caranya pun berbagai macam, dengan menggantung diri di seutas tali, bahkan paling nekat dengan cara membakar diri.
Di Kota Pontianak, sepanjang Januari sampai dengan September 2022, dari data Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polresta Pontianak, tercatat sepuluh kasus bunuh diri. Adapun latar belakang penyebab perbuatan itu berbagai macam. Uniknya, para pelaku bunuh diri, memiliki latar belakang yang beragam. Mulai dari warga biasa, mahasiswa, hingga aparat penegak hukum.
“Penyebab korban nekat mengakhiri hidup itu macam-macam. Ada karena masalah asmara, masalah pribadi, dan juga karena sakit,” kata Kepala Satreskrim Polresta Pontianak, Kompol Indra Asrianto. Minggu (9/10) di Pontianak.
Indra mencontohkan, kasus bunuh diri yang terjadi di Gang Parwasal 7, Jalan Parwasal, Kelurahan Siantan Tengah, Kecamatan Pontianak Utara, pada Jumat, 22 Juli 2022 lalu. Dari laporan yang mereka terima bahwa pelaku bunuh diri, BW alias BL (35), tiba-tiba menyiram dirinya dengan besin lalu membakar diri di depan istri sekitar pukul 7 pagi. Warga yang melihat kejadian itu, langsung berusaha menolong dengan memadamkan kobaran api yang membakar tubuhnya.
“Korban langsung dievakuasi ke rumah sakit, namun akhirnya dinyatakan meninggal,” ucap Indra.
Menurut Indra, dari keterangan saksi-saksi yang diminta keterangan, motif korban nekat membakar diri karena permasalahan keluarga. Korban ingin mengajak istrinya rujuk kembali, namun istrinya belum menerima permintaan itu.
Kasus bunuh diri lainnya, lanjut Indra, juga terjadi di rumah kontrakan Jalan Mat Sainin, Kelurahan Sungai Beliung, Kecamatan Pontianak Barat, Minggu, 5 Juni 2022. Korban MR adalah salah seorang mahasiswa perguruan tinggi di Kota Pontianak.
Para saksi, menurutnya, menemukan tubuh korban sudah dalam posisi tergantung pada seutas tali yang terikat di kerangka plafon kamarnya di lantai dua. Dari keterangan saksi, korban diketahui adalah sosok probadi yang tertutup, tidak pernah bercerita tentang masalah. Namun korban dikenal orang yang baik dan suka bergurau.
Dari penyelidikan yang dilakukan dan keterangan saksi-saksi, pihaknya masih belum dapat memastikan apa yang menyebabkan korban nekat mengakhiri hidupnya. Pasalnya masih minimnya informasi yang diperoleh mereka.
Indra menyayangkan, kasus bunuh diri yang terjadi sepanjang 2022, cenderung mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Padahal pada 2021, tercatat hanya tiga kasus bunuh diri yang sampai ke meja mereka.
“Untuk 2022, dari sepuluh kasus bunuh diri, dua kasus saja yang masuk laporan. Sementara sisanya, pihak keluarga menolak untuk dilakukan penyelidikan,” pungkas Indra.
Sebelumnya I Nyoman Mudana, ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Cabang Kalbar mengungkapkan bahwa depresi, jika dibiarkan terus berlanjut dan tidak mendapatkan penanganan, dapat menyebabkan terjadinya penurunan produktifitas kerja, gangguan hubungan sosial, hingga munculnya keinginan untuk bunuh diri. “Tidak lagi logis berpikir, ada halusinasi, waham, sampai munculah ide bunuh diri, sampai percobaan bunuh diri,” ungkapnya mengkhawatirkan.
Jadi, apakah kasus bunuh diri tersebut berkaitan erat dengan persoalan kejiwaan para korban? (*)
Jl. Gajah Mada No. 2-4 Pontianak
Fax: (0561) 760038/575368
Redaksi: (0561) 735070

source