INVESTIGASI

TGIPF merasa dihalang-halangi dan dipersulit oleh kepolisian maupun PSSI dalam proses investigasi mengungkap kasus Tragedi Kanjuruhan.
Ilustrasi : Edi Wahyono

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan geram setelah mendapati hasil investigasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) terkait Tragedi Kanjuruhan pada Jumat, 14 Oktober 2022. Anggota TGIPF Akmal Marhali mengaku menjadi saksi kekecewaan Jokowi tersebut.
“Ini polisi harus diselesaikan kasusnya yang di Kanjuruhan,” kata Presiden Joko Widodo seperti ditirukan oleh Akmal Marhali kepada reporter detikX.
“Makanya Pak Jokowi kelihatan agak mumet wajahnya, kan,” sambung Akmal.
Hasil investigasi TGIPF memastikan jatuhnya korban Aremania sebanyak 713 orang, yakni 133 orang meninggal dunia, 96 orang luka berat, serta 484 orang luka ringan/sedang, dipicu oleh gas air mata yang ditembakkan oleh polisi secara membabi buta di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022.
Kejengkelan Jokowi ini juga buntut dari upaya polisi menghalang-halangi TGIPF saat mengusut kasus ini. Pertama, kata Akmal, Irjen Nico Afinta, saat menjadi Kapolda Jawa Timur, sempat berusaha menyembunyikan selongsong gas air mata.
“Iya (menyembunyikan gas air mata), sama anak buahnyalah semuanya,” tuding Akmal.
Menko Polhukam Mahfud Md saat baru datang ke Istana Negara untuk menyampaikan hasil investigasi TGIPF, Jumat (14/10/2022).
Foto : Marlinda/detikcom
Kedua, durasi rekaman CCTV yang diberikan kepolisian kepada TGIPF telah terpotong dan tidak lengkap. Dalam rekaman CCTV itu, terjadi kejanggalan pergerakan kendaraan taktis Barracuda 4×4 Brimob yang digunakan untuk mengevakuasi tim Persebaya.
Pada mulanya, kendaraan taktis tersebut terlihat berada di lobi utama dan area parkir Stadion Kanjuruhan. Itu semua terekam selama 1 jam 21 menit, dimulai pukul 22.21.30 WIB. Lalu rekaman selanjutnya dengan durasi 3 jam 21 menit 54 detik hilang atau dihapus. Hilangnya durasi rekaman CCTV itu menyulitkan kerja TGIPF.
“TGIPF ini diputuskan oleh keppres (keputusan Presiden Jokowi), lu mau sembunyiin? Lu mau sembunyiin di mana? Sampai video yang terpotong kan. CCTV (yang terpotong) bagian luar (stadion). Kami ngomong ke Kapolri, ini kenapa ada yang terpotong? Ini jangan sampai kemudian ada dipermasalahkan,” ujar Akmal.
Saat dikonfirmasi terkait rekaman CCTV yang hilang itu, Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Dirmanto memilih enggan menjawabnya. “Ya, nanti itu disampaikan, sementara ini (pemeriksaan saksi) yang kami sampaikan. Matur nuwun,” kata Dirmanto kepada CNNIndonesia, Selasa (18/10/2022).

Dalam laporan investigasi TGIPF, dua pihak manajemen Arema, General Coordinator Heru serta Manajer Arema FC Ali Fikri, juga mengaku polisi melarang pihak manajemen mengunduh video rekaman CCTV. Selain itu, mereka menduga ada upaya polisi mengganti rekaman CCTV dengan rekaman yang baru.
Di sisi lain, menurut anggota TGIPF Rhenald Kasali, hingga kini hanya dua dokter yang bersedia memberikan pernyataan tertulis soal penyebab fatal kematian pasien, yakni Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia dokter M Nasser serta purnawirawan mayor jenderal TNI dokter Daniel Tjen.
“Selebihnya kami tidak bisa mendapat surat keterangan kematian yang tertulis dari dokter karena semuanya pada takut. Para dokternya nggak mau ngasih pernyataan tertulis karena mereka takut menjadi saksi di persidangan,” kata Rhenald kepada reporter detikX.
TGIPF menduga, karena dugaan intervensi penuntasan kasus dan ketakutan para dokter, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memutasi Nico Afinta. Melalui Surat Telegram Nomor ST/2134/X/KEP/2022 pada Senin, 10 Oktober 2022, Nico dimutasi dari Kapolda Jatim menjadi Sahlisosbud Kapolri. Sebab, sebelumnya, TGIPF mengadu ke Listyo.
PSSI juga dianggap mempersulit kinerja TGIPF menuntaskan kasus Tragedi Kanjuruhan. Akmal Marhali menuturkan Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan atau Iwan Bule bertindak defensif. Itu terjadi saat TGIPF memanggilnya untuk dimintai keterangan di Ruang Bima Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/10/2022). Seusai pertemuan itu, Iwan Bule juga keluar dari pintu belakang untuk menghindari awak media.
“PSSI tuh datang-datang langsung defense bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas kasus ini berdasarkan regulasi keamanan dan keselamatan Pasal 3 itu. Jadi mereka datang udah menyampaikan itu duluan. Seolah-olah mereka tahu mau dihakimi,” ungkap Akmal.
Baca Juga : Mayat-mayat di Selasar Tribun Kanjuruhan
Saat TGIPF menanyakan perihal langkah strategis yang bakal diambil oleh PSSI, mereka malah menjawab soal tuntutan mundur yang menyerang Iwan Bule belakangan ini.
“Jawabnya (PSSI) malah ngelantur gitu. Bukan cuma Pak Iwan Bule, Pak Iwan Budianto juga, Pak Riyadh juga (ngelantur). Jadi kami nggak fokus pada penyelesaian masalahnya,” tuturnya.
Pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam itu kian alot. Penyebabnya, TGIPF menganggap PSSI hanya berfokus pada posisi Iwan Bule yang terancam bakal lengser.
“Kami ini nggak ada urusan nyuruh mundur orang. Kami ini mau benahin bola. Jadi jangan berpikir negatiflah kalau kami ini tujuan utamanya mau melengserkan Ketua Umum PSSI,” kata salah satu anggota TGIPF kepada PSSI dalam pertemuan tersebut. Narasumber ini, saat dikonfirmasi reporter detikX, enggan disebutkan nama terangnya.
Tim detikX telah berupaya menghubungi Iwan Bule serta Sekjen PSSI Yunus Nusi untuk mengkonfirmasi peristiwa tersebut. Namun, hingga laporan ini terbit, detikX  tidak mendapatkan jawaban.
Menurut TGIPF, PSSI memiliki tanggung jawab yang besar atas Tragedi Kanjuruhan ini. Salah satunya karena seluruh jajaran Polda Jatim menyatakan PSSI tidak pernah sekali pun mengadakan sosialisasi regulasi FIFA. Ini terkait larangan penggunaan gas air mata di stadion yang telah diatur dalam FIFA Safety and Security Regulation 2012.
Terlebih, sesuai Pasal 4 FIFA Safety and Security Regulation 2012, asosiasi (PSSI) melalui National Security Officer dan Tim Safety and Security Stadium bertanggung jawab untuk memastikan keamanan dan keselamatan seluruh orang yang berada di dalam stadion.
Adapun dalam rapat gabungan yang diadakan pada H-1 pertandingan Arema FC versus Persebaya, menurut anggota TGIPF Rhenald Kasali, match commissioner yang bertugas sebagai wakil dari PSSI Pusat tidak hadir dan malah mengutus seorang security officer.
“Hanya satu security officer yang dibayar Rp 50 ribu oleh PSSI saat rapat gabungan. Ini H-1 pertandingan. Dan dia bilang saya nggak berani ngomong sama Kapolres. Artinya, PSSI selama ini tidak melakukan upaya-upaya untuk mengawasi,” ujar guru besar UI itu kepada reporter detikX.
Baca Juga : Gas Beracun Pengepung Aremania
Ketua Umum PSSI M Iriawan (Iwan Bule) saat memenuhi panggilan TGIPF Tragedi Kanjuruhan di gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/10/2022). 
Foto : Andhika Prasetia/detikcom
Selain itu, selama match commissioner meeting (MCM) diadakan, Polda Jatim mengaku kepada TGIPF tidak pernah dilibatkan oleh PSSI. “Sehingga match commissioner tidak mengetahui terkait koordinasi terkait pengamanan merupakan inisiatif pihak kepolisian,” kata Rhenald.
Berbagai masalah ini membuat TGIPF mendesak pengurus PSSI mengundurkan diri. Hal itu diungkapkan Menko Polhukam, yang juga Ketua TGIPF, Mahfud Md setelah menyampaikan hasil investigasi terkait kasus Tragedi Kanjuruhan kepada Jokowi.
“Secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI. Namun, dalam negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhung, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban sebanyak 712 orang,” kata Mahfud pada Jumat, 14 Oktober 2022.
Sehari sebelumnya, di sela memenuhi panggilan Komnas HAM terkait kasus Tragedi Kanjuruhan, Iwan Bule ditanya mengenai desakan agar dirinya mengundurkan diri. Namun ia enggan menjawab dengan mengatakan, “Nanti ada juru bicara, ada juru bicara Pak Sonhadji.”
Reporter: Rani Rahayu, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Rani Rahayu
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

source