TIMESINDONESIA, JEMBER – Akademisi dari Institute for Advance Study in the Humanities (KWI) Essen German Dr. Nyi Nyi Kyaw mengatakan bahwa Myanmar menjadi satu negara di kawasan ASEAN yang masih dijangkiti oleh Islamphobia hingga sekarang.
"Myanmar sejak lama dikenal dengan status Islamphobia dan politik sayap kanan atau partai agama (right-wing politics) hingga kudeta militer pada tahun 2021," kata Dr. Nyi Nyi Kyaw yang juga peneliti di Asia Research Institute, Universitas Nasional Singapura.
Hal tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara dalam International Conference of Law and Islamic Law (ICLIL) Tahun 2022 yang digelar oleh Fakultas Syariah dari UIN KHAS Jember dan Universitas Mahmud Yunus Batusangkar pada 19 – 20 Oktober 2021.
Dia melanjutkan, Islamphobia di Myanmar kerap menjadi ancaman dan teror bagi warga negara pemeluk agama Islam di sana.
"Sikap atau emosi sendiri bukanlah hal yang berbahaya, tetapi ketika seseorang bertindak atas sikap atau emosi tersebut dapat menjadi teror bagi kelompok yang ditargetkan, seperti di Myanmar," imbuhnya yang juga sebagai Research Chair on Forced Displacement in Southeast Asia Universitas Chiang Mai.
Menurut Dr. Nyi Nyi Kyaw, trend Islamphobia di Myanmar berubah menjadi Rohingyaphobia pada tahun 2016 atau 2017.
"Dengan diberlakukannya politik right-wing di Myanmar, politisi muslim mendapat diskriminasi sehingga sulit untuk bertahan dalam sistem politik negara," ujar Dr. Kyaw.
Dr. Nyi Nyi Kyaw mengungkapkan situasi muslim di Myanmar pada saat ini setelah kudeta militer pada tahun 2021.
Dengan adanya tekanan global terhadap diskriminasi Muslim Rohingya, saat ini pemerintah Myanmar telah menerbitkan kebijakan Rohingnya. 
"Sangat awal untuk mengatakan situasi saat ini baik untuk muslim di Myanmar, tetapi merupakan awal yang baik," ucap Dr. Nyi Nyi Kyaw. 
Dr. Maria Bhatti dari University of Western Sydney Australia memaparkan mengenai konsep HAM dalam Islam dan Muslim Aktivis terhadap Islamophobia.
"Terdapat sejarah dari perkembangan syariah yang dapat diklasifikasikan menjadi empat tahap, yakni turunnya wahyu Al Quran, pascawafat Rasulullah SAW, generasi kedua muslim, dan kebangkitan dari ahli hukum," tutur Dr. Maria.
Berkaitan dengan HAM, konsep Islam dapat disandingkan dengan instrumen hukum Internasional.
Dalam hukum internasional, terdapat instrument hukum mengatur mengenai HAM. 
"Beberapa negara mayoritas Muslim nyata memberikan kontribusi melalui pendapatnya sebagai perwakilan diplomatis," tambahnya yang juga Rekan Pengacara di Pearsons Lawyers Pty Ltd pada tahun 2014 tersebut. 
Terhadap Islamophobia di Barat, aktivis Muslim berfokus pada kebebasan beragama dan ekspresi identitas.
“Sayangnya para Aktivis yang berfokus terhadap HAM di negara mayoritas Muslim lupa dengan pelanggaran HAM di Barat," terang Dr. Maria. 
Dr. Maria menyatakan bahwa terdapat seperti hubungan rasis, baik dari luar kepada muslim dan muslim kepada kelompok lain.
"Kita harus menyadari dampak dari kolonialisme terhadap pandangan kepada kelompok Muslim dan hukum Islam saat ini. Tidak ada satu interpretasi terhadap hukum Islam, melainkan berbeda di berbagai negara," tambahnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. mengatakan ICLIL 2022 merupakan wadah diskusi untuk mendukung eksistensi HAM secara global,
Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia tersebut juga menyatakan bahwa pelaksanaan ICLIL ke-3 tersebut sesuai dengan visi misi UIN KHAS Jember untuk menjadi Universitas Riset bereputasi Internasional.
 
"Konferensi Internasional ini menyajikan tema utama seputar wacana maupun kebijakan terhadap HAM yang dikaitkan dengan Islam dan hukum dalam konteks global," imbuh Prof. Haris di hadapan peserta konferensi. 
Prof. Haris juga mengungkapkan pentingnya penekanan terhadap kolaborasi antarprofesi maupun dengan keilmuan sains.
"Kita harus menyadari urgensi pendekatan multidisipliner dan kolaborasi keilmuan serta aplikasinya demi kebaikan global," tambah Prof. Haris 
Dia berharap, ICLIL 2022 dapat memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara di masa depan. 
Pada kesempatan yang sama, Wakil Rektor Bidang Akademik UIN KHAS Jember, Prof. Dr. Miftah Arifin, M.Ag. menegaskan dukungannya terhadap ide dan praktisi hukum Islam dalam konteks global.
"Konferensi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi tidak hanya sebagai tempat diskusi, melainkan sebagai bentuk dukungan terhadap keberadaan hukum Islam pada HAM," ujar Wakil Rektor yang merupakan Guru Besar UIN KHAS Jember tersebut. (*)
**) Dapatkan update informasi pilihan setiap hari dari TIMES Indonesia dengan bergabung di Grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.
11/08/2022 – 17:08
Copyright 2014 – 2022 TIMES Indonesia. All Rights Reserved.
Page rendered in 2.9351 seconds. Running in Windows 7

source