Jakarta, CNBC Indonesia – Sebuah penelitian dari Universitas Boston mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, mereka dikabarkan menciptakan virus Corona dengan tingkat kematian 80%.
Mengenai kabar ini, pihak universitas membantah soal serangkaian klaim menyesatkan tentang penelitian di National Emerging Infectious Diseases Laboratories (NEIDL). Laporan yang pertama kali muncul di Daily Mail, mengklaim para peneliti di laboratorium telah menciptakan jenis Covid-19 baru yang berbahaya.
Dalam sebuah pernyataan, menyebut pemberitaan di outlet media lain termasuk Fox News, salah dan tidak akurat, dan mengatakan penelitian ini virus yang mereka lakukan tidak berbayaha.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Universitas juga mencatat bahwa penelitian tersebut telah ditinjau dan disetujui oleh Institutional Biosafety Committee (IBC), yang terdiri dari ilmuwan serta anggota masyarakat setempat, dan bahwa Komisi Kesehatan Masyarakat Boston telah menyetujui penelitian tersebut.
“Mereka telah membuat pesan sensasional, mereka salah menggambarkan penelitian dan tujuannya secara keseluruhan,” kata Ronald B. Corley, direktur NEIDL dan ketua mikrobiologi Fakultas Kedokteran BU Chobanian & Avedisian, dikutip dari laman resmi universitas, Selasa (25/10/2022).
Studi ini bertujuan untuk memeriksa protein spike (duri) pada varian Omicron SARS-CoV-2 (BA.1). Para peneliti tertarik untuk membandingkan varian dengan strain virus asli, yang dikenal sebagai strain Washington.
Mereka ingin mengetahui apakah strain terbaru tidak menyebabkan penyakit parah hanya karena virus itu tidak menginfeksi sel yang sama dengan strain sebelumnya. Mereka tertarik pada bagian dari virus yang menentukan seberapa serius penyakit yang akan diderita seseorang.
“Penelitian ini menunjukkan bukan protein spike yang membuat Omicron lebih menular, tetapi protein virus lainnya. Menentukan protein apa, akan membantu memperbaiki diagnosis dan strategi pengelolaan wabah,” kata Mohsan Saeed, profesor biokimia di Boston University.
Pertama, dia menegaskan bahwa penelitian ini bukan penelitian gain-of-function, artinya tidak memperkuat strain virus SARS-CoV-2 negara bagian Washington atau membuatnya lebih berbahaya. Faktanya, penelitian ini membuat virus bereplikasi menjadi kurang berbahaya.
Corley mengatakan garis yang ditarik keluar dari konteks sebenarnya tidak ada hubungannya dengan efek virus pada manusia. Studi dimulai pada kultur jaringan, kemudian pindah ke subjek hewan.
Adapun model hewan yang digunakan adalah jenis tikus tertentu yang sangat rentan, dan 80 persen hingga 100 persen tikus yang terinfeksi meninggal karena penyakit dari jenis aslinya, yang disebut jenis Washington.
“Padahal Omicron menyebabkan penyakit yang sangat ringan pada hewan-hewan ini.” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

source