Lebih dari 6 ribu anak di Kota Tasikmalaya mengalami stunting. Pemerintah Kota Tasikmalaya tengah berusaha melakukan penanggulangan dengan berbagai cara.
“Kasus stunting di Kota Tasikmalaya memang termasuk tinggi, tapi ada progres penurunan karena terus dilakukan upaya-upaya penanggulangan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Uus Supangat, Jumat (29/7/2022).
Dia menjelaskan data kasus stunting di tahun 2022 ini berada di angka 14,58 persen atau sebanyak 6.243 kasus. Sementara di tahun 2021 sebanyak 17,58 persen atau sebanyak 7.741 kasus. “Jadi ada penurunan ketimbang tahun-tahun sebelumnya,” kata Uus.
Dia menjelaskan wilayah dengan kasus tertinggi terdapat di dua kecamatan yaitu Kecamatan Tawang dan Kecamatan Cipedes. Kedua wilayah itu berada di wilayah pusat Kota Tasikmalaya.
“Karena di dua kecamatan itu populasi masyarakat Kota Tasikmalaya memang paling banyak,” kata Uus.
Meski demikian dia tak menampik jika kawasan perkotaan atau wilayah urban justru lebih rentan terjadi kasus stunting karena pengaruh gaya hidup atau kebiasaan yang kurang sehat. Termasuk masalah keseimbangan asupan gizi ibu hail dan anak-anak.
“Kultur masyarakat kota memang berbeda, tapi itu tak bisa digeneralisasi. Makanya kami terus melakukan edukasi dan sosialisasi,” kata Uus.
Dia mengaku telah mengerahkan semua elemen mulai dari unsur pemerintahan sampai ke tingkat kader Posyandu.
“Penanganan stunting itu kan tidak bisa instan. Butuh waktu 4 sampai 6 bulan. Jadi setelah kita melakukan langkah-langkah intervensi, itu harus terus dipantau sampai anak mengalami perbaikan,” kata Uus.
Penanganan salah satunya dilakukan dengan memberikan makanan tambahan yang bisa diolah. Pihak Dinas Kesehatan juga menggandeng BKKBN dan unsur-unsur lainnya yang terkait. “Target kita, tahun depan bisa zero growth,” kata Uus.
Terpisah salah seorang kader Posyandu di Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang Lusi Nurasyiah mengatakan pendataan atau pemeriksaan kasus stunting di masyarakat terkadang tak semudah yang dibayangkan.
“Tidak mudah, karena kita harus menjaga perasaan orang tuanya ketika menemukan kasus stunting. Rata-rata orangtua akan komplain kalau anaknya dibilang stunting, rata-rata beralasan karena faktor keturunan. Jika menemukan kasus demikian, kami biasanya melapor ke Puskesmas,” kata Lusi.
Dia juga menambahkan untuk pencegahan biasanya dilakukan dengan menyasar ibu-ibu hamil yang ada di lingkungannya. “Kan kalau sudah stunting tidak bisa dikembalikan seperti semula, jadi lebih baik memberi pemahaman kepada ibu hamil. Di lingkungan saya kalau Posyandu, ibu-ibu hamil suka diberi tahu mengenai stunting ini,” kata Lusi.*

source