APBN 2022 secara resmi telah diserahkan oleh Presiden Joko Widodo secara simbolis kepada para Gubernur dan Menteri pada Acara Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian/Lembaga dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) di Istana Presiden Senin, 29 November 2021. Pelaksanaan penyerahan lebih awal dilakukan untuk mendukung percepatan penanganan prioritas nasional seperti pemulihan ekonomi, penanganan Covid-19, dan berbagai program prioritas pembangunan lainnya.
Belanja Negara yang termuat dalam APBN 2022 sebesar Rp 2.714,2 triliun terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sejumlah Rp 1944,5 triliun atau turun sebesar 0,51% dari total Belanja Pemerintah Pusat tahun lalu dan Belanja TKDD sejumlah Rp 769,6 triliun, turun 3,26% atau sebesar Rp 25,9 triliun dari total TKDD pada APBN 2021. Penurunan ini masih dimaklumi mengingat pandemi Covid-19 di hampir semua negara memukul mundur dan memaksa masing-masing pemerintah untuk melakukan efisiensi anggaran.
Pemerintah masih mewaspadai atas adanya pandemi Covid-19, terlebih dengan kemunculan varian baru Omicron yang pertama kali terdeteksi berasal dari Afrika Selatan. Sebagaimana diketahui, pemulihan APBN dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini telah membuat pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam Perppu No. 1/2020 yang mengatur kebijakan pokok terkait Kebijakan Keuangan Negara dan Kebijakan Sektor Keuangan dan pada akhirnya diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 karena diperlukan langkah extraordinary atas upaya negara dalam memberikan perlindungan terhadap warganya atas dampak Covid-19.
Implikasi penting atas terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 adalah memberikan keleluasaan pelebaran defisit anggaran di atas 3% hingga 2022 untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19. Pada tahun-tahun sebelumnya sejak 2015 pemerintah telah berhasil setidaknya konsisten menjaga defisit APBN hingga 2019 sebesar defisit di bawah 3% dari PDB.
Realitas yang terjadi sepanjang 2020-2021 yaitu defisit APBN mencapai 6,14% pada 2020 dan 3,29% per Oktober 2021. Ditambah lagi dengan amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 yang menetapkan defisit anggaran ditetapkan sebesar di atas 3% dan terakhir dilaksanakan pada 2022 membuat pemerintah harus mempunyai fokus utama atas kebijakan keuangan negara dalam APBN.
Pada 2022, pemerintah akan berfokus pada enam kebijakan utama. Yakni, melanjutkan pengendalian Covid-19 dengan tetap memprioritaskan sektor kesehatan; menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan; peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang unggul, berintegritas, dan berdaya saing; melanjutkan pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adaptasi teknologi; penguatan desentralisasi fiskal untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan antar daerah; melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan zero-based budgeting untuk mendorong agar belanja lebih efisien.
Hal menarik terdapat dalam poin keempat dan keenam yaitu melanjutkan pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adaptasi teknologi dan melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan zero-based budgeting untuk mendorong agar belanja lebih efisien karena secara tidak langsung mempunyai daya ungkit dalam sektor produktif dalam SDM maupun pelaksanaan anggaran. Selain hal tersebut relatif baru juga menarik untuk diulas seperti apa implementasinya hingga saat ini.
Seperti diketahui bersama, e-government menjadi perhatian utama sejak 2018 sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Presiden No.95 Tahun 2018 tentang Sistem Pelayanan Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE). Sistem ini dinilai mumpuni untuk menjembatani kendala geografis Indonesia yang sangat luas dan beberapa daerah susah untuk dijangkau (remote area) secara cepat dan tepat apabila dibutuhkan beberapa hal terkait dengan kebutuhan mendesak.
Di lingkungan Kementerian Keuangan sendiri secara khusus Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah mengembangkan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI). Sistem ini mengakomodasi instansi pemerintah pengguna APBN yang tersebar di berbagai penjuru wilayah hingga wilayah terpencil sekalipun untuk dapat melakukan pengelolaan keuangan mulai dari tahapan perencanaan anggaran di masing-masing instansi hingga pertanggungjawaban anggaran sebagai bentuk pelaporannya dapat dilakukan dengan cepat.
Dengan sistem yang sudah terbangun secara elektronik diharapkan pertemuan fisik dapat diminimalisasi sehingga sejalan dengan upaya untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19, salah satunya melalui pembatasan kegiatan secara fisik. Pada 2022 ini SAKTI telah siap diimplementasikan secara penuh oleh seluruh instansi pengguna sehingga pengguna dapat mengakses sistem tersebut secara fleksibel karena berbasiskan web bahkan melalui telepon seluler sekalipun.
Hal kedua adalah zero-based budgeting; konsep ini dapat menghilangkan incrementalism dan line-item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero base) (Mardiasmo, 2005). Dengan kata lain metode penganggaran ini dilakukan mengacu pada dampak setiap kegiatan dengan tanpa mengacu rencana ataupun melihat hasil dari rencana kegiatan pada periode sebelumnya dengan asumsi dimulai dari nol sehingga dapat lebih fleksibel.
Kementerian Keuangan mengakomodasi hal ini melalui Redesain Sistem Perencanaan Penganggaran (RSPP) yang dimulai sejak 2021 dengan tujuan menyelaraskan hubungan atas setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah sehingga dimungkinkan sinergi antar Kementerian/Lembaga dalam mencapai sasaran pembangunan sehingga tercapai efisiensi anggaran.
Dengan peluncuran APBN 2022 lebih awal dan fokus pada enam kebijakan utama diharapkan dapat mewujudkan peningkatan perekonomian dengan kesehatan masyarakat dapat tetap terjaga. Karena beberapa paket formula APBN tersebut diluncurkan terutama untuk mengurangi “kebiasaan” yang sering terjadi selama ini seperti penumpukan pencairan anggaran di akhir tahun, proses lelang proyek pengadaan yang terlambat, dan kurangnya kualitas belanja pemerintah dapat makin berkurang karena beberapa sudah tersistem secara elektronik.
Semoga APBN 2022 dapat berjalan lancar, karena di masa ini setiap rupiah APBN begitu berharga dan diperlukan proses yang amanah mulai dari hulu hingga hilir sehingga dapat diperoleh pelaksanaan APBN yang dapat dipertanggunjawabkan.
Ari Setiawan pegawai pada Ditjen Perbendaharaan