Reporter: Dina Farisah | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan (BPJS Kesehatan) senantiasa memperbaiki postur keuangannya. Demi menambal ketidaksesuaian (mismatch), BPJS Kesehatan bertumpu pada beberapa sumber pendanaan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, mismatch sulit dihindari lantaran struktur iuran yang ditetapkan pemerintah berada di bawah hitung-hitungan aktuaria.
Aktuaria telah menetapkan batas bawah iuran. Namun dengan beberapa pertimbangan, pemerintah menetapkan besaran iuran di bawah hitungan ideal aktuaria. Alhasil, pihaknya tidak dapat mengandalkan iuran peserta sebagai satu-satunya ladang pemasukan BPJS Kesehatan.
“Kami memiliki tiga sumber pendapatan yaitu iuran peserta, hasil investasi dan alokasi dana pemerintah,” jelas Fachmi, Rabu (13/4).
Per 1 April 2016, iuran peserta BPJS untuk peserta bukan penerima upah (PBPU) kelas I dan kelas II telah dinaikkan masing-masing menjadi Rp 80.000 per bulan dan Rp 51.000 per bulan. Sementara untuk PBPU kelas III tetap mengiur Rp 25.500 per bulan. Namun kenaikan iuran ini belum mampu menambal mismatch tahun ini yang diperkirakan sebesar Rp 7 triliun.
Untuk itu, lanjut Fachmi, pihaknya menutupi mismatch melalui hasil investasi Dana Jaminan Sosial (DJS). Tahun lalu, hasil investasi DJS sebesar Rp 1,8 triliun.
Dana segar ini dialokasikan untuk menambal mismatch tahun lalu. Selanjutnya, BPJS Kesehatan yakin terhadap komitmen pemerintah yang akan mengalokasikan dana cadangan guna menutupi mismatch.
Tahun lalu, pemerintah mengguyur dana Rp 5 triliun untuk menutup mismatch. Tahun ini, pemerintah telah mencadangkan dana Rp 6,8 triliun dalam postur anggaran pendapatan belanja negara (APBN).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News