Anda belum login
Anda belum login
Sign InorSign Up
Email
Password
Nama
Email
Password
Ulangi Password
Email
Password
Nama
Email
Password
Ulangi Password
Pencarian
INVESTOR.id
Defiyan Cori, Ekonom Konstitusii. Sumber: youtube
Sebuah transaksi jual beli barang atau jasa dalam suatu pasar bisa terjadi pada umumnya oleh adanya hukum permintaan dan penawaran (demand and supply side). Teori ekonomi klasik malah menyampaikan secara terbalik, bahwa penawaran produk/jasa di pasar justru akan menciptakan suatu permintaan (supply creates own demand).
Sejarah kapitalisme berabad- abad selalu menempatkan posisi hukum permintaan dan penawaran ini dalam perspektif penguasaan modal (kapital) dan mengelola pengharapan (ekspektasi) individu di pasar selalu rasional atas dasar keuntungan yang sebesar- besarnya.
Terkait dengan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 dan 1998 serta berimbas pada krisis politik dan kepemimpinan, dapat dibaca penyebab awalnya adalah “permainan” pemilik modal (kapital) dalam perdagangan di dalam (insider trading). Setelah kebijakan deregulasi dan debirokratisasi sektor keuangan dan perbankan,
Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 atau Pakto 88 ini merupakan paket kebijakan ekonomi deregulasi perbankan di era Orde Baru. Paket tersebut adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah perbankan Indonesia. Hanya dengan modal Rp 10 miliar (pada tahun 1988) siapapun dapat mendirikan bank baru.
Dan, terkuaknya salah satu contoh kasus di Bank Bali yang berawal dari pengalihan hak tagih Bank Bali yang menjerat Djoko Tjandra bermula pada saat bank tersebut kesulitan menagih piutang dengan nilai total Rp 3 triliun yang tertanam di Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUN), dan Bank Tiara pada 1997 me rupakan salah satu permainan per dagangan di dalam (insider trading).
Bukan disebabkan oleh tran saksi saham sebagaimana yang disampaikan oleh para pelaku dan manajemen pasar modal, tapi dikendalikan oleh adanya konflik kepentingan (conflict of interest) para pemilik modal.
Jadi, perdagangan di dalam (insider trading) terbukti terjadi karena adanya “permainan” dengan dewan manajemen perbankan atau perusahaan di pasar bursa (emiten saham) yang menguasai informasi serta kebijakan.
Terlebih parah lagi, kalau “permainan” perdagangan di dalam (insider trading) itu terjadi dalam pemberian kredit atau pinjaman kepada perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh para pemegang saham lembaga keuang an dan perbankan itu sendiri. Artinya, dana pihak ketiga yang disimpan di perbankan sebagian besar disalurkan pada perusahaan- perusahaan pemilik bank yang bersangkutan.
Kronisme Ekonomi-Politik
Tagihan pada kasus perdagangan di dalam (insider trading) ini tak kunjung cair meskipun ketiga bank tersebut masuk perawatan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Atas dasar itu, Direktur Utama Bank Bali Rudy Ramli menjalin kerja sama dengan pihak PT EGP di mana di sana juga ada nama Setya Novanto dalam jajaran direksinya. Pada waktu bersamaan, Novanto menjabat sebagai bendahara Partai Golkar.
Pada Januari 1999, perjanjian kerja sama ditandatangani oleh Rudy Ramli, Direktur Bank Bali Firman Sucahya dan Novanto. Proses penagihan cessie belakangan menjadi “mainan” karena fee yang diperoleh PT EGP hampir separuh dari piutang yang ditagih.
Dari dana Rp 905 miliar yang digelontorkan Bank Indonesia dan BPPN, PT EGP menerima Rp 546 miliar. Sedangkan Bank Bali hanya mendapatkan bagian sebesar Rp 359 miliar. Cessie itu tak dilaporkan ke Bapepam dan Bursa Efek Jakarta, padahal Bank Bali telah melantai di bursa. Selain itu, penagihan kepada BPPN tetap dilakukan Bank Bali, bukan oleh PT EGP.
Kepala BPPN saat itu, Glenn MS Yusuf yang menyadari sejumlah kejanggalan yang akhirnya membatalkan perjanjian cessie. Kronisme inilah yang banyak ter jadi dan merugikan pihak ketiga yang menaruh dananya di lembaga keuangan dan perbankan, jika sua tu saat utangnya macet atau “dimacetkan”.
Artinya dana atau uang yang beredar sebagian besar hanya berputar-putar di antara mereka yang memiliki modal (pemegang sa ham dalam perusahaan) dan me ngelola kebijakan pembiayaan. Dewan manajemen (direksi dan komisaris) sangat tergantung pada keputusan- keputusan para pe megang saham mayoritas atau pemilik modal yang mengendalikan perusahaan.
Para pemilik modal ini akan memiliki kekuasaan lebih besar apabila mendapat dukungan politik. Kekuasaan pemerintahan sejak reformasi selain didukung oleh partai politik-partai politik, juga memperoleh dukungan dominan dari kekuatan pemilik modal (capital).
Apalagi dalam sistem demokrasi super liberal seperti era reformasi saat ini tak bisa dinafikan bahwa kronisme bisa semakin subur. Bahkan sebelum reformasi, di era Orde Baru dukungan politik terhadap pemerintahan lemah saat para pemilik modal atau konglomerat yang menyangga kekuasaan menarik dukungannya.
Akhirya presiden sah saat itu, almarhum Soeharto pun “dipaksa” mundur dari kursi presiden yang diberikan kepadanya kurang dari setahun (1997-1998).
Demonstrasi mahasiswa saat itu yang menuntut pengunduran diri presiden hanya prakondisi saja dan akan gagal apabila partai politik beserta oligarki pemilik modal tidak menarik dukungan.
Justru pasca-Orde Baru, kekuatan dan kekuasaan partai politik yang “berselingkuh” dengan pemilik modal semakin menjadi-jadi dan rakyat banyak diabaikan.
Skandal yang terkait kroni (hubungan jejaring) tidak hanya terjadi di lembaga keuangan dan per bankan ansich. “Permainan” perdagangan di dalam (insider trading) juga bisa terjadi di pasar bursa melalui pasar sekunder. Pasar sekunder atau dikenal dengan istilah secondary market adalah pasar keuangan yang digunakan untuk memperdagangkan sekuritas yang telah diterbitkan dalam penawaran umum perdana.
Kebijakan Pemihakan
Struktur kekuasaan dan kekuatan politik ekonomi yang berjalan saat ini bisa diperbandingkan dengan apa yang terjadi di era kolonialisme Belanda, yang saat itu pemerintahannya didukung oleh VOC beserta perusahaan swasta asing lainnya.
Momentum pandemi Covid-19 ini sebenarnya adalah sebuah kesempatan besar bagi Presiden Joko Widodo untuk menegakkan kem bali sistem politik ekonomi De mokrasi Pancasila.
Dengan cara memperkuat dirinya melalui Presidensialisme dan menolak campur tangan oligarki partai politik dengan memperkuat sistem ekonomi konstitusi melalui pengembangan demokrasi ekonomi atas entitas ekonomi Koperasi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana perintah Pasal 33 UUD 1945.
Hanya melalui cara inilah kronisme dapat diminimalisir, di samping sudah saatnya pemerintahan Republik Indonesia berpihak pada kelompok terbesar bangsa ini yang selalu menjadi penopang ekonomi di masa-masa sulit dan krisis.
Apalagi kontribusi entitas ekononi ko perasi dan Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) selama ini dalam membentuk produk do mestik bruto (PDB) lebih besar dibanding korporasi besar yang menyangga kekuasaan partai politik dan pemerintahan.
Jumlah usaha rakyat yang berskala Mikro, Kecil dan Menengah serta Koperasi sangat banyak di Indonesia, dan biasanya UKM berbentuk usaha keluarga. Usaha rakyat ini adalah salah satu sektor ekonomi yang tangguh dan menopang perekonomian Indonesia selama ini dari permasalahan krisis.
Telah berkali-kali Indonesia mengalami krisis ekonomi dan politik pasca-Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu tercatat pada tahun 1965, tahun 1998 dan tahun 2008, tapi usaha rakyat tak pernah “mengeluh” dan tetap berusaha bertahan (survive).
Kebijakan pemihakan merupakan kebutuhan mendesak (urgent) dalam kerangka memperbaiki struktur dan distribusi ekonomi agar praktik-praktik kronisme melalui perdagangan di dalam (insider trading) tidak berulang menjadi petaka ekonomi.
Kebijakan pemihakan ekonomi ini juga penting dibanding saat kris is ekonomi pemerintah lebih membantu para konglomerat dan bank-bank lewat kebijakan bantuan keuangan menutupi kebangkrutan (bailout). Sumbangan pelaku usaha rakyat skala UMKM dan Koperasi ini pada perekonomian nasional dalam bentuk produk domestik bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja adalah yang terbesar dibanding pelaku usaha lainnya.
Bahkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, kontribusi UMKM dan Koperasi atas PDB adalah sebesar 60,34% atau terbesar, sedangkan terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai 96,99%, dan kontribusinya pada total ekspor nonmigas adalah sebesar 15,68%.
Sementara tahun 2019, skala UMKM menjadi contributor penting terhadap produk domestic bruto (PDB) dengan menyumbang 60% PDB dan berkontribusi 14% pada total ekspor nasional.
Praktik-praktik perdagangan di dalam (insider trading) tidak hanya terkait soal kerusakan moral (moral hazard) pelakunya, namun juga kebijakan ekonomi yang mendukungnya. Sistem ekonomi kapitalisme yang mendominasi dunia dan dipraktikkan dalam sistem ekonomi Indonesia merupakan sumber atau akar permasalahan utama kasus- kasus ketidakadilan distribusi ekonomi.
Perdagangan di dalam (insider trading) ini berdampak pada terpusatnya penguasaan ekonomi atau kepemilikan modal (capital) pada individu tertentu atau sebagian kecil orang saja yang mampu memengaruhi kebijakan politik. Yang tidak memiliki kekuatan modal (capital) tidak akan punya kemampuan dalam memengaruhi kebijakan ekonomi dan politik.
*) Ekonom Konstitusi
Editor : Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id)
Sumber : Investor Daily
Terpopuler
01
Satu Lagi Aksi dari Smartfren (FREN): Private Placement Rp 3,1 Triliun!
Kamis, 2 Juni 2022 | 21:46 WIB
02
Lo Kheng Hong Cerita Cuan Gede 4.000% dari Saham Indika (INDY)
Jumat, 3 Juni 2022 | 15:32 WIB
03
Perusahaan Kripto Bilang Ribuan Mata Uang Digital akan Runtuh
Jumat, 3 Juni 2022 | 14:51 WIB
04
Ratusan Lahan RansVerse Habis Terjual dalam 35 Menit
Kamis, 2 Juni 2022 | 19:07 WIB
05
Melesat 280%, Bagaimana Prospek Saham Cilacap Samudera (ASHA)?
Jumat, 3 Juni 2022 | 09:34 WIB
Terkini
Investor Asal Singapura Dikabarkan Tertarik Jadi Penyelamat Wanaartha Life
Sabtu, 4 Juni 2022 | 16:56 WIB
Mitch Evans Jadi Jawara Jakarta E-Prix 2022
Sabtu, 4 Juni 2022 | 16:40 WIB
Penelitian: Asam Amino Glutamat Bantu Lansia Tingkatkan Kualitas Hidup
Sabtu, 4 Juni 2022 | 16:00 WIB
JAS Airport Services Tangani Keberangkatan Pesawat Haji dari Jakarta dan Surabaya
Sabtu, 4 Juni 2022 | 15:33 WIB
KSPSI Hadiri Konferensi Ketenagakerjaaan Internasional di Jenewa
Sabtu, 4 Juni 2022 | 15:22 WIB
Copyright ©2022 Investor Daily. All Rights Reserved