TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KUBU RAYA – Upaya mengejar zero stunting pada 2024 mendatang, Pemerintah Kabupaten Kubu Raya terus melakukan berbagai langkah strategis.
Selain sejumlah inovasi, pemerintah kabupaten juga melakukan beberapa rencana penanganan. Di antaranya mendorong kolaborasi pemerintah daerah, pihak swasta, dan lembaga filantropi dalam penanganan stunting di Kubu Raya.
“Di sejumlah daerah, kerja sama lintas sektoral ini berhasil menurunkan persentase angka kasus stunting,” ungkap Kepala Bappedalitbang Kabupaten Kubu Raya Amini Maros saat mengikuti Rapat Evaluasi dan Pelaksanaan Praktik Baik (Inovasi) dalam Percepatan Penurunan Stunting Terintegrasi pada Rabu 9 November 2022 di Ruang Rapat Bappedalitbang Kubu Raya.
Maros mengatakan kolaborasi juga harus dilakukan antara pemerintah daerah dan desa. Sebab pemerintah desa merupakan ujung tombak dalam penanganan stunting. Sehingga peran maksimal desa sangat dibutuhkan.
“Bagaimana semua pemangku kepentingan, pemerintah kabupaten dan desa bersama-sama berkolaborasi dalam melakukan upaya penanganan dan penurunan angka stunting di Kubu Raya. Desa menjadi ujung tombak dalam penanganan stunting namun tidak bisa bekerja sendiri. Perlu ada kolaborasi berbagai pihak utamanya perangkat daerah yang menangani program kegiatan penanganan stunting,” jelasnya.
• Litbang Provinsi Lakukan Evaluasi Implementasi Kebijakan Penanganan Stunting di Kalbar
Lebih lanjut Maros menyebut upaya penanganan stunting juga tak lepas dari pentingnya pembaharuan data dan informasi geospasial terkait stunting.
Menurutnya, bekerja berdasarkan data sangat membantu dalam menangani stunting karena dengan data yang akurat dapat ditentukan strategi yang tepat dalam menjalankan program.
“Pentingnya peta status gizi yang menyediakan informasi terkait status gizi balita hingga tingkat desa. Hasil temuan dari pemetaan status gizi tersebut akan digunakan untuk membantu pemerintah dalam mengembangkan strategi komunikasi perubahan perilaku untuk pencegahan stunting,” jelasnya.
Penanganan berikutnya, lanjut Maros, yakni penyusunan standar operasional prosedur (SOP) penanganan anak stunting melalui rumah tumbuh kembang berbasis masyarakat. SOP ini ditujukan bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan kegiatan penemuan dini, rujukan, dan pendampingan kepada kader dan anggota masyarakat yang terlatih lainnya.
“Deteksi dini dan rujukan kasus balita gizi buruk, gizi kurang atau yang berisiko gizi buruk merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan mobilisasi masyarakat. Bila kegiatan ini berjalan dengan optimal, maka banyak kasus gizi buruk yang dapat dicegah dan ditangani dengan cepat dan tepat,” tuturnya.
Kepala Bappedalitbang Kabupaten Kubu Raya juga menegaskan pentingnya komitmen perangkat daerah dalam merancang program sensitif stunting. Intervensi sensitif merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting yang umumnya berada di luar persoalan kesehatan.
“Intervensi sensitif ini terbagi menjadi empat jenis yaitu penyediaan air minum dan sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi, serta peningkatan akses pangan bergizi,” jelasnya.
Dan dia juga menyebutkan untuk .enangani stunting juga perlu dilakukan penguatan pada eksistensi Tim Percepatan penurunan Stunting (TPPS) kecamatan dan desa.
“TPPS ini mempunyai tugas mengoordinasikan, menyinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting di tingkat kecamatan dan desa,” jelasnya.
• Wabup Kayong Utara Tegaskan Beberkan Upaya Percepatan Penurunan Stunting