Menkeu: APBN 2023 Dirancang Fleksibel untuk Redam Guncangan Ekonomi Global
JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 dirancang agar mampu menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak perekonomian dan ketidakpastian global yang terjadi.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo meminta agar APBN dijaga supaya tetap kredibel dan sehat.
“APBN 2023 harus didesain untuk bisa mampu tetap menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak yang terjadi, ini kita sering menyebutnya sebagai shock absorber,” ujarnya usai mengikuti sidang kabinet yang membagas Rancangan APBN di Kantor Presiden, Senin (8/8/2022).
“Namun, di sisi lain Bapak Presiden juga meminta agar APBN tetap dijaga supaya tetap kredibel dan sustainable atau sehat, sehingga ini adalah kombinasi yang harus dijaga,” tuturnya.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Tak Ada Alokasi Khusus Pandemi di Anggaran Kesehatan RAPBN 2023
Sri Mulyani menjelaskan, tahun ini dunia diproyeksikan akan mengalami perlemahan pertumbuhan ekonomi, sementara inflasinya meningkat tinggi.
Oleh karena itu, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menurunkan proyeksi ekonomi global dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen untuk tahun ini dan dari 3,6 persen menjadi 2,9 persen untuk tahun 2023.
“Ini artinya bahwa lingkungan global kita akan menjadi melemah, sementara tekanan inflasi justru meningkat,” kata Sri Mulyani.
“Menurut IMF tahun ini inflasi akan naik ke 6,6 persen dari sisi di negara maju, sementara inflasi di negara-negara berkembang akan pada level 9,5 persen, ini juga naik sekitar 0,8 (persen),” lanjutnya.
Baca juga: DPR dan Pemerintah Sepakati Postur RAPBN 2023, Berikut Rinciannya
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyebutkan bahwa dengan adanya kenaikan inflasi yang sangat tinggi di negara maju, akan terjadi reaksi dari sisi kebijakan moneter dan likuiditas yang diperketat sehingga memacu apa yang disebut capital outflow dan volatilitas di sektor keuangan.
Untuk itu, dirinya bersama-sama dengan Gubernur Bank Indonesia terus meramu kebijakan fiskal dan moneter yang fleksibel, namun pada saat yang sama juga efektif dan kredibel.
Menurut Sri Mulyani, perekonomian Indonesia sendiri pada 2022 tumbuh sangat baik yang antara lain terlihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal II 2022 yang mencapai 5,44 persen.
Angka tersebut berada di atas perkiraan optimistis pemerintah yang mematok pertumbuhan ekonomi kuartal II sebesar 5,2 persen.
Baca juga: Bagaimana Proses Penyusunan RAPBN hingga Menjadi APBN?
Untuk itu, dia pun mendorong agar pertumbuhan ekonomi tersebut dapat terus dijaga, terutama berkaitan dengan faktor-faktor di sisi domestik karena situasi global penuh ketidakpastian.
Seperti diketahui, faktor dalam negerinya adalah konsumsi dan investasi serta belanja pemerintah.
“Bapak Presiden minta untuk 2022 ini seluruh kementerian/lembaga fokus merealisasi belanja pemerintah dan terutama dipakai untuk membeli produk-produk yang memiliki kandungan lokal tinggi, dalam hal ini produk dalam negeri Bangga Buatan Indonesia,” tuturnya
“Ini semuanya akan bisa mendukung pemulihan ekonomi yang makin kuat di kuartal ketiga dan kuartal keempat pada saat lingkungan global sedang mengalami kecenderungan gejolak,” lanjut Sri Mulyani
Baca juga: Menkeu: APBN 2023 Diprioritaskan untuk IKN Hingga Pemilu
Dari sisi belanja negara, Menkeu menyebut bahwa pihaknya akan tetap mendukung berbagai program prioritas nasional, yakni pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai prioritas utama, kemudian pembangunan infrastruktur termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN) di dalamnya, serta penyelenggaraan Pemilu.
“Kita akan menggunakan instrumen belanja pusat dan daerah untuk bisa mendukung berbagai program-program prioritas nasional dan juga dari sisi pembiayaan seperti akumulasi dari Dana Abadi Pendidikan yang akan terus dikelola sebagai juga warisan untuk generasi yang akan datang, maupun sebagai mekanisme untuk shock absorber,” ucapnya.
Baca juga: Menkeu: Subsidi Tahun ini Rp 502 Triliun, Tahun Depan Meningkat
Dari sisi pendapatan, Sri Mulyani menjelaskan bahwa penerimaan pajak pemerintah dari komoditas yang sangat tinggi pada tahun ini mungkin tidak akan terulang pada tahun depan.
Pemerintah memproyeksikan Rp 279 triliun penerimaan pajak yang berasal dari komoditas.
Demikian halnya dengan bea cukai yang pada tahun 2022 mendapatkan Rp 48,9 triliun, menurut Menkeu tidak akan dapat terulang pada level yang sama.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.