Terabadikan dalam Museum, Kampus, Masjid, Stadion, sampai Monumen Cinta
Di Parepare B.J. Habibie dilahirkan dan kini sekujur kota di Sulawesi Selatan itu bertabur infrastruktur yang didedikasikan untuk presiden ketiga Indonesia tersebut. ’’Kami memang ingin menggunakan ketokohan Pak Habibie sebagai simbol,” kata Taufan Pawe, sang wali kota.
BAGUS PUTRA PAMUNGKAS, Parepare
PAREPARE: Kota Cinta Habibie dan Ainun. Begitu cara kota di Sulawesi Selatan (Sulsel) itu menyambut tamu yang melintasi Jembatan Tonrangeng, tanda batas dengan Kabupaten Barru.
Bacharuddin Jusuf (B.J.) Habibie, presiden ketiga Indonesia yang meninggal tepat tiga tahun lalu kemarin (11/9), memang lahir di Parepare. Dan, sambutan di tapal batas kota tadi tak hanya berhenti pada retorika.
Sekujur kota berpenduduk sekitar 153 ribu jiwa tersebut dipenuhi beragam bangunan yang didedikasikan untuk mengenang Habibie. Mulai museum, monumen, kampus, masjid, sampai stadion sepak bola.
Kemarin Jawa Pos (jaringan batampos.co.id) mengunjungi rumah lahir Habibie di Kecamatan Ujung, Parepare. Rumah itu sempat menjadi kediaman kepala cabang BNI Parepare. Kemudian tahun lalu dibeli pemerintah kota setempat.
Dan, kini rumah tempat Habibie dilahirkan pada 1936 tersebut disulap menjadi museum. Desain asli tidak diubah. Mulai kamar, ruang tamu, sampai tempat cuci piring, semuanya masih sama.
’’Museum itu kami jadikan edukasi dan literasi karya Bapak B.J. Habibie. Kelak karya kedirgantaraan akan kami lengkapi di sana,’’ kata Wali Kota Parepare Taufan Pawe saat ditemui Jawa Pos (jaringan batampos.co.id) Sabtu (10/9) lalu.
Ayah Habibie, Alwi Abdul Jalil Habibie, yang berasal dari Gorontalo bekerja sebagai ahli pertanian di kota di pesisir barat Sulsel tersebut. Tapi, Habibie tumbuh mencintai kedirgantaraan.
Pertemuan Jawa Pos (jaringan batampos.co.id) dengan Taufan itu pun terjadi di Auditorium B.J. Habibie yang ada di kompleks rumah dinas wali kota. ’’Parepare memang ingin menggunakan ketokohan Bapak Habibie sebagai simbol,’’ tambahnya.
Rumah sakit, kampus, balai pertemuan, hingga stadion adalah contoh infrastruktur lain yang memakai nama Habibie di kota yang terpisah jarak sekitar 153,6 kilometer dari Makassar, ibu kota Sulsel, tersebut. Bahkan, nama sang ayah juga diabadikan sebagai nama salah satu ruas jalan.
Di Jalan Alwi Abdul Jalil Habibie itu pula, Monumen Cinta Habibie-Ainun dibangun pada 2015. Banyak yang menganggap, apalagi setelah diangkat ke layar lebar, Habibie-Ainun sebagai simbol cinta abadi yang tak terpisahkan oleh apa pun selain maut.
Atik Kusuma, salah satunya. Dia rela jauh-jauh datang dari Palopo, kota yang terpisah jarak 218,8 kilometer dari Parepare.
Dia mengaku pengidola pasangan Habibie-Ainun. Bersama suami dan dua anaknya, dia rela melakukan perjalanan darat selama delapan jam demi berfoto di depan monumen yang didirikan untuk mengenang idolanya tersebut. ’’Karena hari ini (kemarin, Red) tepat tiga tahun kepergian beliau. Bagi orang Sulawesi, Habibie sosok bersejarah. Orang Sulawesi pertama yang jadi presiden dan kisah asmaranya begitu mengharukan,’’ katanya kepada Jawa Pos.
Tidak ada peringatan khusus di Parepare terkait tiga tahun meninggalnya Habibie. Monumen cinta biasanya baru ramai dikunjungi ketika peringatan hari lahir Habibie setiap 25 Juni. ’’Kadang ada acara doa bersama. Atau kadang ada lomba juga,’’ kata Agus Salim, juru parkir di kantor pos yang berada persis di depan monumen cinta.
Pada momen itulah, rezeki Agus melimpah. ’’Semua kendaraan parkir di kantor pos. Meski sudah tiada, Pak Habibie ini masih bisa memberikan rezeki untuk rakyat kecil,’’ kata pria asli Mamuju itu.
Berjarak 200 meter dari monumen, ada Balai Pertemuan Ainun. Sesuai namanya, tempat itu khusus untuk pemberdayaan perempuan. Beragam kegiatan kaum hawa dipusatkan di sana.
Lalu, ada pula Institut Teknologi B.J. Habibie. Tempatnya tidak jauh dari Balai Kota Parepare. Dan, yang terbaru adalah masjid terapung. Letaknya ada di bibir pantai jalan Bau Massepe dan baru diresmikan saat Hari Raya Idul Fitri pada 2 Mei lalu.
Saat Jawa Pos berkunjung ke masjid yang konon mampu menampung 1.000 jemaah itu kemarin, lahan parkir baru di sisi timur saja yang sudah dibangun. Saat memasuki masjid, udara begitu sejuk. Angin semilir dari pantai menerobos masuk ke dalam masjid.
Masjid terapung itu memiliki dua lantai. Khusus lantai 2 hanya digunakan untuk jemaah wanita. ’’Tapi, kalau salat jemaah sudah selesai, akses ke lantai 2 dikunci. Sebab, masih ada pembangunan yang belum selesai,’’ kata Ansar Talib, lurah Cappa Galung, kampung tempat masjid terapung B.J. Habibie berdiri.
Hadirnya masjid terapung tersebut membuat Ansar semringah. Pemuda di wilayahnya jadi mendapat pekerjaan. ’’Ada sepuluh orang dari sini yang kini ikut mengurus masjid. Alhamdulillah,’’ tambah pria yang juga menjadi salah satu takmir itu.
Kehadiran masjid juga membuat perekonomian di Cappa Galung menggeliat. Warung-warung baru dibangun warga sekitar. ’’Sementara masih di pinggir jalan, tapi nanti rencananya ada food court di parkir sisi selatan. Nanti semua pindah ke situ, sekarang masih dibangun,’’ katanya.
Taufan Pawe berada di balik ide membangun masjid terapung itu. Dia pula yang kemudian menyematkan nama B.J. Habibie pada tempat ibadah tersebut.
’’Karena kami sadari bahwa Pak Habibie adalah suri teladan. Kalau dalam konsep Islam itu uswatun hasanah,” tuturnya.
Apalagi, lanjut dia, Habibie adalah pendiri ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). ’’Beliau sosok religius. Saya persembahkan masjid ini untuk warga Parepare,’’ jelas wali kota ke-17 Parepare itu.
Taufan memang punya tujuan jelas: Parepare adalah Habibie. Begitu pula sebaliknya. Karena itu, nama stadion pun diganti. Semula stadion yang di Liga 1 musim ini menjadi kandang PSM Makassar tersebut bernama Gelora Mandiri. Kini berubah menjadi Gelora B.J. Habibie.
Pergantian nama itu juga dicetuskan Taufan pada 2019. ’’Kami punya semangat untuk memajukan Kota Parepare dengan identitas Pak Habibie. Kan beliau tokoh yang dikenal luas secara nasional maupun internasional,’’ beber pria 56 tahun itu.
Dia merasa program tersebut berhasil. ’’Parepare yang dulu tidak dikenal sekarang ter-branding sebagai Kota Habibie,’’ tegasnya.
Dia juga masih membuka kans untuk membangun beragam infrastruktur lainnya untuk mengenang Habibie. Entah itu gedung ataupun fasilitas umum. ’’Pak Habibie bukan hanya milik Parepare, melainkan juga milik dunia. Saya ingin anak muda meniru beliau yang tidak pernah lelah mengejar ilmu,’’ katanya. (*/c7/ttg)
© PT Batam Multimedia Korporindo.
All Rights Reserved.