Kanker payudara masih menjadi kasus kanker paling banyak terjadi di Indonesia. Banyak perempuan yang harus menjalani operasi dan kehilangan bentuk payudara. Tak jarang, itu menurunkan kepercayaan diri penyintas kanker payudara pasca pengobatan. Namun, hal itu bisa diatasi dengan bedah rekonstruksi onkologi.
—
BEDAH rekonstruksi onkologi pada pasien breast cancer merupakan teknik pembedahan untuk mengembalikan bentuk payudara seanatomis mungkin seperti sebelum dilakukan pengangkatan. Baik separo maupun seluruhnya,’’ jelas Dr dr Desak Gede Agung Suprabawati SpB SubSpOnk (K).
Dokter spesialis bedah onkologi RS Mitra Keluarga Surabaya itu menyatakan rekonstruksi bisa dilakukan secara langsung atau bertahap. Bergantung kondisi pasien dan tumornya.
Terdapat dua jenis rekonstruksi payudara. Yakni, implan dan menggunakan flap atau jaringan tubuh sendiri. ’’Bisa menggunakan implan (silikon) atau dengan jaringan tubuhnya sendiri seperti latissimus dorsi (LD) flap dari punggung, transverse rectus abdominus myocutaneous (TRAM) flap dari dinding perut, atau free flap,’’ papar dokter dari Divisi Bedah Onkologi KSM Departemen Ilmu Bedah RSUD dr Soetomo tersebut.
Implan maupun flap memiliki risiko masing-masing. Untuk itu, pertimbangan preferensi pasien dan konsultasi dengan dokter bedah penting guna menentukan jenis rekonstruksi yang tepat. Mulai jenis tumor (jinak/ganas), stadium, ukuran payudara, hingga usia pasien.
’’Prinsip utamanya, tercapai periode bebas kanker selama mungkin. Baru kita berpikir masalah rekonstruksi atau estetisnya. Dengan perkembangan ilmu pengobatan di bidang kedokteran, dua hal itu sekarang bisa dicapai (bebas kanker dan estetis, Red),’’ ungkap dokter yang juga berpraktik di RS Darmo dan Graha Amerta tersebut.
Pada penyintas kanker payudara, rekonstruksi bisa meningkatkan kualitas hidup pascaterapi. Meski begitu, rekonstruksi payudara bersifat individual. Artinya, prosedur medis itu harus dilakukan atas dasar keinginan pribadi. Apabila lebih nyaman tidak melakukannya pun, itu tidak menjadi masalah.
’’Secara psikologis, pasien akan memiliki kepercayaan dirinya lagi, bahwa identitas kewanitaannya tetap utuh,’’ imbuhnya. Perempuan yang sudah menjalani rekonstruksi payudara juga tetap perlu memeriksakan payudara secara rutin.
Menurut laporan WHO, kanker payudara menyumbang kematian tertinggi kedua di Indonesia. Data Kemenkes juga menyebutkan bahwa satu di antara delapan perempuan berisiko mengalami kanker payudara.
Dokter Desak kembali mengingatkan pentingnya melakukan Sadari (pemeriksaan payudara sendiri). ’’Tidak bosan saya mengingatkan untuk melakukan Sadari 7–10 hari setelah menstruasi hari pertama. Kami selalu berharap menemukan kasus di stadium awal karena itu akan memengaruhi outcome pasien,’’ ujarnya.
Kini Melihat Kanker sebagai Anugerah
ASKIA Santosa masih ingat betul kali pertama dirinya menemukan benjolan di payudara kirinya. Seperti biasa, dia rutin melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Sadari) setiap bulan setelah menstruasi. Kebiasaan itu sudah berlangsung selama 12 tahun.
Namun, hari itu dia merasakan benjolan kecil tidak beraturan dan bergerak. Tidak ada sakit atau gejala apa pun. ’’Saya nggak pernah terpikir bakal sakit kritis seperti itu dengan lifestyle clean eating dan olahraga rutin. Namun, ternyata breast cancer tidak diskriminasi. Bisa terjadi pada siapa pun. Muda, tua, berbagai kalangan,’’ ungkapnya.
Tanpa menunda-nunda, dia pergi ke Singapura bersama suami untuk memeriksakannya. Begitu di-USG, tampak benjolan kurang lebih 2,8 cm berisi kalsifikasi. Perempuan 38 tahun itu menjalani dua macam biopsi. ’’Hasilnya, saya positif kanker payudara. Tipe hormonal, stage 1,’’ ujarnya.
Ibu satu anak itu menjalani MRI dan PET scan untuk mencari sel kanker tersembunyi dan mengetahui ada tidaknya penyebaran ke organ tubuh lain. ’’Doa saya sejak terdiagnosis hanya satu: MRI dan PET scan bersih. Dan itu Tuhan kabulkan. Tidak ditemukan aktivitas sel ganas di tempat lain,’’ jelas Askia.
Namun, dia harus merelakan payudara kirinya diangkat. Sebab, hasil MRI menunjukkan area prakanker yang cukup luas dan beberapa benjolan kecil tersebar di payudara kirinya. Setelah menjalani mastectomy surgery, Askia dibuat dilema antara menjalani rekonstruksi atau tidak untuk mengembalikan tampilan payudara.
’’Rekonstruksi itu opsional, nggak wajib. Tapi sangat make sense buatku dan suami kalau itu akan memengaruhi kualitas hidup secara mental dan fisik,’’ tuturnya.
Setelah berkonsultasi dengan beberapa dokter bedah plastik, Askia membulatkan tekad untuk menjalani rekonstruksi payudara dengan segala risiko yang ada. ’’Aku masih muda dan aku tuh suka pantai, masih pengin traveling pakai bikini lucu-lucu, suka fashion juga. Hahaha…,’’ lanjut perempuan yang merupakan fashion designer tersebut.
Askia memilih flap reconstruction ketimbang implan. Rencananya, dia akan mengambil jaringan dari perut atau DIEP flap. Namun, pembuluh darah di perutnya terlalu tipis. Akhirnya, dia memutuskan mengambil dari paha. ’’Flap memang lebih lama recovery-nya, tapi sekali berhasil udah nggak perlu maintenance selamanya. Jadi, kayak punya payudara alami,’’ paparnya.
Kanker tidak bisa dihindari. Namun, angka kesembuhan juga semakin tinggi kalau terdeteksi sejak awal. Askia berpesan untuk melakukan gerakan Sadari setiap bulan. ’’Itu alat deteksi yang paling cepat dan gratis. Semakin cepat teratasi kemungkinan sembuh besar sekali,’’ ucapnya.
Selain itu, lakukan medical check-up rutin mammografi untuk perempuan di atas 40 tahun. ’’Dan, pastikan punya asuransi pribadi yang sudah full cover sebelum checkup rutin ke RS. Karena begitu sudah terdiagnosis, tidak bisa di-cover asuransi mana pun,’’ ujarnya.
Perjuangan Askia melawan kanker belum berakhir. Laporan histopatologi menunjukkan kelenjar getah bening di ketiak kirinya terdiagnosis kanker sehingga menjadi stadium 2B. Askia harus menjalani kemoterapi selama 8 kali untuk mengurangi risiko relapse.
Kesabarannya berbuah baik. Kini, dia dinyatakan bersih dari kanker. Namun, masih harus menjalani checkup tiga bulan sekali. ’’Saya tidak mengatakan ini mudah. Banyak up and down. Saya mulai melihat kanker sebagai anugerah untuk lebih mengapresiasi hidup, lebih mensyukuri apa yang saya punya sekarang, dan menginspirasi orang lain,’’ ungkapnya.
Editor : Dhimas Ginanjar
Reporter : lai/c12/nor
Saksikan video menarik berikut ini:
© PT Jawa Pos Grup Multimedia