Regional
Kategori
Event
Channels
DOWNLOAD IDN APP SEKARANG!
Jakarta, IDN Times – Awal Agustus 2022, para dokter Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) merasakan keanehan. Pasalnya, mereka menerima lonjakan pasien anak yang sebagian besar balita di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluhan yang sama.
Keanehan tersebut karena pasien merupakan anak yang sehat, dalam arti tidak ada riwayat penyakit kronis atau bawaan. Mereka hanya memiliki riwayat demam, diare, batuk, pilek, tetapi saat datang ke RSCM kondisinya tidak memiliki air seni.
Beragam cara dilakukan para dokter di RSCM untuk mencari penyebab dan merawat mereka dengan maksimal. Mulai dari pemeriksaan USG, penyelidikan infeksi, hingga terapi maksimal untuk MISC, tetapi hasilnya nihil. Pasien yang sebagian besar anak tersebut meninggal dunia tanpa sebab pasti.
“Jadi kami memang betul-betul melapor kepada Kementerian Kesehatan, mohon arahannya, kami harus melakukan apa? Semua kasus (gagal ginjal akut misterius) itu sudah kami lakukan macam-macam,” kata Direktur Utama RSCM, Lies Dina Liastuti, dalam konferensi pers pada Kamis (20/10/2022).
“Kami lihat kasus ini aneh, walaupun yang masuk ke RSCM itu bisa sampai 18 tahun, namun paling muda umurnya 8 bulan, yang paling tua umurnya 8 tahun, sebagian besar balita. Anak-anak kecil, usia 8 bulan, 9 bulan, 10 bulan, 1 tahun sekian, kasihan sekali kenapa anak-anak ini,” imbuh Lies.
Baca Juga: Anak-anak Diserang Penyakit Gagal Ginjal Akut, Kenali Ciri-cirinya
Lies memaparkan, sebenarnya kasus gagal ginjal sudah mulai ada sejak Januari 2022. Namun tidak menjadi sorotan karena tak ada kenaikan signifikan. Hanya saja, kasus mulai bertambah pada Agustus dan melonjak tajam pada September hingga Oktober.
Berdasarkan data pasien di RSCM, pada Januari tercatat ada 2 pasien, Februari nihil, Maret 1 pasien, April tidak ada kasus, Mei 3 pasien, Juni 2 pasien, dan Juli 1 pasien. Kemudian kasus mulai naik pada Agustus sebanyak 8 pasien dan melonjak pada September dengan 20 pasien, sampai pertengahan Oktober ada 11 pasien.
Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Gratiskan Obat Penawar Gagal Ginjal Akut
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga menerima laporan kasus serupa di berbagai rumah sakit di sejumlah provinsi. Kasus ini kemudian diumumkan oleh Ketua IDAI, Piprim Basarah, pada 11 Oktober 2022.
Dalam konfrensi per virtual, Piprim menyampaikan, sudah ada 131 kasus gagal ginjal akut misterius (Acute Kidney Injury/AKI).
“Sampai 10 Oktober, yang masuk ke kami, tentu saja ini mungkin tidak representatif seluruh Indonesia, tetapi data yang melaporkan ke IDAI dan berhasil kami kumpulkan dari IDAI cabang itu ada kumulatif 131 kasus,” kata Piprim.
Sementara, Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI, Eka Laksmi Hidayati, mengungkapkan, IDAI menerima laporan kenaikan pasien anak dengan kasus sama sejak Agustus yang jumlahnya terus meningkat.
“Kami lihat ada peningkatan kasus di beberapa kota tetapi tidak detail karena sesuai cabang IDAI per provinsi,” katanya.
IDAI belum menemukan penyebab pasti penyakit yang menyerang anak ini. Hanya saja, kasus AKI biasanya terjadi karena kekurangan cairan dalam waktu singkat karena diare hebat atau dehidrasi. Namun pada kasus ini, IDAI tidak menemukan penyebab penurunan jumlah urine.
“Kasus ini menjadi misterius atau belum diketahui penyebabnya, karena yang disebut sebagai AKI tidak pernah disebut diagnosis tunggal. Jadi AKI merupakan kondisi ada penyebabnya,” katanya.
Baca Juga: Kabar Paracetamol Picu Gagal Ginjal Misterius, IDAI Buka Suara
Awalnya, Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, menduga lonjakan pasien gagal ginjal akut terjadi karena virus atau bakteri sehingga tim investigasi melakukan tes patologi.
Namun, kemungkinan penyebab karena organisme tersebut sangat kecil. Saat kasus terus bertambah dan menelan lebih banyak korban anak, Menkes masih menduga-duga penyebab gagal ginjal akut misterius ini.
“Karena hasil tes patologi dari kenaikan kasus itu tidak ada yang signifikan,” ujarnya.
Pada 28 September 2022, Kementerian Kesehatan kemudian mengeluarkan Surat Keputusan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) di seluruh rumah sakit, kepala dinas untuk melakukan tata laksana.
Surat ini bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan dini sekaligus sebagai acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan penanganan medis.
Pada 5 Oktober 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan rilis adanya kasus ginjal akut di Gambia yang disebabkan oleh senyawa kimia yang terkandung pada obat sirop anak.
Gambia merupakan negara berkembang di Afrika Barat. Saat itu, sekitar 70 anak meninggal dunia karena gagal ginjal akut yang diduga dari adanya zat Etilen glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam kandungan obat sirop yang diproduksi oleh perusahan farmasi India.
Dua senyawa berbahaya tersebut umumnya digunakan pada industri kosmetik dan pembuatan plastik. Meski bisa menjadi pelarut, dua senyawa itu terlarang untuk digunakan di industri farmasi.
Budi melihat titik terang kasus ini dan bergegas menghubungi pihak Gambia serta WHO untuk memperoleh informasi mendalam tentang kasus tersebut.
“Kami langsung lakukan komunikasi dengan WHO dan pemerintah Gambia. Kemudian melakukan analisis toksikologi karena mengarah lebih ke zat kimia. Kami tes ke 10 anak, tujuh (anak) darahnya atau urine-nya mengandung zat kimia. Jadi 70 persen orang yang terkena disebabkan zat kimia,” katanya.
Untuk menegaskan bahwa penyebab gagal ginjal akut adalah zat kimia, tim memeriksa ginjal pasien yang meninggal dan menemukan fakta mencengangkan bahwa ginjal pasien rusak.
“Kami cek, 100 persen memang terjadi kerusakan ginjal. Ini memperkuat bahwa penyebabnya adalah zat kimia,” tegas Budi.
Baca Juga: Cegah Gagal Ginjal Akut, 44 Puskesmas di DKI Buka Layanan Pemeriksaan
Pemerintah kemudian melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan penyelidikan obat cair atau sirop yang beredar.
Kajian awal pada 12 Oktober 2022, BPOM mengumumkan merek obat sirop yang memicu gagal ginjal di Gambia tidak terdaftar Indonesia. Di lain sisi, Kemenkes meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bentuk sirop dan melarang tenaga kesehatan meresepkan obat sirop sementara.
BPOM terus melakukan pengujian pada obat sirop yang beredar. Pada Kamis (20/10/2022), BPOM merilis daftar nama lima produk obat sirop yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG) yang menjadi penyebab kemunculan gagal ginjal akut misterius pada anak.
“Hasil sampling dan pengujian terhadap 39 bets dari 26 sirop obat sampai 19 Oktober 2022, menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada lima produk,” ujar BPOM dalam siaran tertulis yang diterima IDN Times, Kamis.
Berikut lima produk obat yang dirilis BPOM tersebut:
1.Termorex Sirop (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @ 60 ml.
2. Flurin DMP Sirop (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @ 60 ml.
3. Unibebi Cough Sirop (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan dus, botol plastik @ 60 ml.
4. Unibebi Demam Sirop (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan dus, botol @ 60 ml.
5. Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan dus, botol @ 15 ml.
Seiring penyelidikan BPOM, Kemenkes juga merilis 102 daftar nama obat yang dikonsumsi oleh pasien sebelum mengalami gagal ginjal akut misterius. Dari 241 pasien, Kemenkes mendatangi 156 rumah pasien dan menemukan 102 obat sirop.
“102 obat inilah kita kerucutkan, yang sementara obat ini akan kami larang diresepkan dan dilarang,” imbuh Menkes.
Kemenkes mencatat jumlah kasus gagal ginjal akut progresif atipikal mencapai 269 kasus per tanggal 26 Oktober 2022. Sebanyak 157 anak meninggal dunia.
Epidemiolog sekaligus peneliti Global Health Security, Dicky Budiman, menilai, pemerintah kecolongan sehingga ratusan anak meninggal dunia akibat gagal ginjal akut.
“Jika berbicara kematian, ini bukti nyata pemerintah kecolongan, adanya kematian ini karena kecolongan terlambat ditemukan kasusnya dan terlambat ditangani,” ujarnya saat dihubungi IDN Times, Senin (24/10/2022).
Dicky menegaskan, kasus ini tidak bisa direspons hanya dengan sense crisis, tetapi kejadian luar biasa itu juga dinilainya tidak lazim. Ia pun menyarankan agar peristiwa ini ditingkatkan statusnya menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)
“Peningkatan KLB ini sangat penting karena sulit dibendung akibat terlambat. Ini puncak gunung es, karena kita tahu registrasi kematian kita lemah atau buruk,” katanya.
Kasus kematian di Indonesia karena gagal ginjal sudah melampaui kasus di Gambia. Bahkan, Dicky memprediksi jumlah yang sebenarnya lebih banyak.
“Pemerintah lambat yang membuat kecolongan, kesehatan masyarakat harus diutamakan dan kesampingkan faktor ekonomi, politik, maka penetapan KLB penting,”
Menurut Dicky, dengan penetapan KLB, maka pasien yang tersebar di 26 provinsi akan menjadi tanggung jawab negara.
“KLB ini jadi transisi epidemiologi, KLB bukan hanya pada penyakit menular, tapi juga tidak menular. Termasuk keracunan obat sehingga kesehatan anak terlindungi,” ucapnya.
Baca Juga: 200 Vial Fomepizole dari Jepang untuk Gagal Ginjal Akut Tiba di RI
kamu sudah cukup umur belum ?