Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah Bank Dunia, kini giliran Dana Moneter Internasional (IMF) yang memberikan pandangannya untuk prospek ekonomi Indonesia tahun 2021. IMF memberikan outlook lebih baik untuk perekonomian Indonesia tahun ini dibandingkan dengan Bank Dunia.
Berdasarkan perkiraan IMF, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun 2021 berada di 4,8% lebih besar 40 basis poin (bps) ketimbang perkiraan IMF di 4,4%.
Untuk tahun 2022, IMF bahkan lebih optimis dari Bank Dunia. Ekonomi RI diproyeksi tumbuh di angka 6% tahun 2022 sementara ramalan Bank Dunia menyebutkan pertumbuhan PDB RI tahun depan di angka 4,8%.
Kebijakan makroekonomi yang akomodatif untuk tahun ini masih akan ditempuh. Tema kebijakan fiskal yang mendukung pemulihan ekonomi menjadi sorotan oleh lembaga keuangan global tersebut.
Pemerintah masih akan mengalokasikan anggaran untuk mengatasi pandemi Covid-19 seperti yang sudah dilakukan di tahun 2020. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk investasi yang memiliki dampak besar salah satunya adalah infrastruktur.
Setelah sempat dinomorduakan, pemerintah berupaya menggenjot kembali pembangunan infrastruktur di tahun 2021. Sebanyak Rp 417,8 triliun digunakan untuk pembangunan infrastruktur sebagai salah satu upaya pemulihan ekonomi nasional.
Dari sisi moneter kebijakan Bank Indonesia (BI) yang non-konvensional seperti menurunkan suku bunga acuan serta ikut berpartisipasi untuk menambal defisit anggaran lewat pembelian surat utang pemerintah disebut tepat di tengah kondisi krisis akibat pandemi seperti sekarang ini.
Era suku bunga rendah, tren pelemahan dolar AS dan imbal hasil berinvestasi di negara-negara maju yang rendah akan memicu adanya inflow ke negara-negara berkembang. Hal ini akan turut mendongkrak harga-harga aset keuangan seperti saham.
Namun momentum tersebut juga tidak ingin dilewatkan oleh pemerintah untuk mengundang investor asing menanamkan modalnya ke Indonesia. Deregulasi kebijakan yang selama ini tumpang tindih dan birokrasi yang berbelit-belit lewat pengesahan UU Cipta Kerja dinilai satu hal yang positif.
Peran Indonesia dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang merupakan blok kerjasama ekonomi terbesar di dunia diharapkan mampu untuk membangun kembali rantai pasok yang terdisrupsi hingga mendongkrak kinerja perekonomian.
Pembentukan Souvereign Wealth Fund (SWF) bernama Indonesia Investment Authority (INA) yang dimaksudkan untuk menarik dana dari investor asing guna dialokasikan untuk pembiayaan berbagai proyek infrastruktur juga diharapkan mampu menjadi solusi atas kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional non-utang.
Fokus pada pembangunan infrastruktur diharapkan tidak hanya akan menyerap tenaga kerja di tengah tingginya angka pengangguran di Tanah Air (hampir 10 juta orang pada Agustus 2020) tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan permintaan domestik yang berujung pada pertumbuhan ekonomi.
IMF memandang sistem perbankan tetap stabil, berkat intervensi kebijakan yang berani dan tepat waktu. Namun, pencadangan kerugian pinjaman yang memadai akan menjadi penting bagi kemampuan bank untuk menyerap peningkatan risiko kualitas aset.
Berkat kebijakan restrukturisasi kredit yang diatur OJK, rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) masih tetap terjaga meskipun mengalami sedikit kenaikan. Namun di saat yang sama rasio kredit yang berisiko (Loan at Risk/LaR) juga meningkat lebih dari 20% hingga akhir tahun lalu.