Sesar ini membentang dari Selat Makassar hingga Teluk Bone. Sesar Walanae terbentuk akibat pertemuan tiga lempeng besar bumi di pulau Sulawesi, antara lain Lempeng Pasifik, Lempeng Australia, dan Lempeng Eurasia.
Patahan Sesar Walanae membentang sepanjang Sungai Walanae. Melintasi sejumlah daerah di Sulawesi selatan, antara lain Kabupaten Pinrang, Sidrap, Bone, sampai Teluk Bone. Sesar Walanae juga membentuk patahan kecil di sekitarnya yang tersebar dari Bakaru, Rappang, Sengkang, Watampone, Tanete dan Bira.
Sesar Walanae merupakan patahan aktif yang memiliki lajur sekitar 0,5 mm/tahun dan bisa menghasilkan gempa maksimal sekitar skala magnitudo 7,1. Namun, sepanjang sejarah bencana tercatat gempa terbesar yang pernah terjadi mencapai skala 6,0 Magnitudo.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Muh Firda mengatakan berdasarkan catatan BPBD sejumlah bencana pernah terjadi di Sulawesi Selatan yang diakibatkan oleh gerakan Sesar walanae.
“Dalam sejarahnya, patahan ini pernah beberapa kali memicu gempa bumi yang signifikan dan menghasilkan beberapa kerusakan di wilayah yang berada di jalur tersebut,” ujarnya pada 17 Mei 2022.
Berikut sejumlah catatan sejarah bencana besar di Sulawesi Selatan yang diakibatkan Sesar Walanae :
Pada tahun 1820 tsunami setinggi 2.5 meter hingga 5 meter yang menyapu daratan Bulukumba sejauh 350-500 meter. Bencana ini memakan korban jiwa sekitar 500 orang.
Namun, gelombang tsunami ini merupakan kiriman dari Laut Flores. Kala itu, pergerakan Sesar Walanae mengakibatkan gempa berkekuatan 7.5 magnitudo yang berpusat di Laut Flores.
Tercatat Sulawesi Selatan juga rawan terkena tsunami kiriman dari Laut Flores karena tepat di bagian selatan terdapat patahan naik. Hal ini yang akhirnya mengirimkan gelombang tsunami ke wilayah Bulukumba.
Berdasarkan catatan BPBD Sulsel, Sesar Walanae pernah mengakibatkan gempa di wilayah Bulukumba pada 29 Desember 1828. Gempa ini memiliki intensitas Modified Mercalli Intensity (MMI) mencapai skala VIII-IX dan menewaskan ratusan orang.
Skala MMI VIII diketahui memiliki dampak kerusakan cukup parah. Berdasarkan klasifikasi BMKG, pada skala ini kerusakan dapat terjadi pada bangunan dengan konstruksi yang kuat. Retak-retak pada bangunan dengan konstruksi kurang baik, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan monumen-monumen roboh, air menjadi keruh. Sementara Skala MMI IX berdampak rumah tampak agak berpindah dari fundamennya. Pipa-pipa dalam rumah putus.
Sulawesi Selatan, tepatnya wilayah Parepare, Pinrang dan Makassar pernah diterjang tsunami yang merupakan kiriman dari Sulawesi Barat. Kala itu, pergerakan patahan Sesar Walanae mengakibatkan gempa di Majene, Sulawesi Barat, berkekuatan 7.0 Magnitudo pada tahun 1969. Gempa ini terasa hingga skala MMI VII-VIII.
Gempa yang dipicu oleh Sesar Walanae ini mengakibatkan banyak longsor dan menimbulkan tsunami di Sulawesi Barat hingga beberapa wilayah Sulawesi Selatan. Gelombang tsunami tersebut tercatat menewaskan 64 orang, 97 orang luka luka, dan 1.287 tempat tinggal dan masjid mengalami kerusakan. Dermaga pelabuhan pecah sepanjang 50 meter akibat gelombang laut setinggi 1,5 sampai 4 meter.
Pada tahun 1984 tercatat gempa yang dipicu oleh Sesar Walanae mengguncang Mamuju, Sulawesi Barat. Gempa ini memiliki kekuatan 7.0 Magnitudo dan terasa hingga skala MMI VI-VIII.
Gempa yang dipicu Sesar Walanae ini tidak hanya mengakibatkan kerusakan di wilayah Mamuju. tetapi juga memicu tsunami lokal di Selat Makassar.
Pergerakan sesar Walanae menyebabkan gempa di wilayah Sengkang pada tahun 1993. Gempa terjadi dua kali dengan getaran yang cukup kuat.
Gempa pertama terjadi dengan kekuatan 5,4 Magnitudo. Kemudian disusul dengan gempa kekuatan 5,0 Magnitudo.
Pada tahun 1997 silam pergerakan Sesar Walanae mengakibatkan gempa berkekuatan 6.0 magnitudo di wilayah Pinrang. Gempa ini tercatat sebagai gempa terbesar yang dihasilkan Sesar Walanae di jalur Sulawesi Selatan.
Tercatat gempa yang dipicu Sesar Walanae tersebut berskala MMI VII di tiga wilayah, yakni Pinrang, Rappang dan Parepare. Skala ini digambarkan dengan dampak kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Sedangkan pada kondisi bangunan yang kurang baik terjadi retak-retak bahkan hancur.
Sebelumnya telah diberitakan bahwa terjadi retakan pada tanah sepanjang 2 m dengan lebar 30 cm terjadi di Kampung Ratte, Desa Suppirang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang. Pakar Geologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Adi Maulana menjelaskan bahwa retakan tersebut dipicu oleh sesar Walanae. Karena tepat di wilayah tersebut merupakan jalur patahan.
Prof Adi mengatakan jalur patahan Sesar Walanae memiliki sejumlah potensi bencana di wilayah yang dilintasi. Seperti gempa bumi, longsor, tsunami, likuifaksi hingga kebakaran lahan.
Sehingga penting untuk dilakukan langkah mitigasi. Paling utama yang harus dilakukan adalah melakukan pemetaan atau mapping pada jalur Sesar Walanae di Sulawesi Selatan (Sulsel). Hal ini untuk mengetahui daerah-daerah dengan resiko tinggi pada rute Sesar Walanae.
“Jadi ada peta yang kemudian bisa diklasifikasikan yang mana tingkat kerentanannya tinggi, mana yang menengah. Kalau kita sudah punya peta kita bisa melakukan upaya-upaya mitigasi selanjutnya secara struktural maupun non struktural,” jelasnya.
Adapun langkah mitigasi lanjutan yang dapat dilakukan antara lain
Langkah mitigasi secara struktural dapat dilakukan dengan membangun infrastruktur yang dapat meminimalisir dampak bencana di jalur sesar Walanae. Seperti memasang papan petunjuk rute evakuasi bagi masyarakat.
Selain itu, menyediakan kawasan titik kumpul bagi masyarakat jika bencana yang dipicu Sesar Walanae terjadi. Sehingga masyarakat tahu tujuan evakuasi saat ada tanda-tanda bencana.
Adapun langkah mitigasi nonstruktural yakni mengedukasi masyarakat terkait peringatan dini dan meningkatkan kewaspadaan. Edukasi ini diberikan melalui pelatihan-pelatihan.
Pelatihan ini akan meningkatkan pemahaman masyarakat terkait pentingnya early warning sistem atau sistem peringatan dini. Seperti daerah yang rawan longsor, masyarakat sudah harus waspada saat hujan deras dengan memantau pergerakan tanah.
Selain itu, memantau prakiraan cuaca yang dikeluarkan oleh BMKG juga menjadi langkah mitigasi yang cukup penting. Terutama pada wilayah di jalur Sesar Walanae yang rawan longsor.
“Kemudian bisa juga melihat peringatan dini dari BMKG. Di BMKG itu kan ada namanya prediksi hujan, intensitasnya, itu nanti bisa diambil informasi tersebut agar masyarakat bisa mengetahui sejak dini, oh mereka harus bersiap-siap kalau misalnya malamnya terjadi hujan,” pungkas Prof Adi.
Simak Video “BMKG Dorong Peran Ahli Konstruksi dalam Mitigasi Ancaman Gempa Bumi dan Tsunami“
[Gambas:Video 20detik]
(tau/hmw)
womeorI
precio priligy 30 mg norepinephrine decreased arterial responsiveness, but not sufficient to preclude effectiveness of the pressor agent for therapeutic use
tofsatmot
Ho Lower Your Blood Pressure Will Flexeril Lower Blood Pressure, Flonase And High Blood Pressure Meds Cherokee Pharmacy Blood Pressure Meds priligy and viagra combination
tofsatmot
Experimental Design to determine the priligy cost pantoprazole albuterol hfa 90 mcg inhaler side effects Armed ATF agents stand on the 11th Street Bridge adjacent to the Navy Yard complex where the shooting took place early in the morning on Sept