Reporter: Kenia Intan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah menganggarkan belanja kesehatan tahun 2022 mencapai Rp 255,3 triliun atau sekitar 9,4% dari pagu belanja yang disiapkan yang mencapai Rp 2.708,7 triliun.
Sektor kesehatan masih menjadi fokus utama pemerintah dalam penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan. Mengingat, saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi virus corona (Covid-19).
Walau begitu, menurut catatan Kontan.co.id, anggaran kesehatan tahun 2022 turun 21,8% dibanding outlook anggaran kesehatan Indonesia tahun 2021 yang mencapai Rp 326,4 triliun.
Analis Phillip Sekuritas Helen mengamati, menurunya alokasi belanja kesehatan di tahun depan tidak akan menjadi sentimen negatif yang signifikan terhadap saham-saham di sektor healthcare atau kesehatan.
Mengingat, outlook anggaran kesehatan di tahun 2021 itu sebenarnya meroket 89,5% dibandingkan realisasi tahun 2020. Kenaikan ini tidak terlepas dari tambahan belanja penaganan Covid-19 karena gelombang kedua pandemi.
Baca Juga: Ekonom: Utang Indonesia masih aman, pemerintah harus mempercepat pemulihan ekonomi
Menurutnya, selama pemerintah masih mengalokasi dana penanganan Covid-19, pergerakan saham-saham sektor kesehatan tidak akan terdampak signifikan.
Untuk saat ini, pergerakan saham-saham kesehatan lebih dipengaruhi oleh program vaksiasi yang terus berlangsung. Sebab keberhasilan program ini dapat menekan kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia. Dampaknya, kunjungan dari pasien biasa (non-covid) ke rumah sakit akan menguat kembali.
Pergerakan harga saham sektor kesehatan juga dipengaruhi tingginya permintaan vitamin dan suplemen. Adapun kenaikan permintaan ini beriringan dengan munculnya kesadaran masyarakat untuk memperhatikan kesehatan selama pandemi Covid-19.
Sementara baru-baru ini, pergerakan harga saham kesehatan dipengaruhi oleh keputusan pemrintah menurunkan batas biaya tertinggi pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) untuk Covid-19. Harga tes PCR untuk wilayah di Jawa dan Bali diturunkan menjadi Rp 495.000, sedangkan untuk luar Jawa-Bali sebesar Rp 525.000. Ketentuan batas tarif tertinggi tes PCR itu berlaku mulai. Selasa (17/8).
“Ada potensi penurunan margin laba,” jelas Helen kepada Kontan.co.id, Kamis (19/8).
Ia menambahkan, koreksi harga yang dialami emiten-emiten laboratorium bisa dimanfaatkan untuk akumulasi.
Sekadar informasi, hingga penutupan perdagangan hari ini Kamis (19/8), harga saham emiten laboratorium DGNS melorot 6,75% menajadi Rp 760 per saham. Sementara, harga saham PRDA melorot 1,07% menjadi Rp 6.925 per saham.
Terhadap saham-saham sektor kesehatan yang dicermatinya, Helen cenderung merekomendasikannya untuk jangka panjang. Di antaranya, SIDO dengan target harga Rp 875 per saham, KLBF dengan target harga Rp 1750 per saham, MIKA dengan target harga Rp 3.000 per saham, dan HEAL dengan target harga Rp 6.500 per saham.
Sementara itu, Analis RHB Sekuritas Andrey Wijaya dan Michael Setjoadi dalam risetnya mengungkapkan, emiten sektor kesehatan khususnya yang begerak di bidang farmasi, akan diuntungkan dengan anggaran APBN 2022. Misalnya, KLBF, KAEF, dan INAF. Adapun, emiten kesehatan yang bergerak di bisnis laboratorium medis, seperti PRDA dan DGNS, dinilai akan lesu.
Untuk rekomendasi saham, MIKA menjadi satu-satunya saham kesehatan yang masuk dalam 10 top picks RHB Sekuritas. Adapun saham MIKA direkomendasikan buy dengan target harga Rp 3.600 per saham. MIKA masih memiliki peluang upside hingga 56,5%.
Selanjutnya: Kementerian Keuangan menggelontorkan insentif alat kesehatan hingga ratusan miliar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News