Jakarta, CNBC Indonesia – Naskah final Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) masih menimbulkan tanda tanya. Bagaimana tidak, sejak disahkan menjadi sebuah payung hukum konkret pada Senin, 5 Oktober 2020, naskahnya kerap berubah.

Naskah yang awalnya memiliki jumlah halaman 1.028, berubah menjadi 905 halaman, dan kini menjadi 812 halaman. Masyarakat pun dibuat kebingungan dengan gonta ganti draf Cipta Kerja.

Terlepas dari hal itu, ambisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki sebuah aturan sapu jagat yang bisa menyelesaikan masalah deregulasi dan debirokratisasi akhirnya terwujud dengan adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Rencana ini sudah menjadi pembahasan dalam beberapa tahun terakhir. Kepala negara sudah tak terhitung berapa kali menyuarakan agar Omnibus Law bisa segera dieksekusi para menteri.

Jokowi mungkin saja memahami, meskipun memiliki puluhan paket kebijakan ekonomi, namun faktanya kebijakan tersebut tak cukup efektif mengatasi regulasi yang berbelit-belit dan sudah menjadi ‘kanker’ di pemerintahan.

Rumitnya perizinan, terutama di sektor ketenagakerjaan selama ini menjadi biang kerok hambatan investasi di Indonesia. Bank Dunia kala itu menemukan fakta, bahwa Indonesia tidak menerima satu pun investor China yang hengkang dari negara tersebut.


Setidaknya, ada perusahaan di China yang memindahkan produksinya keluar dari negara tersebut pada periode Juni-Agustus 2019. Mereka berpindah ke Vietnam, Kamboja, India, Malaysia, hingga Thailand. Indonesia, nihil.


Situasi ini bahkan sempat membuat Jokowi geram bukan main. Bagaimana bisa, investor tidak melirik satupun kemudahan maupun relaksasi yang diberikan pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT

“Dari investor yang kita temui, dan catatan yang disampaikan Bank Dunia kepada kita, dua bulan lalu ada 33 perusahaan di Tiongkok keluar. 23 memilih Vietnam, 10 lainnya pergi ke Malaysia, Thailand, Kamboja. Enggak ada ke kita,” tegas Jokowi saat memimpin rapat terbatas pada September 2019 lalu.

Kala itu, Jokowi mengatakan tak ada perbaikan dalam hal investasi yang berhasil dicapai oleh Indonesia meski telah berkali-kali dibahas. Hingga membuat Indonesia masih kalah dari negara tetangga.

Menurut Jokowi, Vietnam yang dulu negara tertutup kini telah berubah menjadi salah satu kekuatan ekonomi baru. Bahkan saat ini pertumbuhan ekonomi Vietnam adalah yang terbaik di antara negara-negara ASEAN 6.

Situasi ini yang pada akhirnya mendorong Jokowi bersama kabinetnya untuk memancing arus investasi masuk ke Indonesia. Omnibus Law, lantas dianggap krusial dan bisa menjadi solusi konkret mengatasi masalah tersebut.

Pasca pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja, jajaran menteri lantas kompak bersuara. Mereka menganggap, payung hukum tersebut telah menanamkan minat para investor global untuk berinvestasi di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim, setidaknya ada 143 perusahaan yang berpotensi merealokasi bisnisnya ke Indonesiia. 143 perusahaan tersebut berasal dari lima negara.

Klaim serupa juga disebutkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahaladia. Dia mengatakan, sudah ada ratusan perusahaan asing yang mengantre masuk ke Indonesia, pasca pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

“Ada 153 perusahaan yang sudah siap masuk pasca pemberlakuan UU Cipta Kerja. Dengan 153 tersebut, otomatis akan banyak menampung lapangan pekerjaan,” jelasnya beberapa waktu lalu.

source