Oleh : Indra Jaya
Disampaikan pada Seminar : Reformasi Sistem Kesehatan Nasional pada tanggal 20 Januari 2021 Oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan  (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM
Pendahuluan
Pandemi COVID-19 di Indonesia merupakan bagian dari pandemi penyakit koronavirus 2019 (COVID-19) yang sedang berlangsung di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2). Kasus positif COVID-19 di Indonesia pertama kali dideteksi pada tanggal 2 Maret 2020, ketika dua orang terkonfirmasi tertular dari seorang warga negara Jepang. Pada tanggal 9 April, pandemi sudah menyebar ke 34 provinsi dengan DKI JakartaJawa Barat dan Jawa Tengah sebagai provinsi paling terpapar virus corona di Indonesia.
COVID-19 bukanlah penyakit global pertama kali yang dihadapi Indonesia. Jauh sebelumnya, tepatnya pada 2003 pemerintah Indonesia juga pernah berhadapan dengan penyakit Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), Flu burung dan H1N1.  Jika dirunut dari sejarah dan beberapa literatur, Indonesia pernah menghadapi wabah penyakit pada 1900-an saat masih bernama Hindia Belanda. Banyak manuskrip dan testimoni dari berbagai narasumber terakit kejadian Pandemi. Beberapa bukti dari media massa di zaman tersebut yang menguatkan bahwa Covid-19 bukan pandemi pertama bagi Indonesia, di antaranya, Algemeen Handelsblad edisi 30 Oktober 1918 dengan judul Spaansche Griep (Flu Spanyol). Kedua, De Masbode edisi 7 Desember 1918 dengan judul Kolonien Uit Onze Oost, De Spaansche Ziekte op Java (Dari Timur Kami, Penyakit Spanyol di Jawa). De Telegraaf edisi 22 November 1918 yang memuat berita berjudul De Spaansche Griep op Java (Flu Spanyol di Jawa). Masih dari media yang sama, tanggal 5 Februari 1919, menurunkan berita berjudul De Spaansche Griep op Java de Officieele Sterftecijfers (Angka kematian resmi flu Spanyol di Jawa). Keempat, De Sumatra Post edisi 11 Desember 1920, menurunkan tulisan berjudul Influenza.
Jumlah penduduk Hindia Belanda tahun-tahun itu, sekitar 35 juta jiwa. Dari jumlah itu, 13,3 persen meninggal karena Flu Spanyol.  Itu artinya, lebih dari 4,6 juta nyawa meregang karena kejadian tersebut.

Upaya Pencegahan dan Pengendalian COVID-19
Setelah pengumuman adanya kasus pertama di Indonesia, pemerintah mengimbau warga untuk tidak panik, termasuk untuk tidak melakukan  panic buying.  fakta lapangan menunjukkan bahwa penularan virus korona terjadi dengan sangat cepat. Dalam 11 hari setelah pengumuman kasus pertama, jumlah kasus positif Korona mencapai 69 orang, 4 orang di antaranya meninggal dan 5 kasus sembuh. Penanganan cepat diupayakan pemerintah dengan membentuk tim satuan tugas penanggulangan covid-19 yang dipimpin langsung oleh Presiden. Kepala Badan Nasioanl Penanggulangan Bencana (BNPB) mengoordinasi tim reaksi cepat. tanggal 13 Maret 2020 Presiden menandatangai Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Gugus tugas ini dipimpin oleh Kepala BNPB, Langkah strategis juga segera diambil pemerintah terutama dalam bidang kesehatan. Rumah sakit rujukan covid-19 ditambah. Awalnya disiapkan 100 RS pemerintah ditambah menjadi 132 RS pemerintah, 109 RS milik TNI, 53 RS Polri, dan 65 RS BUMN.
Tanggal 10 Maret 2020, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menulis surat kepada Presiden Jokowi. Salah satu isi surat ini adalah agar pemerintah Indonesia meningkatkan mekanisme tanggap darurat menghadapi Covid-19 melalui deklarasi darurat nasional. Tanggal 15 Maret 2020, Presiden meminta pemda membuat kebijakan belajar dari rumah untuk pelajar dan mahasiswa. Hingga akhir Maret 2020, kasus positif covid-19 di Indonesia terus meningkat. Pada tanggal 27 Maret 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melaporkan jumlah pasien positif covid-19 mencapai 1.406 orang.
Dengan berbagai pertimbangan, Presiden Jokowi menetapkan peraturan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Selain itu, Presiden juga menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19.
Untuk melindungi warga dari risiko penularan, Presiden  menetapkan peraturan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan mulai berlaku sejak 1 April 2020. Pemerintah daerah yang ingin memberlakukan PSBB di daerahnya harus melalui persetujuan pemerintah pusat. Mekanisme dan indikator penerapan PSBB di tingkat daerah diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Provinsi pertama yang mengajukan PSBB adalah DKI Jakarta, yang menjadi wilayah terdampak korona paling tinggi. Pengajuan PSBB DKI Jakarta disetujui oleh Menteri Kesehatan Agus Terawan dengan Keputusan Menteri Kesehatan mengenai PSBB di Wilayah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 yang ditandatangani tanggal 7 April 2020.
Memasuki bulan Mei, penanganan covid-19 mendapat tantangan besar. Pasalnya, tanggal 24-25 Mei 2020 merupakan Hari Raya Idul Fitri. Sudah menjadi adat kebiasaan masyarakat untuk melakukan mudik pada kesempatan itu. Padahal, pemberlakuan PSBB di beberapa daerah belum bisa dicabut sebab kasus positif covid-19 belum menunjukkan penurunan. Selain seruan larangan mudik, sejumlah daerah yang belum menerapkan kebijakan PSBB mulai menerapkan kebijakan tersebut. Hingga akhir Mei, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 melaporkan sudah ada 29 wilayah yang menerapkan PSBB yang terdiri atas 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota.
Tidak bisa dimungkiri dengan adanya pembatasan aktivitas masyarakat, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung mandeg. Awal Juni 2020, Bank Dunia memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 0 persen pada 2020. Bahkan, dalam skenario terburuk bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus 3,5 persen. Demi mencegah situasi ekonomi Indonesia semakin tidak kondusif, pemerintah mulai melihat kemungkinan untuk melakukan relaksasi pembatasan sosial, tanggal 27 Mei 2020 dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang protokol tananan normal baru. Demi memperkuat pedoman bagaimana masyarakat dalam situasi normal baru, Kementerian Kesehatan menerbitkan  Keputusasn Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/382/2020 Tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat  dan Fasilitas umum dalam rangka Pencegahan dan Pengendalian COVID-19.  Kebijakan pemerintah untuk menerapkan normal baru ini diharap berbarengan dengan kesadaran masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan secara ketat sebab covid-19 belum sepenuhnya sirna.
Situasi Saat ini
Sampai saat ini, 18 Januri 2021 jumlah kasus di Indonesia terus meningkat tercatat 907.929 kasus dan 25.987 meninggal. Berikut sebaran kasus dari tanggal 2 Maret 2020 sampai dengan 18 Januari 2021
Ketika rumor dan ditemukan beberapa kasus di beberapa negara, Indoensia telah menagktifikan Sistem Kewaspadaan Dini  dipintu masukan Negara teaptnya sejak 6 Januari 2020, selanjutnya pendoman kesiapsiagaan di dikeluarkan  pada tanggal 28 januari 2020 dan tanggal 4 februari 2020 Menteri Kesehatan mendeklarasikan NCoV 2019  sebagai Emerging Infeksi Dieseases yang Menyebabkan wabah. Pernyataan ini mengandung arti sesuai peraturan yanga ada, segala upaya seperti pada kejadian wabah dapat dilaksanakan, misalnya mengkarantina, melakukan pembatasan dan lain-lain.
Awal Maret 2020, tepatnya tanggal 2 Maret, Indonesia melaporkan 2 kasus konfirmasi COVID-19, diawali dengan kontak dengan kasus dari luar Indonesia, 10 hari setelah merasakan gejala batuk, demam dan sesak pasien  ditetapkan suspek oleh salah satu RS Swasta  dan dirujukan ke RSPI 3  (Rumah sakit Sulianti Saroso) Rumah sakit infeksi penyakit  menular, 1 Maret dilakukan pengambilan specimen terhadap kasus dan kontak. Tanggal 2 Maret Presiden Menyatakan kedua kasus positif Corona Wuhan. Hasil investigasi oleh dinkes menemukan setelah kemkes mendapatkan informasi adanya warga jepang yang positif dan berhubungan dengan 2 kasus yang ada di Indoensia.
Ada 7 komponena dalam pengandalian pandemic yaitu : Koordinasi, Surveilansi, deteksi, pelayanan Kesehatan, Logistik, SDM, informasi dan komunikasi, 2 Maret 2020, dibentuk satgas Nasional Percepatan penanganan COVID-19 tentunya untuk memperkuat kooridnias, Surveilans dan deteksi dini melibatkan Tim gerak Cepat yanga ada diseluruh Kab/ Kota, Unit pelaksana teknis dan RS Dan pemenuhan anggaran  layanan Kesehatan, logistikm SDM dan Informasi dan Komunikasi
Diawal kasus, beberapa komponen dapat bekerja optimal, namun beberapa komponen logistic dan infromasu dan komunikasi masih menemui tantangan. Hal ini berlanjut seiring bertambahnya kasus seperti di grafik, Ketika kasus sudah mulai meningkat komponen (system) mulai menurun performasnya, logistik khususnya APD sulit ditemukan, surveilans (kontak tracing) tidak maksimal, deteksi kasus di lab membutuhkan waktu yang cukup lama, SDM dirasakan kurang di. Beberapa pelayanan Kesehatan, begitu juga dengan pelayanan Kesehatan kebutuhan tempat tidur dan ICU meningkat. Saat ini, kita sudah tersedia 566 jejaring lab, 922 RS rujukan, 13.000 tenaga sukarela namun tantangan masih dirasakan terkait pelayanan Kesehatan (tempat tidur dan ICU). Upaya penting saat ini yang dilakukan adalah vaksinasi dan telah dimulai dengan vaksinasi ke Presiden RI 15 januari 2021
Kasus virus corona di Indonesia sudah berlangsung selama sepuluh bulan sejak diumumkan pertama pada 2 Maret 2020 silam. Hingga saat ini, kasus penyebaran virus yang pertama kali disebut menyebar di Wuhan, China tersebut belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Bahkan beberapa hari terakhir, kasusnya semakin melonjak. Sampai 17 Janurai 2021 seluruh provinsi sudah melaporkan adanya kasus. Dengan kasus tertinggi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Sumatera barat, Banten dan Bali.
Hampir seluruh kab/ kota di Indonesia telah melaporakan adanya kasus covid-19, saat ini hanya 4 kab di Provinsi Papua yang belum menemukan kasus yaitu : kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, kabupaten Puncak dan Kabupaten Pengunungan Arfak.
Ketahan Sistem Kesehatan
Ketahanan sistem kesehatan sebelumnya didefinisikan sebagai “kapasitas pelaku kesehatan, institusi, dan populasi untuk mempersiapkan dan merespon krisis secara efektif; mempertahankan fungsi inti saat krisis melanda; dan, berdasarkan pelajaran yang didapat selama krisis, mengatur ulang jika kondisinya mengharuskan”. Sistem kesehatan yang tidak siap di seluruh dunia secara tidak sengaja berkontribusi pada penularan penyakit selama epidemi, sistem kesehatan yang tidak siap menghadapi bencana juga tidak dapat memberikan layanan penting. Banyak negara telah memberikan komitmen sumber daya dan upaya menuju penguatan sistem kesehatan berdasarkan bencana baru-baru ini, tetapi rencana dan pendekatan yang dapat ditindaklanjuti untuk membangun sistem kesehatan yang tangguh belum mencapai konsensus.
Tinjauan independen atas tanggapan global terhadap wabah Ebola 2014-2016 telah menekankan pentingnya menetapkan metrik untuk menilai dan memantau kemajuan dalam meningkatkan kapasitas negara dalam menanggapi keadaan darurat kesehatan masyarakat. Pada tahun 2016, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat alat Evaluasi Eksternal Bersama (JEE) Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) — kerangka kerja dan proses yang dirancang untuk mengukur kapasitas negara dalam mengimplementasikan persyaratan IHR, yang mencakup kemampuan untuk mencegah , mendeteksi, dan menanggapi keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional. Sejak diperkenalkan, JEE telah menjadi alat penting yang digunakan oleh negara-negara untuk menilai kapasitas mereka dalam menghadapi wabah penyakit menular dan keadaan darurat kesehatan masyarakat lainnya. Hingga saat ini, lebih dari 100 negara telah melakukan penilaian JEE. Beberapa negara yang telah menjalani penilaian JEE juga mulai mengembangkan rencana aksi untuk mengatasi kesenjangan yang ditemukan di JEE mereka. Terlepas dari kemajuan ini, fasilitas kesehatan tetap rentan terhadap keadaan darurat kesehatan masyarakat.
Menurut Kruk et al. mendeskripsikan sistem kesehatan yang tangguh sebagai sistem yang “terintegrasi dengan upaya yang ada untuk memperkuat sistem kesehatan,” mampu “mendeteksi dan menafsirkan tanda peringatan lokal dan dengan cepat meminta dukungan,” mampu memberikan pelayanan untuk populasi yang beragam, mampu “mengisolasi ancaman dan mempertahankan fungsi inti, “dan mampu” beradaptasi dengan perubahan Kesehatan.   Untuk  mempercepat upaya pengengendalian pandemic dan mengantisipasi kejadian pandemic dimasa mendatang diperlukan penguatan/ reformasi system Kesehatan.
Reformasi Sistem Kesehatan dalam menghadapi pandemic
Kajina penguatan system telah dimulai tahun 2018. Health Sector Review (HSR) 2018 dimaksudakna untuk memperkuat Sistem Kesehatan Nasional dengan fakus penguatan pelayanan kesehatan dalam menghadapi penuaan penduduk dan peluang bonus demografi, penurunan kematian ibu dan neonatal, perbaikan gizi, pengendalian penyakit menular dan penyakit infeksi baru serta pengendalian penyakit tidak menular dan faktor resiko. Lingkup penguatan meliputi  pemenuhan SDM serta farmasi dan alat kesehatan, penguatan pengawasan obat makanan, pelayanan kesehatan yang berkualitas dan merata, peningkatan efektivitas pembiayaan kesehatan dan JKN, serta penguatan tata kelola dan sistem informasi kesehatan.
Beberapa isu yang dibahas  antara lain Upaya kesehatan yang menekankan pada upaya promotif dan preventif, pentingnya kerjasama multi-sektor, peningkatan peran swasta dalam mempercepat pembangunan infrastruktur dan pelayanan kesehatan di berbagai wilayah, peningkatan peran serta masyarakat, penguatan kapasitas daerah dalam mengelola pembangunan kesehatan di wilayah, penguatan regulasi serta penguatan sistem informasi untuk mendukung percepatan pembangunan kesehatan.
Tahun 2020 sebagai dampak dari Pandemi dilakukan berbagai upaya untuk  melakukan Reformasi Sistem Kesehatan Nasional 2021-2024, Fokus yang akan di reformasi sesuai dengan Arahan Presiden yaitu  penguatan sistem kesehatan sebagai bagian dari Pembelajaran pasca COVID-19  dengan Melibatkan Banyak Kementarian/ Lembaga seluruh Sub SKN (Upaya Kesehatan, Pemberdayaan masyarakat, Tenaga Kesehatan, Farmalkes, Manajemen Kesehatan, Litbangkes dan Pembiayaan Kesehatan)  dan Dukungan (regulasi, pendanaan tahundan kelembagaan).
Catatan diatas menunjukan bahwa sudah ada rencana untuk melakukan penguatan yang sudah dicanangkan tahun 2018 yang focus kepada pelayanan Kesehatan, kejadin covid-19 merubahan focus penguatan menjadi reformasi system Kesehatan yanga diharapkan mampu menyelesaikan pandemic dan antisipasi kejadaian dimasa yang akan dating.
Indikator reformasi system kesehatan
Perluasan Covid-19 telah sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat di seluruh dunia, menewaskan ratusan ribu orang, membuat sistem kesehatan mengalami tekanan yang sangat besar (selain mengganggu aktivitas ekonomi dan mengubah perilaku pribadi dan sosial). Dua elemen penting untuk memantau evolusi pandemi serta menganalisis keefektifan tindakan respons: data yang dapat diandalkan dan indikator yang berguna.
Sampai saat ini, banyak literatur yang secara khusus mereferensikan ketahanan sistem kesehatan berfokus pada atribut tingkat tinggi, daripada mengidentifikasi kapasitas spesifik yang dibutuhkan sistem kesehatan untuk tahan terhadap wabah penyakit menular dan bahaya alam. Misalnya, lima atribut Kruk dkk. Dari sistem kesehatan yang tangguh mencakup sistem yang “mengatur dirinya sendiri, dengan kemampuan untuk  mengidentifikasi dengan cepat dan mengisolasi ancaman dan menyiapkan sumber daya.
Beberapa hal yang bisa menjadi acuan yang dapat menjadau indikator dalam penguatan system kesehetan pada masa pandemic, antara lain :
Kesimpulan
Tema dan kapasitas yang diidentifikasi dalam tinjauan pustaka kami memberikan langkah awal dalam menyempurnakan perencaan stretgis dalam  memperkuat ketahanan sistem kesehatan untuk memungkinkan para pelaku di berbagai sektor sistem kesehatan mengambil tindakan untuk dapat merespons dan pulih dari wabah penyakit menular dan bahaya alam.  Masih ada kebutuhan untuk mendefinisikan lebih lanjut konsep reformasi sehingga sistem kesehatan dapat secara bersamaan mencapai transformasi berkelanjutan dalam praktik kesehatan masyarakat dan pemberian layanan kesehatan serta meningkatkan kesiapsiagaan mereka untuk keadaan darurat. 
©DitJen P2P – All rights reserved. Semua konten yang termuat di website ini merupakan hak milik DitJen P2P Kementerian Kesehatan.

source