Spotlight
Tim detikX menemukan, terdapat 17 korban gagal ginjal akut yang diduga karena mengkonsumsi obat produksi PT Afifarma. BPOM sempat menyatakan obat itu aman. Namun mereka merevisinya Senin lalu.
Ilustrasi : Edi Wahyono
Pada rentang waktu 21 hingga 26 Oktober, tim detikX melakukan penelusuran dan bertemu dengan lima orang tua korban gagal ginjal akut. Kesamaannya, sebelum sakit parah, kelima anak mereka mengkonsumsi obat Paracetamol Drops dan Syrup produksi PT Afifarma atau Afi Farma Pharmaceutical Industries.
Seorang pejabat Kementerian Kesehatan juga membenarkan obat produksi PT Afifarma menjadi yang paling banyak dikonsumsi korban gagal ginjal akut. “Iya benar, kami ambil dari rumah korban dan kami tanya mana yang dikonsumsi. Paling banyak sirup itu,” ujarnya kepada reporter detikX.
Kemudian, pada 22 Oktober, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan Paracetamol Drops dan Paracetamol Syrup dari PT Afifarma aman sepanjang digunakan sesuai dengan aturan pakai. Keterangan tersebut tercantum dalam Lampiran ke-2, Penjelasan BPOM bernomor HM.01.1.2.10.22.173.
Sejumlah orang tua korban yang merasa heran terhadap rilis resmi BPOM tersebut memutuskan menghubungi satu dengan lainnya. Mereka membentuk grup WhatsApp dan mendata obat-obat yang dikonsumsi oleh anak mereka. Dari sana, didapati setidaknya terdapat 15 anak yang mengkonsumsi parasetamol keluaran PT Afifarma. Di sisi lain, terdapat dua korban yang detikX temukan dan belum masuk ke daftar tersebut. Dengan itu, setidaknya terdapat 17 korban yang sudah terkonfirmasi menggunakan obat PT Afifarma.
Bahan baku obat yang disita BPOM dan kepolisian karena mengandung cemaran berbahaya, SEnin (31/10/2022)
Foto : Khadijah Nur Azizah/detikHealth
“Itu bukan keseluruhan, kami terus data, sementara itu keluarga yang bisa kami jangkau,” ucap salah satu orang tua korban kepada reporter detikX.
Pada periode yang sama, kepolisian mulai bergerak setelah berkoordinasi dengan Kemenkes dan BPOM pada 21 Oktober. Pada 25 dan 26 Oktober, akhirnya penyelidik kepolisian bertandang ke salah satu rumah korban untuk meminta sejumlah keterangan.
Salah satu orang tua korban kepada detikX mengaku didatangi polisi dari Bareskrim Polri sebanyak dua kali. Mereka disebut banyak menanyakan jenis dan merek obat yang dikonsumsi para korban. Terutama obat produksi PT Afifarma yang paling banyak ditemukan.
“Mereka minta keterangan dari sore sampai malam, cukup lama. Katanya sih mulai fokus ke Afifarma. Rencananya mereka akan datang lagi dan kami diminta membuat laporan,” ujar salah satu orang tua korban kepada reporter detikX yang identitasnya enggan disebarkan.
Kepada orang tua korban, kepolisian juga bercerita akan mengusut tidak hanya produsen, tetapi juga lembaga pengawas dan pemberi izin edar obat. Namun kepolisian juga sempat mengaku agak kesulitan memperoleh data terkait korban dan obat-obat yang dikonsumsinya.
“Kata penyidik sudah diamankan semua temuannya, tinggal Afifarma ini cukup sulit karena sempat dinyatakan aman oleh BPOM,” tuturnya.
Salah satu orang tua korban lainnya mengaku didatangi kepolisian hingga empat kali. Dia juga sempat dimintai keterangan selama empat jam. Sama seperti sebelumnya, penyidik menyampaikan bahwa sedang menyelidiki kaitan obat sirup produksi Afifarma dengan kasus gagal ginjal akut.
“Iya, mereka minta sampel obat anak saya dan katanya memang Afifarma ini yang kemungkinan besar jadi sebabnya,” ujarnya kepada reporter detikX.
Selain dua orang tua korban tersebut, setidaknya ada dua orang lagi yang terkonfirmasi telah dimintai keterangan oleh kepolisian. Keempatnya juga dimintai keterangan terkait obat produksi PT Afifarma yang dikonsumsi oleh anak-anak mereka berdasarkan resep yang diberikan dokter dengan menggunakan BPJS Kesehatan.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto membenarkan bahwa anggotanya telah meminta keterangan kepada beberapa orang tua korban. Dia mengatakan kepolisian akan terus mengusut kasus itu sampai tuntas.
“Ya, semua harus bertanggung jawab, termasuk produsen dan pengawas, baik dari kalangan internal perusahaan maupun pemerintah,” ucapnya kepada reporter detikX.
Pipit menjelaskan pihaknya telah mengambil sampel obat dari rumah korban, terutama produksi Afifarma. Saat ini perusahaan tersebut juga dalam proses pemeriksaan oleh Bareskrim Polri, termasuk terkait bahan baku obatnya.
“Kita lihat bahan bakunya, apakah pelarut ini misal lebih murah atau mahal, nanti akan ada konsekuensi ke keuntungan atau seperti apa. Kita akan lihat ini kelalaian atau kesengajaan,” ujarnya.
Sialnya, pada 31 Oktober, ada temuan baru. Kepala BPOM Penny K Lukito menegaskan tiga obat PT Afifarma mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas. Keterangan ini berkebalikan dengan penjelasan BPOM pada 22 Oktober, yang menyatakan obat tersebut aman.
“Produk yang melebihi ambang batas aman yaitu Paracetamol Drops, Paracetamol Sirup Rasa Peppermint dan Vipcol Sirup produksi PT Afifarma,” kata Penny dalam konferensi pers di Serang, Banten. Untuk detail spesifikasi ketiga obat tersebut, silakan melihat infografik naskah ini.
Penny juga menegaskan tiga obat PT Afifarma tersebut akan dihentikan produksi dan distribusinya. PT Afifarma juga akan dikenai sanksi administratif berupa penarikan dan pemusnahan produk obat. Bekerja sama dengan kepolisian, BPOM juga akan mendalami terkait pelanggaran pidananya. Hal tersebut tercantum dalam siaran pers yang disebarkan melalui website resmi BPOM kemarin.
Salah satu narasumber detikX yang mengetahui proses penelusuran di dalam BPOM menjelaskan alasan dapat berubahnya status Afifarma. Menurutnya, BPOM belum selesai melakukan pengujian batch obat saat pengumuman pada 22 Oktober.
“Batch terbaru yang diteliti menunjukkan adanya cemaran di produk Afifarma,” ujarnya kepada reporter detikX.
Kemarin, Manajer Pemastian Mutu PT Afifarma, Aynarwati Suwito, bersurat kepada perusahaan yang mendistribusikan obat. Aynarwati meminta agar tiga obat produksi PT Afifarma yang dinyatakan tidak aman oleh BPOM itu ditarik peredarannya dari instalasi farmasi pemerintah, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, dan praktik mandiri.
Saat dimintai konfirmasi, Aynarwati enggan memastikan adanya surat bernomor 1008/AFB/XI/22 perihal penarikan produk obat dari peredaran tersebut. Padahal dalam surat itu tercantum nomor ponselnya.
Baca Juga : Kerugian Tak Tergantikan Pasien Gagal Ginjal
BPOM dan Bareskrim Polri saat konferensi pers bersama terkait kandungan EG dan DEG pada obat, Senin (31/10/2022).
Foto : Khadijah Nur Azizah/detikHealth
“Maaf, Pak, saya tidak bisa jawab karena itu untuk distributor,” kata Aynarwati saat dimintai konfirmasi reporter detikX pagi tadi.
Sebelumnya, pada 20 Oktober, PT Afifarma juga mengirimkan surat bernomor 963/AF/X/22 yang ditujukan kepada loyal customers di seluruh Indonesia. Surat itu ditandatangani Aynarwati dan Direktur PT Afifarma Arief Prasetya Harahap. Isinya, mereka menyatakan sirup cairan oral dari PT Afifarma tidak mengandung EG dan DEG. Mereka juga mengklaim seluruh bahan baku telah mendapat persetujuan BPOM.
“Maaf, Pak, saya tidak tahu, tidak bisa bicara,” kata Aynarwati ketika dimintai konfirmasi terkait surat ke konsumen tersebut.
PT Afifarma memiliki rekam jejak yang buruk. Mereka pernah disemprit BPOM karena melakukan pelanggaran. Pada 2013, salah satu produk PT Afifarma, yaitu obat Afidex, ditarik izin edarnya oleh BPOM. Penarikan itu dilakukan karena Afidex mengandung dekstrometorfan.
Tidak hanya itu, pada 2016, PT Afifarma pernah digerebek oleh Bareskrim Polri. Hal itu karena perusahaan tersebut memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi. Pada 12 Mei 2016, sertifikat CPOB PT Afifarma dicabut oleh BPOM melalui surat ST.03.02.1.33.05.16.2289. Hal tersebut terkait tablet salut nonbetalaktam dan kapsul keras nonbetalaktam.
Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, May Rahmadi
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban