Oleh: Rebecca Marian *)
Gubernur Papua, Lukas Enembe saat ini tengah menjadi sorotan masyarakat karena kasus yang menimpa dirinya. Mulai dari dugaan korupsi hingga melakukan perjudian di luar negeri tepatnya di Filipina, Malaysia, dan Singapura. Pada 5 September 2022 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua, dugaan gratifikasi sebesar Rp 1 Miliar, penyalahgunaan dana pengelolaan PON XX Papua, dan pencucian uang.
Semua itu bermula dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkapkan bahwa sejak tahun 2017 ada 12 dugaan pengelolaan keuangan yang tidak wajar oleh Gubernur Papua. Laporan tersebut langsung diteruskan kepada KPK untuk diperiksa lebih lanjut.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri telah mengirimkan surat panggilan kepada Lukas Enembe sebanyak 2 (dua) kali dengan panggilan pertama dilakukan pada 7 September 2022 atau 2 (dua) hari setelah penetapan tersangka Lukas Enembe dan panggilan kedua dilakukan pada 12 September 2022. Namun, Lukas Enembe mengabaikan kedua panggilan tersebut dengan alasan kondisi kesehatan yang kurang baik.
Pihak Lukas Enembe mengajukan permohonan untuk berobat ke Singapura. Akan tetapi, KPK tidak mengabulkan permintaan tersebut karena ia masih dalam status pencegahan ke luar negeri hingga Maret 2023. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mempersilakan Lukas Enembe untuk diperiksa oleh dokter spesialis di Indonesia.
Menurutnya, Lukas Enembe tidak perlu repot-repot berobat ke luar negeri karena Indonesia tidak kekurangan dokter yang ahli di bidangnya. KPK juga akan menggandeng Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk membantu proses pemeriksaan kesehatan, namun Enembe bersikeras untuk diperiksa dengan dokter pribadinya yang diterbangkan dari Singapura. Dokter pribadi tersebut terdiri dari dokter spesialis jantung, dokter spesialis sub-ginjal, serta dokter internis dan 2 (dua) perawat dari Singapura yang diterbangkan ke Jayapura, Papua.
Berdasarkan surat keterangan dokter pribadi dan rumah sakit yang ada di Singapura, Lukas Enembe memang harus rutin memeriksakan kesehatannya. Hal itu menjadi pertimbangan KPK dalam memanggil Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka. Alexander Marwata mengatakan pihaknya tidak akan melakukan penjemputan paksa mengingat kondisi kesehatan Lukas Enembe.
Hasil kesepakatan dari rapat koordinasi antara Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kementerian Dalam negeri (Kemendagri), Kementerian Kesehatan, TNI-Polri, Polda Papua, Kodam Cendrawasih, serta IDI yaitu akan memberangkatkan tim dari KPK ke Papua yang diikuti oleh tim IDI untuk memeriksa Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dan gratifikasi. Namun demikian, Ketua KPK, FirliBahuri belum memastikan jadwal pemeriksaan Lukas Enembe.
Sebelumnya, Kapolda Papua, IrjenMathius D. Fakiri telah menyambangi Lukas Enembe di kediamannya, Koya Tengah, Jayapura, Papua pada Jumat pekan lalu. Setelah berhasil menemui Lukas, IrjenMathius memastikan Gubernur Papua tersebut bersedia mengikuti proses hukum yang sedang berjalan dan mengikuti seluruh rangkaian pemeriksaan kesehatan oleh tim IDI yang ditunjuk KPK. Pernyataan Kapolda Papua tersebut membuat KPK memiliki titik terang dalam proses pengusutan tuntas kasus Lukas Enembe dan langsung memutuskan untuk mengirim tim penyidik dan tim medis IDI berangkat ke kediamannya di Papua.
KPK tidak bisa hanya mengacu pada keterangan dokter pribadi milik Lukas saja melainkan harus mendapatkan second opinion untuk hasil pemeriksaan yang lebih objektif. Maka dari itu, Alexander mengatakan pemeriksaan medis yang dilakukan oleh tim IDI terhadap Lukas Enembe semata-mata untuk keperluan hukum yang nantinya akan memenuhi kebutuhan second opinion tersebut. Lanjutnya, pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh tim IDI ini akan menentukan langkah selanjutnya yang akan diambil KPK.
Masyarakat Papuapun mendukung proses hukum yang berlaku dan berharap aparat pemerintah melakukan penyidikan seadil-adilnya, jujur, dan terbuka untuk kepentingan negara.Tokoh Pemuda Papua, MartinusKasuay mendukung upaya KPK untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi Lukas Enembe.
Menurutnya, sudah sewajarnya siapapun yang bersalah harus diberikan sanksi hukuman pidana sesuai dengan proses hukum yang berlaku meskipun orang tersebut mempunyai jabatan di pemerintahan termasuk Gubernur Papua. Hal ini juga disetujui oleh Tokoh Adat Papua, Gasper May yang menyatakan masyarakat Papua tidak perlu melakukan intervensi terhadap kasus Lukas Enembe dalam bentuk apapun karena sudah menjadi kewenangan penegak hukum. Semua pihak harus menghormati dan mengikuti proses hukum yang ada karena hukum adalah panglima di Indonesia. *)Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta
Oleh: Rebecca Marian *)
Gubernur Papua, Lukas Enembe saat ini tengah menjadi sorotan masyarakat karena kasus yang menimpa dirinya. Mulai dari dugaan korupsi hingga melakukan perjudian di luar negeri tepatnya di Filipina, Malaysia, dan Singapura. Pada 5 September 2022 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua, dugaan gratifikasi sebesar Rp 1 Miliar, penyalahgunaan dana pengelolaan PON XX Papua, dan pencucian uang.
Semua itu bermula dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkapkan bahwa sejak tahun 2017 ada 12 dugaan pengelolaan keuangan yang tidak wajar oleh Gubernur Papua. Laporan tersebut langsung diteruskan kepada KPK untuk diperiksa lebih lanjut.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri telah mengirimkan surat panggilan kepada Lukas Enembe sebanyak 2 (dua) kali dengan panggilan pertama dilakukan pada 7 September 2022 atau 2 (dua) hari setelah penetapan tersangka Lukas Enembe dan panggilan kedua dilakukan pada 12 September 2022. Namun, Lukas Enembe mengabaikan kedua panggilan tersebut dengan alasan kondisi kesehatan yang kurang baik.
Pihak Lukas Enembe mengajukan permohonan untuk berobat ke Singapura. Akan tetapi, KPK tidak mengabulkan permintaan tersebut karena ia masih dalam status pencegahan ke luar negeri hingga Maret 2023. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mempersilakan Lukas Enembe untuk diperiksa oleh dokter spesialis di Indonesia.
Menurutnya, Lukas Enembe tidak perlu repot-repot berobat ke luar negeri karena Indonesia tidak kekurangan dokter yang ahli di bidangnya. KPK juga akan menggandeng Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk membantu proses pemeriksaan kesehatan, namun Enembe bersikeras untuk diperiksa dengan dokter pribadinya yang diterbangkan dari Singapura. Dokter pribadi tersebut terdiri dari dokter spesialis jantung, dokter spesialis sub-ginjal, serta dokter internis dan 2 (dua) perawat dari Singapura yang diterbangkan ke Jayapura, Papua.
Berdasarkan surat keterangan dokter pribadi dan rumah sakit yang ada di Singapura, Lukas Enembe memang harus rutin memeriksakan kesehatannya. Hal itu menjadi pertimbangan KPK dalam memanggil Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka. Alexander Marwata mengatakan pihaknya tidak akan melakukan penjemputan paksa mengingat kondisi kesehatan Lukas Enembe.
Hasil kesepakatan dari rapat koordinasi antara Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kementerian Dalam negeri (Kemendagri), Kementerian Kesehatan, TNI-Polri, Polda Papua, Kodam Cendrawasih, serta IDI yaitu akan memberangkatkan tim dari KPK ke Papua yang diikuti oleh tim IDI untuk memeriksa Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dan gratifikasi. Namun demikian, Ketua KPK, FirliBahuri belum memastikan jadwal pemeriksaan Lukas Enembe.
Sebelumnya, Kapolda Papua, IrjenMathius D. Fakiri telah menyambangi Lukas Enembe di kediamannya, Koya Tengah, Jayapura, Papua pada Jumat pekan lalu. Setelah berhasil menemui Lukas, IrjenMathius memastikan Gubernur Papua tersebut bersedia mengikuti proses hukum yang sedang berjalan dan mengikuti seluruh rangkaian pemeriksaan kesehatan oleh tim IDI yang ditunjuk KPK. Pernyataan Kapolda Papua tersebut membuat KPK memiliki titik terang dalam proses pengusutan tuntas kasus Lukas Enembe dan langsung memutuskan untuk mengirim tim penyidik dan tim medis IDI berangkat ke kediamannya di Papua.
KPK tidak bisa hanya mengacu pada keterangan dokter pribadi milik Lukas saja melainkan harus mendapatkan second opinion untuk hasil pemeriksaan yang lebih objektif. Maka dari itu, Alexander mengatakan pemeriksaan medis yang dilakukan oleh tim IDI terhadap Lukas Enembe semata-mata untuk keperluan hukum yang nantinya akan memenuhi kebutuhan second opinion tersebut. Lanjutnya, pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh tim IDI ini akan menentukan langkah selanjutnya yang akan diambil KPK.
Masyarakat Papuapun mendukung proses hukum yang berlaku dan berharap aparat pemerintah melakukan penyidikan seadil-adilnya, jujur, dan terbuka untuk kepentingan negara.Tokoh Pemuda Papua, MartinusKasuay mendukung upaya KPK untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi Lukas Enembe.
Menurutnya, sudah sewajarnya siapapun yang bersalah harus diberikan sanksi hukuman pidana sesuai dengan proses hukum yang berlaku meskipun orang tersebut mempunyai jabatan di pemerintahan termasuk Gubernur Papua. Hal ini juga disetujui oleh Tokoh Adat Papua, Gasper May yang menyatakan masyarakat Papua tidak perlu melakukan intervensi terhadap kasus Lukas Enembe dalam bentuk apapun karena sudah menjadi kewenangan penegak hukum. Semua pihak harus menghormati dan mengikuti proses hukum yang ada karena hukum adalah panglima di Indonesia. *)Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta
Alamat: Jl. MT Haryono No. 88
Tlp. 0531-32050, Fax. 0531-34374
Sampit Kalimantan Tengah
Email: redaksi@radarsampit.com,
redaksi.radarsampit@gmail.com

source