Kreativitas mode nan elok terus lahir dari para pelaku usaha fesyen di Kota Magelang, Jawa Tengah. Melalui sejumlah inovasi, mereka menghasilkan karya-karya yang berhasil menembus pasar.
Retno Setyaningsih, pemilik usaha Amung Godhong Ecoprint, menata kain yang diwarnai dengan kombinasi teknik shibori dan ecoprint di tempat usaha miliknya di Kelurahan Girimulyo, Magelang Selatan, Kota Magelang, Jawa Tengah, Selasa (18/10/2022). Kain tersebut diproduksi dengan bahan alami agar bersifat ramah lingkungan.
Kreativitas mode nan elok terus lahir dari para pelaku usaha fesyen di Kota Magelang, Jawa Tengah. Melalui sejumlah inovasi, misalnya mengombinasikan teknik pewarnaan dan membuat motif batik khas Magelang, mereka menghasilkan karya-karya yang berhasil menembus pasar.
Inovasi itu antara lain ditunjukkan Retno S Larasati (50), pemilik usaha Amung Godhong Ecoprint di Kota Magelang. Perempuan itu telah menekuni dunia mode sejak tahun 2016 lantaran hobi dan kecintaannya pada seluk-beluk busana. Mulanya, Retno menjajal produksi kain menggunakan pewarna sintetis atau kimia. Namun, setelah berjalan dua tahun, dia menyadari betapa tinggi risiko pewarna kimia terhadap kesehatan dan lingkungan.
Itulah kenapa, pada tahun 2018, Retno mantap beralih kepada ecoprint. Secara sederhana, ecoprint adalah teknik memberi motif dan warna pada kain, kulit, kertas, atau medium lain dengan bahan alami, seperti daun, bunga, kayu, atau lainnya. Dengan pewarnaan dari daun dan biji-bijian, Retno berupaya menciptakan kain dengan corak khas tapi juga sekaligus ramah bagi lingkungan serta kesehatan.
Namun, ketika usahanya mulai berkembang, pandemi Covid-19 datang melanda dan memukul hampir semua sektor usaha, termasuk industri fesyen. Lembaran kain ecoprint produksi Retno pun banyak menumpuk di rumah. Meski begitu, dia tak menyerah.
Mahasiswa magang menggarap kain yang diproduksi dengan teknik ecoprint dan shibori di tempat usaha Amung Godhong Ecoprint, Kelurahan Girimulyo, Magelang Selatan, Kota Magelang, Jawa Tengah, Selasa (18/10/2022).
Dengan tekad dan keberanian berinovasi, Retno memutuskan memotong-motong lembaran kain itu untuk dijadikan aneka barang siap pakai, seperti sarung bantal, topi, kaus, kemeja, kebaya, tas, masker, juga gorden.
“Sebenarnya hati saya teriris-iris ketika mengguntingi kain-kain itu. Tapi mau bagaimana lagi, daripada cuma menumpuk tidak laku, saya coba membuat barang siap pakai,” tutur Retno saat ditemui di rumahnya di Magelang, Selasa (18/10/2022).
Baca juga: Kreasi Kriya dari Limbah Kayu di Kota Magelang
Upaya itu ternyata membuahkan hasil. Hasil kreasi Retno pun dilirik konsumen sehingga laku dijual. Meski begitu, pencapaian tersebut tak membuatnya puas. Retno ingin membuat kain yang khas dan berbeda dari usaha ecoprint lainnya.
Retno lalu melirik teknik pewarnaan shibori dari Jepang untuk dipadupadankan dengan teknik ecoprint. “Teknik shibori itu dikenal juga dengan teknik tie dye atau teknik ikat celup. Mirip dengan jumputan atau sasirangan di Kalimantan,” tutur dia.
Retno Setyaningsih, pemilik usaha Amung Godhong Ecoprint, menunjukkan teknik pewarnaan kain menggunaan teknik shibori di tempat usaha miliknya di Kelurahan Girimulyo, Magelang Selatan, Kota Magelang, Jawa Tengah, Selasa (18/10/2022).
Perpaduan ecoprint dengan shibori itulah yang melahirkan produk khas yang dinamai Retno sebagai ecoshibori. Pada selembar kain ecoshibori, terdapat motif dedaunan yang berasal dari teknik ecoprint yang kemudian dikombinasi dengan teknik shibori dengan beragam motif, misalnya itajime, arashi, dan nui.
Karena menggunakan teknik ikat dan celup, proses pembuatan sehelai kain ecoshibori minimal membutuhkan waktu dua minggu. “Semakin rumit detail motif yang digarap, semakin lama dan sulit juga pengerjaannya. Ada yang butuh waktu satu bulan untuk menggarapnya,” ungkap Retno yang kini mempekerjakan tiga orang karyawan.
Selembar kain ecoshibori ukuran 2 meter x 1,15 meter dibanderol Rp 600.000 hingga Rp 2 juta. Kreasi itu memberikan nilai lebih dibanding sekadar menjual satu lembar kain ecoprint di kisaran harga Rp 300.000. Pada produk ecoshibori, Retno juga membuat barang jadi seperti kaus yang dijual Rp 280.000, kemeja seharga Rp 575.000, serta topi dengan harga Rp 110.000-Rp 160.000.
Uniknya, para pembeli produk itu mendapat bonus berupa buah lerak yang berfungsi untuk mencuci kain ecoshibori. “Buah lerak ini sering dipakai orang-orang dulu untuk mencuci batik sehingga batiknya awet,” tutur Retno.
Retno Setyaningsih, pemilik usaha Amung Godhong Ecoprint, menata pakaian yang kainnya diwarnai dengan kombinasi teknik shibori dan ecoprint di tempat usaha miliknya di Kelurahan Girimulyo, Magelang Selatan, Kota Magelang, Jawa Tengah, Selasa (18/10/2022).
Dengan kapasitas produksi 100 lembar kain per bulan, omset per bulan Amung Godhong Ecoprint sekitar Rp 50 juta tiap bulan. Menyasar pembeli dari kelompok menengah ke atas, produk fesyen kreasi Retno itu telah terjual di berbagai wilayah Nusantara serta sejumlah negara lain, misalnya Australia, Belanda, dan India.
Retno lalu melirik teknik pewarnaan shibori dari Jepang untuk dipadupadankan dengan teknik ecoprint.
Batik-jumputan
Kegigihan berinovasi juga ditunjukkan Tri Wahyuningtyas (49), pemilik usaha Batik Nok Iyas di Kelurahan Kramat Utara, Kota Magelang. Berawal dari kesukaannya pada menjahit, perempuan yang akrab dipanggil Tyas itu menggeluti usaha fesyen sejak tahun 2013.
Mulanya, produk fesyen karya Tyas menggunakan teknik jumputan, yakni teknik pewarnaan kain dengan diikat, dicelup, dan dilipat-lipat untuk menghasilkan aneka motif atau corak yang khas. Untuk membuat pembeda, Tyas lalu mengombinasikan teknik jumputan dengan batik. “Salah satu kekhasan produk saya adalah kombinasi antara jumputan dengan batik,” tuturnya.
Produk jumputan karya Tyas memiliki beragam motif, misalnya daun, bunga, lingkaran, dan kotak-kotak. Dengan teknik jumputan, gradasi pewarnaan tampak variatif dan sebagian galur motif tampak menyerupai matahari yang memancarkan sinarnya.
Dengan memakai pewarna sintesis, proses pembuatan satu lembar kain itu membutuhkan waktu sekitar dua hari. Setiap lembar kain dijual dengan harga Rp 165.000 hingga Rp 300.000. Tyas pun membuat produk siap pakai seperti kaus jumputan serta masker jumputan. Dalam sebulan, Tyas yang dibantu dua orang karyawan bisa memproduski 20 kain.
Baca juga: Nyala Kreativitas Seniman Muda Magelang
Iwing Sulistiyawati (47) pemilik usaha Iwing Batik Kebonpolo menunjukkan batik dengan motif Magelang Sejuta Bunga di rumahnya di Wates Tengah, Kelurahan Wates, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, Selasa (18/10/2022).
Inovasi terus-menerus juga dilakukan pasangan suami istri Eko Sulistyo (47) dan Iwing Sulistiyawati (47), pemilik usaha Iwing Batik Kebonpolo di Kelurahan Wates, Kota Magelang. Setelah mengikuti pelatihan membatik pada tahun 2012, Iwing yang sehari-hari merupakan ibu rumah tangga mulai memproduksi batik cap pada 2013.
Seiring berjalannya waktu, Iwing dan Eko mencoba berinovasi dengan mengembangkan motif batik yang khas Magelang. Mereka lalu membuat motif batik sesuai dengan nama daerah di Magelang, misalnya motif bayeman, tidar, kebonpolo, dan jaranan. “Kami punya target dalam setahun itu punya tiga motif baru,” tutur Eko.
Iwing juga membuat motif batik berdasarkan hal-hal ikonik di Magelang. Salah satunya adalah motif Magelang Sejuta Bunga yang digagas bersama pengurus Karang Taruna dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang. Selain itu, ada juga batik motif water toren atau penampung air yang menjadi ikon unik di alun-alun Kota Magelang.
“Dulu saat tren sepeda lipat, saya juga membuat batik motif sepeda lipat. Demikian juga saat tren sepeda ontel, saya bikin batik motif sepeda ontel,” tutur Iwing.
Iwing Sulistiyawati (47) pemilik usaha Iwing Batik Kebonpolo menunjukkan motif batik pelari di rumahnya di Wates Tengah, Kelurahan Wates, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, Selasa (18/10/2022).
Dengan banyaknya motif batik itu, Iwing dan Eko juga harus memesan banyak cap untuk membuat batik. Cap yang dipesan dari Pekalongan, Jawa Tengah, itu dibeli dengan harga Rp 750.000 sampai Rp 1 juta per buah. Meski membutuhkan banyak biaya, Iwing dan Eko menganggap pembelian cap tersebut sebagai investasi.
“Untuk jangka panjang, cap-cap itu sebenarnya juga bisa dipadupadankan satu sama lain sehingga bisa menghasilkan banyak ragam kombinasi motif,” papar Iwing.
Amung Godhong Ecoprint, Batik Nok Iyas, dan Iwing Batik Kebonpolo juga mengikuti program Pawone Kriya Borobudur Marathon 2022. Melalui program tersebut, mereka mendapat kesempatan untuk mempromosikan dan menjual produknya di sejumlah acara.
Mahasiswa magang menggarap kain yang diproduksi dengan teknik ecoprint dan shibori di tempat usaha Amung Godhong Ecoprint, Kelurahan Girimulyo, Magelang Selatan, Kota Magelang, Jawa Tengah, Selasa (18/10/2022).
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Magelang Syaiful mengatakan, terdapat 16 industri rumah tangga pembuatan batik yang eksis di kota tersebut. Dia berharap, para perajin batik itu bisa membentuk paguyuban atau koperasi sehingga bisa membeli kain dan peralatan membatik dalam skala besar. Dengan begitu, mereka bisa mendapat bahan baku dengan harga lebih murah.
Syaiful menambahkan, Disperindag Kota Magelang juga mendorong para perajin ecoprint untuk mengikuti pameran. Hal ini karena permintaan produk ecoprint dinilai sedang tinggi. “Kami akan tes pangsa pasar ecoprint itu seperti apa sebenarnya. Jika memang menjanjikan, akan kami dorong. Ini sebagai bentuk diversifikasi produk,” paparnya.
Harian Kompas adalah surat kabar Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta. Kompas diterbitkan oleh PT Kompas Media Nusantara yang merupakan bagian dari kelompok usaha Kompas Gramedia (KG), yang didirikan oleh P.K. Ojong (almarhum) dan Jakob Oetama sejak 28 Juni 1965.
Mengusung semboyan “Amanat Hati Nurani Rakyat”, Kompas dikenal sebagai sumber informasi tepercaya, akurat, dan mendalam.