TIMESINDONESIA, JOMBANGKH Bisri Syansuri salah satu ulama dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang ahli dalam bidang ilmu fikih (Hukum Islam). Selain itu, Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Mambaul Ma'arif Denanyar Jombang itu dikenal memiliki peran yang sentral pada pra kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan.
Maka tak heran, jika sudah beberapa tahun terakhir KH Bisri Syansuri terus didorong oleh beberapa pihak untuk diusulkan kepada Presiden Joko Widodo sebagai Pahlawan Nasional.
Kali ini desakan tersebut kembali muncul dari Forum Muhibbin Mbah Bisri Syansuri (FMMBS). Mereka yang mengatasnamakan forum tersebut berasal dari berbagai golong mulai orang biasa, santri, hingga kiai.
Dari sekumpulan orang itu, mereka juga membuat kajian tentang KH. Bisri Syansuri yang mereka kemas dalam Focus Group Disussion (FGD) yang diselenggarakan di Hotel Fatma Jombang, Kamis (27/10/2022).
Kali ini mereka juga mendatangkan pematri yang erat berhubungan dengan KH. Bisri Syansuri yaitu Anas Salamun santri dan saksi hidup KH. Bisri Syansuri, Prof. Kacung Marijan dari Akademisi, dan Moch. Faisol pemerhati sejarah dan penulis buku 'Sanad Foto Tiga Kiai Pendiri NU dari Jombang'.
Ahmad Zainuddin selaku Koodinator FMMBS mengungkapkan bahwa sudah selayaknya KH. Bisri Syansuri mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Menurutnya, jejak perjuangan KH. Bisri Syansuri dalam pra kemerdekaan bahkan pasca kemerdekaan Republik Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi.
"Dengan adanya forum ini, kami berharap agar gelar Pahlawan Nasional segera diproses dan ditetapkan oleh pemerintah," katanya, kepada TIMES Indonesia, Kamis (27/10/2022).
Selanjutnya, referensi, data dan hasil temuan dari FDG kali ini, akan dikumpulkan dan dirumuskan kemudian akan disampaikan kepada pihak yang berwenang sebagai bahan pertimbangan penetapan gelar Pahlawan Nasional kepada KH. Bisri Syansuri.
"Supaya ada upaya percepatan dalam penetapan Mbah Bisri sebagai Pahlawan Nasional," ungkapnya.
Pihaknya juga berkomitmen akan selalu mengawal hingga tuntas. Mengingat sudah banyak orang yang menginginkan KH. Bisri Syansuri sebagai Pahlawan Nasional.
"Kalau pengajuannya sudah lama, kini sudah masuk ke Kemensos tinggal keputusan dari Presiden. Kami akan siap mengawal hingga tuntas," terangnya.
Kisah Perjuangan KH. Bisri Syansuri Berdasarkan Cerita Santrinya
KH-Anas-Salamun.jpgKH. Anas Salamun, Santri dan saksi hidup perjalanan KH. Bisri Syansuri. (FOTO : Rohmadi/TIMES Indonesia)
Dalam FGD itu, KH. Anas Salamun menceritakan kisah perjuangan KH. Bisri Syansuri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Cerita itu, ia dapatkan dari seorang ayahnya yang bernama KH. Salamun yang merupakan murid KH. Bisri Syansuri.
Waktu itu tepat pada tahun 1942, Jepang masuk ke Indonesia, Salamun atas nasihat gurunya yakni KH. Bisri Syansuri agar kembali menuntut ilmu di Ponpes Semelo, Bandarkedungmulyo dibawah asuhan KH. Umar Zahid yang merupakan kiai zuhud yang masyhur dengan ajaran tasawuf dan suluk tarekat.
"Disini KH. Salamun atas perintah Mbah Bisri dalam bentuk surat bertulis pegon (arab jawa) memerintakan ayah untuk masuk Laskar Hisbullah," ungkapnya.
Isi surat tersebut berbunyi : "Bangunlah Wahai engkau para pemuda yang terhormat, untuk melayani tanah airmu! Dengan kalianlah tanah air ini bangkit,  dengan kalianlah tanah air ini bangkit, maka tinggikan jihad mu untuk menggapai yang terbaik, dengan persatuan yang berlimpah limpah, wahai engakau para pemuda yang terhormat!" tulis KH. Bisri Syansuri dalam surat yang ditujukan kepada KH. Salamun yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Kemudian di saat resolusi jihad NU tanggal 22 Oktober 1945 yang dicetuskan KH. Hasyim Asy'ari dan para kyai NU se-Jawa Madura di Surabaya. Salamun dan ahmadun (adik) dan juga segenap alumni santri-santri Denanyar lain, mendapat surat perintah melalui kurir santri KH Bisri Syansuri untuk segera bersiap berangkat jihad ke Surabaya. Bersiap jiwa raga untuk mempertahankan kemerdekaan yang baru 2 bulan diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Selanjutnya, tepat pada 25 Oktober 1945 di markas para kiai di perbatasan Sidoarjo-Surabaya, Salamun melihat gurunya KH. Bisri Syansuri, KH. Wahab Chasbullah, Hadratussyech KH. Hasyim Asyari dan para kiai sepuh lain berkumpul rapat untuk mengatur barisan-barisan Laskar di sana.
"Di saat maju bertempur di Surabaya, Salamun dan Ahmadun (adik) sesuai perintah gurunya KH. Bisri Syansuri harus bergantian Kalau ikut tempur di Surabaya dari markas Mbah Bisri," paparnya.
Kemudian, KH Bisri Syansuri jugalah yang mengatur semua logistik makanan untuk para pejuang. makanan para pejuang itu berupa tiwul atau Gatot (yang terbuat dari ubi kayu) yang dibungkus daun pisang.
"Setelah peristiwa Surabaya tepatnya pada tahun 1947 atau di saat Agresi ke-2 Belanda. Bapak saya dapat tugas lagi dari KH Bisri Syansuri untuk menyembunyikan dan menemani KH. Wahid Hasyim (menantu beliau) di rumah bapak di Desa Turipinggir, Kecamatan megaluh," terang KH. Anas.
"Sekitar 4 bulan lamanya KH. Wahid Hasyim berada di Turipinggir bersama Bapak, Paklik, Ahmadun, Pakde Munandar dan juga penjagaan barisan Laskar Hizbullah lainnya," tambahnya menjelaskan.
Di Turipinggir pada setiap malam Jumat, KH Bisri Syansuri (sang mertua dari KH. Wahid Hasyim) selalu saja mengirimkan hidangan matang berupa kepala kambing untuk sang menantu yang diantar 2 orang santri yang berjalan kaki 8 km jarak antara  Denanyar – Turipinggir dan itu ternyata makanan kegemaran KH. Wahid Hasyim (Ayah Gus Dur)
"Dari tutur cerita Bapak saya, KH Bisri Syansuri adalah seorang kiai yang benar-benar nyata berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa ini," jelasnya.
KH. Bisri Syansuri Sudah Menjadi Pahlawan Bagi Kami
KH-Abdussalam-Shohib.jpgKH Abdussalam Shohib pengasuh Ponpes Mambaul Ma'arif Denanyar Jombang yang merupakan keturunan KH. Bisri Syansuri. (FOTO : Rohmadi/TIMES Indonesia)
Menanggapi hal tersebut pihak keluarga yakni KH Abdussalam Shohib mengaku ditetapkannya KH. Bisri Syansuri menjadi Pahlawan Nasional atau tidak. Baginya tidak terlalu berharap lebih. Pasalnya pihak keluarga sudah menganggap bahwa KH. Bisri Syasuri sebagai pahlawan dalam keluarga.
"Bagi kami sebagai keluarga, ditetapkan atau tidak Mbah Bisri adalah pahlawan bagi kami," ujarnya.
Namun, Pengasuh Ponpes Mambaul Ma'arif Denanyar Jombang ini tetap mengapresiasi segala upaya yang dilakukan oleh semua orang yang telah berikhtiar memperjuangkan KH. Bisri Syansuri sebagai Pahlawan Nasional.
"Kami mengapresiasi bagi masyarakat umum, alumni, dan juga warga NU yang berikhtiar agar Mbah Bisri diberi gelar pahlawan nasional dari pemerintah," jelas pria yang juga sebagai Wakil Ketua PWNU Jatim ini.
Menurutnya ada dua hal yang bisa diambil sebagai taulada dari sosok KH. Bisri Syansuri yaitu beliau seorang pelayan dan sangat berbakti kepada semua orang terutama kepada gurunya.
"Dia selalu mendarmabaktikan jiwa, hidupnya untuk berbakti kepada guru, saudara, agama dan bangsa. Kedua beliau sangat tawadu' dan mengahargai kepada orang lain," ujar lelaki yang akrab disapa Gus Salam ini.
Biografi Singkat KH Bisri Syansuri
KH Bisri Syansuri adalah seorang ulama dan salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang ahli di bidang fikih (hukum Islam). Ia merupakan pendiri Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif, atau lebih dikenal dengan Pondok Denanyar di Jombang, Jawa Timur. Di pondok pesantrennya itu, KH Bisri membuat gebrakan baru dengan membuka kelas khusus bagi siswa perempuan.
Selain aktif di bidang keagamaan, KH Bisri juga terjun ke dunia politik dan dikenal sebagai salah satu tokoh pejuang Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkawinan pada masa awal Orde Baru.
KH Bisri Syansuri lahir di Desa Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pada 18 September 1886. Ayah dan ibunya bernama KH Syansuri dan Nyai Mariah. Sejak kecil, KH Bisri belajar dengan para ulama yang menguasai berbagai bidang ilmu.
Salah satu guru semasa kecilnya adalah KH Abd Salam, ahli Al Quran dan fikih yang membimbingnya belajar ilmu nahwu, fikih, tasawuf, tafsir, dan hadis. Ketika menginjak usia 15 tahun, KH Bisri mulai belajar kepada ulama dari luar daerahnya, di antaranya KH Kholil Kasingan Rembang, KH Syu’aib Sarang Lasem, dan Syaikhona Kholil Bangkalan, hingga akhirnya berkawan dengan KH Abdul Wahab Hasbullah.
Setelah itu, KH Bisri belajar kepada KH Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, salah satu pesantren terbesar di Jombang, selama enam tahun. Pada 1912, KH Bisri melanjutkan pendidikan Islam ke Mekkah bersama KH Abdul Wahab Hasbullah.
KH Bisri Syansuri menuntut ilmu di kota suci Mekkah selama dua tahun. Beberapa gurunya di sana yakni Syekh Muhammad Bakir, Syekh Muhammad Said Yamani, Syekh Ibrahim Madani, Syekh Al-Maliki, KH Ahmad Khatib Padang, dan Syekh Mahfudz Tremas.
Ketika di Mekkah, KH Bisri menikah dengan Chodidjah, yang tidak lain adalah adik KH Abdul Wahab Hasbullah.
Di tahun yang sama, yakni pada 1914, mereka kembali ke Tanah Air dan menetap di Jombang.
Kemudian, Sepulang dari Mekkah, KH Bisri Syansuri mendirikan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif, atau lebih dikenal dengan Pondok Denanyar di Jombang, Jawa Timur. Di pesantren yang didirikannya ini, KH Bisri membuat gebrakan sebagai ulama pertama yang membuka kelas khusus santri perempuan. Kelas ini awalnya diisi oleh santri-santri perempuan di lingkungan pesantrennya, hingga akhirnya berkembang besar.
Berkiprah Politik KH. Bisri Syansuri
KH Bisri Syansuri tercatat sebagai salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926 di Surabaya. Di organisasi Islam ini, pernah menjabat sebagai wakil Rais 'Aam dan Rais 'Aam sejak 1972 hingga akhir hayatnya.
KH Bisri juga terjun ke dunia politik, diawali dengan menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, menjadi anggota Dewan Konstituante, dan menjadi Ketua Majelis Syuro PPP. Kemudian, hasil Pemilu 1971 mengantarkannya kembali duduk sebagai anggota DPR RI dari NU.
Tidak lama setelah itu, pemerintahan Orde Baru mempunyai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkawinan. KH Bisri dan NU menolak RUU tersebut karena isinya terlalu jauh dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Setelah mengalami proses perundingan yang sangat ketat dan alot, KH Bisri Syansuri berhasil menuntut perubahan atau penghapusan RUU Perkawinan pada masa awal Orde Baru.
Perjuangannya berhasil menghapus atau mengganti sekitar 10 pasal RUU Perkawinan. KH Bisri Syansuri wafat pada 25 April 1980 di usia 93 tahun. Makamnya terletak di kompleks Pesantren Denanyar, Jombang. (*)
**) Dapatkan update informasi pilihan setiap hari dari TIMES Indonesia dengan bergabung di Grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.
11/08/2022 – 17:08
Copyright 2014 – 2022 TIMES Indonesia. All Rights Reserved.
Page rendered in 4.1029 seconds. Running in Unknown Platform

source