JawaPos.com – Kementerian Kesehatan mengklaim sudah mendeteksi kenaikan kasus gangguan ginjal akut pada anak sejak Agustus 2022. Itu berawal dari laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang melihat kenaikan kasus di rumah sakit, dengan gejala frekuensi urine yang kian menurun atau tak bisa buang air kecil. Akan tetapi untuk meneliti, Kemenkes dan IDAI membutuhkan waktu.
“Pemeriksaan lab butuh waktu, sehingga pemeriksaan lainnya juga termasuk senyawa Etilen Glikol dan Dietilen Glikol (EG dan DEG) akibat obat. Kami sudah melakukan penyelidikan dan penelitian,” jelasnya kepada wartawan secara virtual, Kamis (27/10).
Ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan adanya kejadian keracunan obat dari produsen India terhadap balita di Gambia, maka Kemenkes memisahkan semua kemungkinan seperti infeksi Covid-19, patogen, hingga berbagai kemungkinan lainnya. Barulah kemudian Kemenkes berkaca dengan melakukan pemeriksaan toksikologi atau meneliti racun akibat senyawa obat tersebut.
“Kami yakini para balita gangguan ginjal akut bukan karena riwayat Covid-19. Kami diskusi dengan para ahli, epidemiologi, toksikologi, kami singkirkan penyebab Covid-19. Semua infeksi kami periksa baik Covid dan non Covid. Dan kami tak dapatkan infeksi ataupun riwayat pernah sakit Covid, dan tak ada korelasi terhadap kasus gagal ginjal,” ungkapnya.
Pemeriksaan kemudian dilakukan 3 kali. Pertama adalah pada darah, lalu pada urine, dan juga pada biopsi ginjal. Dan ternyata benar, kata dia, terbukti adanya cemaran EG dan DEG pada ginjal anak.
“Pemeriksaan urine, darah, ada kandungan cemaran EG dan DEG itu. Kami pastikan lagi dan lakukan biopsi ambil jaringan ginjalnya dan periksa di lab. Ada kerusakan ginjal akibat kristal oksalat sebagai hasil akhir dari cemaran EG dan DEG, itu tajam, merusak ginjal,” kata Syahril.
Obat Penawar Racun
Karena itu Kementerian Kesehatan sudah membeli obat penawar racun atau antidotum dari luar negeri. Tujuannya untuk memulihkan kondisi anak dari keracunan keracunan zat atau senyawa tersebut.
Sejak September, sudah mendatangkan 30 antidotum sudah dari Singapura.
Sebanyak 20 vial 10 dan 18 Oktober sudah disebar ke RSCM
sebagai zat penawar. Dan 10 vial lagi datang hari ini.
“16 vial dari Australia telah didistribusikan ke RS Dokter Sutomo Surabaya, RS Adam Malik Medan, lalu Padang dan Aceh,” ujarnya.
“Dalam waktu dekat sebanyak 200 vial obat penawar racun dari Jepang berupa donasi dari perusahaan Takeda akan datang. Minggu depan ada 70 obat vial tambahan dari Singapura ya. Dan kami tegaskan ini harus gratis ya, tanggung jawab pemerintah,” tutup Syahril.
Editor : Kuswandi
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Saksikan video menarik berikut ini:
© PT Jawa Pos Grup Multimedia

source