Regional
Kategori
Event
Channels
DOWNLOAD IDN APP SEKARANG!
Banjarmasin, IDN Times – Kasus stunting atau masalah kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi masih menjadi perhatian Pemerintah Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel).
Prevalensi stunting di Kota Seribu Sungai ini cukup tinggi yakni 27,8 persen. Meskipun demikian, Kota Banjarmasin masih digolongkan terendah bila dibanding dengan delapan daerah lain di Kalsel.
“Hampir semua anak stunting penyebabnya karena faktor kemiskinan. Kalau miskin ini menjadi kompleks, mulai tidak bisa memperhatikan gizi, kebersihan, sanitasi dan faktor stunting lainnya. Oleh sebab itu, ini perlu uluran kita semua dan sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin M Ramadhan, Jumat (19/8/2022).
Ramadhan mengatakan, prevalensi stunting di Banjarmasin menduduki peringkat kelima terendah di antara 13 kota/kabupaten lain di Provinsi Kalsel. Hingga sekarang terus dilakukan upaya-upaya agar penekanan kasus kesehatan mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya terhadap anak itu terus berkurang.
Di samping itu, dia mengakui bahwa faktor utama penyebab stunting di Banjarmasin yang selalu ditemuinya di lapangan. Faktor kemiskinan.
Lalu apa kaitannya kemiskinan dengan stunting atau gangguan gizi pada anak? Menurut Ramadhan, kelompok masyarakat miskin kurang memperhatikan kualitas makanan dikonsumsi. Mereka biasanya lebih mementingkan, kapan bisa makan setiap harinya.
Baca Juga: Oknum Polisi Pelaku Begal Motor di Banjarmasin Terancam Dipecat
Ramadhan juga menyampaikan, upaya-upaya yang sekarang ini jalankan pihaknya. Yakni intervensi gizi spesifik seperti:
Selain itu, Pemkot Banjarmasin juga melaksanakan audit kajian bersama tim pakar terkait kasus stunting di Kota Banjarmasin. Menurut Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBPM) Kota Banjarmasin Helfiannoor, kegiatan ini merupakan langkah pihaknya menekan angka stunting di Kota Seribu sungai.
“Aksi ini ada beberapa tahap, salah satunya dilaksanakan audit stunting ini,” ujarnya.
Audit stunting ini sendiri kata dia, tim pakar mengambil sampel dari 14 kelurahan yang menjadi lokus penurunan angka stunting.
“Kemarin para tim pendamping dan perwakilan audit dari BKKBN Provinsi turun ke lapangan selama 5 hari, mendata terkait faktor keluarga berisiko stunting seperti ibu hamil, calon pengantin, balita dan pasca melahirkan,” katanya.
Dari beberapa faktor itulah, kata Helfian, data dimasukkan ke dalam etos kerja dan menghasilkan data yang dapat dianalisis menjadi sumber pengambilan kebijakan terkait penanganan stunting oleh Pemkot Banjarmasin.
“Jadi kebijakan kita ambil lebih tepat kemudian sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan,” jelasnya.
Ia membeberkan, saat ini angka prevalensi stunting di Kota Seribu Sungai yaitu sebesar 27,8 persen. Adapun perhitungan kata Helfian yaitu sampai akhir tahun.
Sementara itu, salah satu tim pakar dari RS Sultan Suriansyah Banjarmasin dr Ati Rahmipurwandari mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya stunting pada masyarakat.
“Multy faktor ya, tidak 1 faktor saja. Pertama kita lihat dari tingkat pendidikan keluarga, bisa juga dari sisi ekonomi, dan dari penyakit tidak teratasi. Jadi itu beberapa faktor yang mempengaruhi,” paparnya.
“Masalah sanitasi juga berpengaruh, karena itu berpengaruh kemampuan infeksi. Kalau sanitasi jelek, otomatis infeksi meningkat seperti diare.”
Helfian pun menghimbau masyarakat agar membawa bayinya yang baru lahir ke pusat kesehatan masyarakat untuk mendapatkan imunisasi. Kelurahan Antasan Besar, Kecamatan Banjarmasin Tengah melakukan aksi edukasi kepada masyarakat dalam rangka penekaan stunting.
Camat Banjarmasin Tengah Dr Ibnu Sabil dan jajarannya memberikan sajian kue olahan singkong yang dikemas menjadi makanan menarik, murah dan sehat, kepada anak dan balita di wilayah kerjanya.
“Kegiatan ini kami namai dapur dahsyat Antasan Besar yakni mengedukasi membuat makanan dari gumbili atau singkong dengan berbagai ragam. Ini dibagikan untuk anak stunting agar merasakan momen 17 an makanan sehat dan menarik,” katanya.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen. Sebanyak 5,33 juta balita yang kekurangan gizi parah.
Baca Juga: Detik-Detik Proklamasi Berjalan Khidmat di Mapolresta Banjarmasin
kamu sudah cukup umur belum ?