DUA periode menjadi dekan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Idris Mandang tahun ini memutuskan untuk mencalonkan diri di Pemilihan Rektor Unmul.
Unmul menurut Idris Mandang memiliki modal besar untuk menjadi salah satu universitas terbaik di Indonesia. Unmul bisa bangkit dan maju lebih cepat. Tapi untuk meraih itu, Unmul membutuhkan pemimpin yang berani, transparan dan visioner.
Unmul ditegaskannya harus fokus mengarahkan semua sumber daya, baik manusia, keuangan, aset dan prasarana, serta kelembagaan untuk mencapai tujuan core business seperti menghasilkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dibuktikan dengan capaian publikasi ilmiah, inovasi, dan hak kekayaan intelektual.
Alumnus Kyushu University Jepang ini juga menargetkan pada 2026, Unmul siap menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).
Berikut perbincangan lengkap wartawan Kaltim Today dengan calon rektor Unmul, Idris Mandang, yang ditemui usai menggelar yudisium, Kamis (23/6/2022) di ruang kerjanya.
Ini kali pertama Anda mencalonkan diri sebagai rektor Unmul. Apa yang melatarbelakangi untuk maju berkompetisi?
Saya di Unmul sudah lama. Sudah 24 tahun. Prosesnya ada. Sekolah S-3, 2014 akhir jadi dekan di FMIPA. Sampai hari ini jadi dua periode.
Jadi proses masuk di Unmul bergabung 24 tahun lalu ini, ada langkah di situ. Tahun ke tahun. Hari ke hari. Jadi setiap langkah itu ada makna tersendiri di dalamnya. Baik untuk mengabdi di Unmul atau membawa Unmul ini bisa menjadi lebih baik.
Saya ingin berkontribusi besar di universitas kita ini. Saya lihat perkembangan Unmul ini cukup pesat juga, bagus sampai hari ini dengan akreditasi A. Tapi masih banyak hal yang perlu kita lakukan terkait perkembangan ilmu pengetahuan dan pengabdian masyarakat. Apa saja di Unmul ini yang bisa dikembangkan. Itulah yang mendorong saya untuk ikut di periode ini mencalonkan diri sebagai rektor di Unmul.
Apa visi, misi, dan program yang bakal Anda lakukan?
Visi saya maju rektor periode 2022-2026 menjadikan Unmul sebagai The Best Academic Excellence di Indonesia. Terkhusus kawasan timur dengan membawa semangat berani, inspiratif, terintegrasi. Itu visi utama. Misi saya adalah menyelenggarakan pendidikan yang berbasis keunggulan akademik, sumber daya manusia, dan tata kelola yang baik.
Dari misi tadi, kita tahu Unmul ini ada namanya core business Unmul. Core business kita di universitas terutama di Unmul adalah akademik. Akademik di sini ada tiga. Pertama adalah pendidikan, riset inovasi, dan pengabdian kepada masyarakat. Untuk pendidikan, berkontribusi pada peningkatan daya saing atau national competitiveness. Kedua riset dan inovasi adalah meningkatkan PNBP (Pemasukan Negara Bukan Pajak) melalui komersialisasi produk riset dan inovasi. Ketiga adalah pengabdian masyarakat. Nah di sini kita jadikan Unmul sebagai centre of excellence penerapan inovasi teknologi bagi masyarakat. Jadi penerapan riset-riset tadi hilirisasinya riset nanti ada di pengabdian masyarakat. itu juga saya base nya, core business Unmul tadi.
Jika terpilih menjadi rektor, hal apa yang akan langsung menjadi target utama pada awal kepemimpinan?
Dari visi misi tadi, ada quick program. Percepatannya ada. Program percepatan mencapai visi misi. Misalnya kalau kita mau bekerja terkait dengan tata kelola, Misalnya percepatan pencapaian kinerja penelitian publikasi dan kekayaan intelektual, yang masuk di core business yang poin kedua, riset dan inovasi. Yang pertama di sini untuk lompatan tadi adalah, harus saya katakan, kita harus melompat, pembentukan manuscript center. Manuscript center ini hadir di Unmul untuk membantu teman-teman dosen. Membantu seluruh civitas akademik termasuk dosen muda untuk publikasi. Manuscript center ini nanti, dibawahi oleh universitas langsung dan dibiayai oleh universitas. Di situ nanti bergabung para peneliti, para penulis, atau para dosen yang memang memiliki keunggulan terkait dengan penulisan artikel ilmiah yang indeks tinggi. Kita punya banyak di sini, tapi tidak tergabung. Masih parsial. Jadi digabung nanti, namanya manuscript center. Itu dibiayai langsung oleh universitas. Itu percepatannya.
Kedua adalah terkait penelitian. Ada namanya hibah penelitian, yang diambil dari PNBN Unmul. Untuk penelitian guru besar. Ini lingkup Unmul. Lektor kepala dan dosen muda. Kita harus buat itu untuk melompat.
Terus kita meningkatkan quality dosen untuk mendapatkan hibah penelitian yang ada baik nasional maupun internasional. Nanti ada pembinaan dari situ. Itulah program percepatan pertama yang akan kami lakukan.
Selanjutnya terkait tata kelola akademik dan finansial. Ada jargon yang kami bawa di situ, prinsip-prinsip Good University Governance yaitu transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian,  serta kewajaran dan kesetaraan.
Nah terkait tata kelola ada prinsip disitu, kita menumbuh kembangkan yang namanya budaya korporasi. Budaya di dalam perusahaan yaitu continuous improvement. Ada peningkatan terus. Dasarnya adalah nilai-nilai spiritual, integritas, profesional dan visioner. Nah itu jadi semangatnya kelola akademik.
Apa yang kita lakukan? Ada yang namanya proses penyederhanaan administrasi melalui deregulasi peraturan dan implementasi terkait teknologi informasi untuk optimalisasi tata kelola institusi.
Jadi peran IT nanti ini sangat besar. Kedua, kita mendorong kemandirian unit kerja. Kenapa kita lakukan itu? Untuk mendorong kemandirian perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan program pengembangan. Untuk mendukung tata kelola tadi. Baik penyederhanaan administrasi implementasi IT, kita terapkan single source data, yang namanya big data, IT yang menunjang sistem informasi menjadi terpadu, satu. Jadi tidak parsial lagi. Itu pertama yang harus dibangun.
Terus, bagaimana finansial? Ini yang jadi problem. Kita harus mengoptimalkan semua nanti sumber daya kita untuk mendapatkan itu. Kami mengoptimalkan semua kemampuan finansial yang ada di Unmul ini dan kita mendorong kesinambungan dengan tata cara kita harus terapkan yang namanya prinsip good university government.
Apa itu? Transparan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, serta kewajaran dan kesetaraan. Itu dulu prinsipnya kalau terkait finansial. Transparan, tanggung jawab mandiri.
Apa yang kita lakukan di finansial? Kita menyusun anggaran berbasis kinerja dan kompetensi akademik. Terus kita optimalkan semua pengelolaan kita tempatkan semua aset yang dimiliki Unmul ini dan fasilitas yang kita miliki. Terus komersialisasi produk dan jasa berbasis kompetensi akademik. Berarti ada hasil dari riset dan apa yang dimiliki. Itu semua harus didata. Kita tahu bahwa Unmul untuk sumber daya pendanaan besar. Cuma harus dikelola dengan baik. Sudah bagus, maksudnya ada jalannya ke sana statusnya sudah PTNBH. Terus bagaimana nanti agar lebih fleksibel? Berarti Unmul harus lebih baik lagi. Perguruan tinggi Negeri yang berbadan hukum.
Nah apa nanti yang dilakukan untuk masuk disitu? Kan banyak juga syaratnya. Bukan hanya nanti memindahkan status, akreditasi program studi, akreditasi internasional berapa persen dari seluruh program studi, itu minimal 30 persen. Karena itu yang akan kami lakukan. Kan tidak serta merta akreditasi internasional itu dicapai, berarti pembelajarannya harus dibuat bagus. Kami menerapkan nanti yang namanya Outcome-Based Education (OBE). Nanti pembelajarannya berbasis outcome, keluaran.
Terus apalagi kalau terkait finansial? Kita meningkatkan pendapatan melalui kerjasama melalui penyelenggaraan event-event yang kreatif dan inovatif secara reguler. Terkait dengan itu saya mengangkat yang namanya berani, transparan, dan visioner.
Saya uraikan itu. Apa berani ? Berani di sini adalah berani mengambil keputusan untuk berubah. Bukan berubah dari yang semua kita capai. Berubah kaitannya disini dengan inovasi. Rektor sekarang, rektor-rektor sebelumnya itu bagus pada zamannya. Pasti lebih baik. Prof Masjaya unggul di zaman sekarang. Tidak ada yang tidak mengakui. Berubah dari B ke A, beberapa capaian akreditasi bagus di setiap prodi. Pembangunan infrastruktur juga bagus. Berarti kan ada periode beliau. Kita akui itu sampai hari ini. Tapi rektor berikutnya juga harus melakukan perubahan. Melanjutkan yang baik dan melakukan perubahan yang mengedepankan kejujuran. Pemimpin yang hanya melanjutkan sebelumnya, harusnya rektor sebelumnya marah, harus menjewer rektor itu. Harus melakukan inovasi. Karena jalannya sudah berbeda. Itu yang namanya pemimpin. Pemimpin hanya melanjutkan saja tanpa inovasi saya pikir itu bukan pemimpin. Pemimpin di sini harus punya visi, apa yang dibuat rektor sekarang sudah bagus. Untuk melompat, sudah keras tanahnya, bukan lompat di lumpur. Berarti triggernya sudah ada. Acuannya sudah ada. Pondasinya sudah bagus. Berarti ke depan, harus berani berinovasi dengan prinsip berani di sini adalah berani memperbaiki, mengembangkan dan peningkatan capaian universitas sesuai target yang sudah ditentukan. Kan ada targetnya.
Kedua adalah transparan. Apa transparan itu? Di sini transparan terkait tata kelola akademik. Keuangan. Terus penganggaran. Sehingga semua komponen civitas akademika di Unmul ini bisa bekerjasama melanjutkan target-target tadi. Target capaian Unmul. Kita perlu menumbuhkembangkan budaya korporasi tadi. Yang dasarnya adalah nilai-nilai spiritual, integritas, profesional, dan visioner. Kalau tata kelolanya kan, coba kita lihat di industri bagaimana? Produktif. Datang, duduk, diam, pulang, bukan seperti itu namanya budaya korporasi. Ada target yang ingin dicapai. Target capain seperti itu tadi kan pasti juga ada imbalannya. Lewat regenerasi.
Ketiga adalah visioner. Bagaimana kita merancang perencanaan kedepannya dan program kerja yang terukur? Kita kawal dan berikan pendampingan dengan penganggaran yang memadai, serta kita arahkan dan wujudkan semua target tadi. Sudah jauh visionernya ke depan. Mau dibawa kemana ini Unmul nantinya 2026. 2030. 2026 Unmul harus siap PTNBH. 2030 sudah jadi centre of excellence. Masuk di Unmul suasana akademiknya sudah terasa. itu yang mau kita kembangkan.
Bagaimana dengan mahasiswa? Mahasiswa adalah salah satu sumber daya manusia kita. Termasuk dalam core business. Tujuan kita di sini kan pendidikan. Ada pengajaran tadi. Saya nanti akan membuat student chapter. Jadi ada bagian sendiri mahasiswa kita. Di dalam student chapter ini terkait kelembagaan mahasiswa. Ada yang terkait ilmiahnya, apakah nanti dia mengadakan seminar sendiri dengan lingkup chapter mahasiswa di sini. Jadi betul-betul mahasiswa diarahkan ke sana.
Ini cara untuk membangun tradisi intelektual di kampus?
Iya. Mahasiswa diikutkan di sini karena itu goals. Karena potensi yang dimiliki mahasiswa kita buatkan program tersendiri yang namanya student chapter. Bukan hanya seminar dan penelitian. Tapi, terkait kelembagaan. Kelembagaan ada banyak kelompok di situ. Tapi kan ini yang harus kita kelola dengan baik karena mereka punya potensi dan mereka punya nilai kalau mereka berprestasi nanti. Dan itu bisa menjadi sumber membangun suasana akademik di Unmul. Masuk di mana di chapter itu, toleransinya, harmonisasi antar mahasiswa, harmonisasi mahasiswa dengan dosen. Harmonisasi mahasiswa dengan akademik, semua. Jadi satu. Karena mahasiswa ini adalah SDM kita. Dan salah satu core business kita ada disitu.
Terkait mahasiswa, Unmul ini kan juga disorot dari sisi penelitian. Capaian Pimnas yang lolos proposal didanai misalnya. Unmul beberapa tahun nggak ada yang lolos.
Saya akui itu. Itulah yang berbuat pikiran saya ke student chapter. Sangat sedikit kalau setiap prestasi. Pimnas ini adalah agenda rutin yang dilakukan oleh kementerian dari hasil-hasil riset yang dikerjakan baik mandiri maupun kerja sama dengan industri atau instansi lain. Itu yang diangkat. Kami di FMIPA juga bergerak di situ. Tapi untuk mencapai level itu belum. Apa faktornya mahasiswa nggak bisa masuk disitu? Pertama adalah finansial. Anggaran penelitian mahasiswa juga harus ada. Merancang penelitian itu bukan hanya mengandalkan proposal. Penelitian itu dilakukan tidak hanya satu dua bulan. Penelitian itu butuh waktu yang lama untuk mencapai hasil yang baik dan tembus di Pimnas.
Kita akui itu, itu lah yang buat saya berpikir yang namanya student chapter. Mengoptimalkan semua yang dimiliki mahasiswa. Baik di sisi kelembagaan organisasi, dari Pimnas dari sisi pekan ilmiahnya, dari situlah nanti mahasiswa yang kita tingkatkan kemampuannya. Itu prioritas tahun pertama kalau terpilih.
Selama ini pembiayaan universitas sumber utamanya dari UKT. Apa yang Anda lakukan untuk menekan pembiayaan dari UKT dengan penghasilan dari sektor lain?
Saya kira, untuk menuju PTN BH nanti tugasnya itu. Artinya UKT memang kewajiban mahasiswa membayar terkait pendidikan. UKT-nya bervariasi. Tapi ke depan kalau mengejar PTN BH, tidak bisa kita andalkan itu (UKT). Kita harus mengoptimalkan aset Unmul, dan pengelolaan. Supaya nanti kalau pengelolaan bagus, berarti status kita dari BLU pindah ke PTN BH. Artinya nanti kita tidak lagi mengandalkan UKT.
Di FMIPA ini, paling banyak penerima bidik misi. Kita anggap mereka adalah aset yang bisa nanti dimasukkan ke lingkup mahasiswa berprestasi. Misalnya dana yang kami terima itu kecil, Kami mengoptimalkan dana itu untuk mengejar. Kita akui itu, makanya saya berpikir mengoptimalisasi semua aset yang ada di Unmul ini yang merupakan core business kita yang tadi saya bilang. semua nanti bisa membantu ini di luar UKT.
Sejumlah dosen mengeluhkan sistem remunerasi. Dianggap jauh dari asas keadilan. Bagaimana pandangan Anda terkait sistem remunerasi, dan apa perbaikan yang akan dilakukan sebagai rektor jika terpilih?
Remunerasi pertama kali di Unmul ini seingat saya itu 2016 atau 2017. Jadi kalau saya melihat remunerasi yang berubah-ubah ini, berarti kan dari segi aturan harus dibuat bagus. Ada acuan. Terkait ketimpangan, semua kita akui itu. Memang ada. Dosen biasa, dosen yang punya jabatan, terus dekan, semua itu pasti ada gap-nya.
Kalau nantinya saya terpilih, saya akan membuat aturan terkait dengan itu. Remunerasi itu kan berbasis kinerja. Capaian. Jadi target kita itu misal 10, apa yg dilakukan semua lini ini untuk mencapai 10 itu. Misalnya dosen penelitian, pengabdian masyarakat, pengajaran. Kan itu harus jadi poin. Misalnya saya dekan tapi saya juga melakukan penelitian. Outputnya publikasi. Berarti saya punya hak dikasih remunerasi terkait publikasi. Karena saya punya kinerja untuk mencapai 10 tadi. Nah berarti nanti ada peraturan rektor yang keluar bahwa ada poin kalau capaian si A publikasi dan bereputasi tempatnya berarti point-nya berapa. 3.000 poin misalnya. Nanti itu dikonversi menjadi uang.
Nah kalau jabatan dekan misal berapa poinnya, di level mana jabatan itu, rektor, wakil rektor, dekan, wakil dekan, wakil dekan satu sampai ke bawah, itu harus dibuat levelnya. Berarti sudah jelas sebenarnya. Jadi nanti yang buat poin itu nanti sistem yang dibuat tadi. Bukan dihitung di akhir tahun. Misalnya saya bekerja 1 bulan, Juli nanti saya buat penelitian ada publikasi saya jurnal dunia terus saya juga ikut seminar, konferensi. Berarti ada poin saya terima tiap bulan harus saya input di sistem. Yang mengkonversi tadi poinnya sistem sendiri yang menghitung. Yang mengkonversi poin yang saya dapat tadi jadi rupiah, sistem juga yang menghitung. Bukan berdasarkan orang lagi yang membuat begitu. Tapi sudah sistem. Itu yang pertama
Kalau mau keadilan di situ saya rasa berbasis kinerja. Kinerjanya juga berlevel. Bertingkat. Nasional publikasinya segini, internasional segini. Dia misal mau nulis 5 orang, tapi penulis kedua berapa dapatnya. Kan gitu. Tidak semua bahwa ada dia publikasi dia penulis kedua dapatnya sama dengan penulis pertama, beda dong.
Jadi aturan yang dibuat sebagus-bagusnya, transparan, seadil-adilnya lah di situ nanti yang menghitung.
Penginputannya nanti juga tidak di akhir. 1 sampai bulan 12 dihitung di akhir, tidak seperti itu. Tapi, tiap bulan harus diinput. Sama misalnya tenaga pendidikan staf. Berdasarkan kinerja juga. Apa yg selama 1 bulan kinerjanya. Dia membuat surat ini, surat B, surat A, membuat draft kerja sama, itu kan kinerja. Siapa yang nilai itu, atasannya. Itulah nanti dokumen yang diinput di sistem. Jadi kita basisnya IT.
Boleh saya bilang, Unmul ini sudah harus masuk di smart campus. Masuk di Unmul ini semua terconnect. Berarti infrastruktur jaringan, internet juga harus dibuat dulu. Harus paralel sebenarnya tapi ada priority.
Itu akan jadi prioritas?
Iya. Jaringan. Internet. Sudah smart campus. Sistem diperbaiki. Setiap saat dosen melakukan penelitian di input. Siapa yg akumulasi nanti, ya sistem yang akumulasi. Jadi kita tau apa yang selama ini gonjang ganjing di remunerasi, ya betul. Perbedaan tahun lalu dan tiga tahun lalu kok berbeda. Padahal kita tidak pernah berubah posisi jabatan. Berarti ada sesuatu. Itulah tugas kita untuk memperbaiki. Dan saya katakan, saya berani memperbaiki itu. Karena untuk orang banyak. Untuk kesejahteraan dosen.
Tenaga honorer juga selama ini belum terima remunerasi. Kenapa tidak kita pikirkan itu. Yang bekerja baik selama ini adalah justru mereka. Di Unmul ini berapa tenaga honorernya, lebih dari 50 persen. PNS cuma beberapa. Tapi (honorer) belum terima remunerasi.
Infrastruktur Unmul di bawah kepemimpinan Prof Masjaya luar biasa sekali. Bagaimana target pembangunan infrastruktur kampus kalau Anda jadi rektor?
Infrastruktur kampus sekarang cukup bagus. Prof Masjaya sudah melakukan itu, lompatan yang dilakukan beliau sangat terasa. Termasuk yang kita tempati interview ini. Kalau infrastruktur sudah bagus begini, universitas lain kan tidak mendapatkan apa yg kita dapatkan seperti ini. Sekarang, internal yang non-infrastruktur dulu yang harus dibuat.
Sistem tadi, bagaimana tata kelola disini, administrasi apa semua. Kalau begini (infrastruktur) sama sudah di luar negeri modelnya. Terus apa ke depan. Ke depan pasti juga ada terpikir. Berarti itu juga jadi PR kita. Masih banyak juga fakultas yang belum mendapatkan tempat perkuliahan yang layak. Itu PR juga. Saya kira kita tidak bisa lari dari situ. Infrastruktur yang dimiliki setiap unit dan fakultas itu berbeda sekarang. Berarti tugas rektorat atau rektor baru nanti yang memikirkan itu. Bagaimana suasana akademik berlangsung baik, kalau tempat kuliahnya tidak bagus.
Ada infrastruktur khusus yang bakal bapak dikejar saat memimpin?
Ada. Rumah sakit kampus.
Itu yang diprioritaskan?
Pasti. Karena kedokteran kan sudah masuk dalam kategori bagus. Itu harus dibuat. Laboratorium huga sebenarnya. Bagaimana riset berjalan dengan baik kalau infrastruktur tidak bagus, begitu yang dirasakan di FMIPA itu. Itu yang priority.
IKN di Kaltim, bagaimana Anda mempersiapkan Unmul?
Kita harus masuk ke kompetisi itu. Mau tidak mau kita harus terima itu. Adanya IKN ini justru saya anggap supporting yang sangat bagus untuk meningkatkan Unmul. Kita masuk ke kompetisi itu, berarti kita harus siapkan sumber daya untuk itu. Manusia terutama. Sumber daya adalah manusia. Itu yang dikelola dengan baik untuk masuk di IKN.
Baik dari sisi sosial humaniora, Unmul punya peran di situ. Dari saintek, Unmul juga punya peran disitu. Unmul harus mengambil bagian di dalam IKN.
Kalau saya, setuju dengan IKN. Karena sampai hari ini saya sudah terlibat dalam penelitian yang saya lakukan di Teluk Balikpapan terkait bagaimana posisi teluk ini nanti kalau IKN-nya ada. Saya kerjasama dengan ITB, Bappenas, melakukan penelitian disitu. Berarti kan secara SDM kita diikutkan di dalam. Berarti PR buat kita di Unmul ini adalah mempersiapkan sejak awal yang dimiliki oleh Unmul untuk IKN.
Bagaimana cara Anda nanti jika menjadi rektor membangun iklim demokratis di kampus? Apa akan memberikan kebebasan akademik kepada mahasiswa, dosen untuk menyampaikan kritik di internal kampus atau di luar kampus?
Saya termasuk orang yang sangat suka demokrasi itu. Karena saya adalah bagian dari demokrasi itu. Waktu mahasiswa saya juga berteriak-teriak tentang demokrasi. Betapa sedihnya hati ini, kalau peluang untuk berpendapat itu ditutup.
Di FMIPA ini, saya sedih waktu pemilihan BEM cuma satu calonnya. Jadi saya minta tambahin. Saya enggak mau setujui ini kalau cuma satu calonnya, harus empat. Masa ada enam prodi di sini, saya enggak ada calonnya satu pun. Di sinilah dibangun iklim demokrasi di kampus untuk memberikan pembelajaran di luar kampus dan masyarakat. Kalau di sini tidak terbangun, bagaimana kita mau memberikan pengajaran kepada masyarakat terkait demokrasi.
Ada kritik. Itu biasa. Tidak bisa orang membangun tanpa kritik. Yang tau kekurangan saya, yang saya buat adalah orang lain. Kalau dari diri saya sendiri, selalu saya menganggap bagus tapi perspektif orang kan tidak. Bagaimana caranya saya berubah. Bagaimana saya tau kekurangan saya. Berarti saya harus dikritik. Saya sangat terbuka dengan kritik itu.
Justru kalau ada yg demo, di FMIPA ini saya tantang mahasiswanya, kenapa nggak pernah ada yang demo saya. Sibuk di lab. Jadi terkadang saya bilang sama mahasiswa kalau sibuk di lab, ayolah kita turun dulu di situ duduk-duduk. BEM saya ajak ngopi-ngopi. Saya ingin tahu apa maunya mereka. Mahasiswa adalah partnernya dosen. Partner nya rektor. Tidak usah khawatir. Kalau mereka demo, kan hak nya. Terus bagaimana mendengarkan. Kalau janjinya begini, kan harus koreksi diri. Dulu saja demokrasi saja sudah kelihatan, masa dengan zaman sudah begini serba digital begini kita tidak terbuka untuk itu. Kritik dalam artian membangun di sini. Enggak ada masalah. Itu adalah bagian untuk iklim kampus ini yang independen, akademik, maka dari situlah awalnya. Pertama pembelajaran untuk masyarakat, demokrasi di kampus awalnya.
Anda akan menjamin memberikan kebebasan dosen-dosen untuk menyampaikan kritik juga?
Kalau perlu ada namanya kotak kritik. Kalau berani menawarkan begini kenapa tidak kan. Karena kampus ini dibuat, di kampus ini adalah kolaborasi. Tidak bisa sendiri. Dan saya dengan yang lain harus begitu. Makanya kami usul namanya Unmul Maju Bersama. Itu jargonnya kami. Jangan ada yang ketinggalan. Bagaimana caranya kita ajak dosen-dosen menyampaikan kritik itu. No problem.
Perguruan tinggi diminta untuk mencegah dan menghapus kekerasan seksual khususnya di lingkup kampus. Apa upaya Anda untuk itu?
Sebagaimana diajarkan ke mahasiswa kita adalah etika moral. Itu yang pertama. Terus terkait dengan itu, sebelum saya bahas itu, saya adalah fakultas yang mengalami itu baru-baru ini. Ada anak kami yang mengalami itu. Baru dua minggu atau satu minggu ini. Kami rasakan itu. Nah itu PR kita. Anak-anak kita harus dibentengi. Makanya yang pertama etika moral tadi. Terus bagaimana menjaga itu? Ada sendiri badannya atau unitnya nanti yang menangani itu. Di FMIPA perempuan ada banyak. Saya tadi wisuda, dari 55 orang, laki-laki cuma 15 orang. Sisanya semuanya perempuan. Itu harus diberi perlindungan.
Anak saya juga semuanya perempuan. Alangkah sedihnya saya kalau ada begitu. Saya membayangkan kalau yang mengalami itu anak saya sendiri. Itu termasuk program pertama yang akan dilakukan. Mahasiswa baru masuk harus ada itu caranya supaya terhindar dari kekerasan seksual, apalagi zaman handphone begini. Semua bisa masuk. Kalau dulu bisa dicegah dengan hal-hal lain, kalau ini bisa masuk kapan saja. Informasi terkait dengan itu, seperti pelaku masuk lewat handphone. Mahasiswa di rumah, di mana, pasti langsung masuk handphone. Bagaimana bisa membentengi itu mahasiswa kita dengan hal pribadinya. Personal maksudnya. Kalau dulu belum ada handphone kan tinggal diedit. Sekarang biar tidur di rumah masuk. Jadi ada inovasi terkait hal itu seiring dengan teknologi.
Tidak jarang juga pelaku kekerasan seksual ini dari kalangan dosen
Iya. Kita harus akui itu. Kalau ada hal-hal terjadi begitu. Saya orang pertama yang harus memberikan pelajaran ke orang-orang seperti ini. Berarti ada konsekuensi dengan kelakuan mereka.
Ada sanksi tegas?
Iya jelas. Kalau prinsip saya secara pribadi, saya enggak ampuni hal-hal seperti itu. Berarti kan kembali lagi aturan. Kalau dosen melakukan begitu, atau staf PNS kan ada di situ (aturan).
Selama beberapa periode kepemimpinan di rektorat itu jajaran pimpinan rektor, wakil rektor didominasi pria. Jika terpilih, bakal menggandeng perempuan?
Di FMIPA ini, wakil dekan satu dan dua saya itu perempuan. Artinya, dari sekian yang ada ini kan mereka punya kompetensi. Untuk persiapan Si A Si B begini itu juga berproses. Kami tidak pernah menuntut bahwa perempuan itu nggak boleh, hanya laki-laki. Tidak seperti itu. Saya berlakukan di sini. Wakil dekan 1, dekan 2 itu semua ibu-ibu. Ketua jurusan biologi juga ibu-ibu. Koordinator prodi saya di sini 6 prodi, 3 diantaranya ibu-ibu. Termasuk kepala lab. Kalau saya tidak menutup yang begitu. Kalau dia mampu, sekarang kan tidak ada lagi ini perempuan, ini sekarang direktur Pertamina, perempuan juga kan. Selama kompetensinya memenuhi kenapa tidak dan perempuan punya ketelitian, keahlian sendiri terkait beberapa pekerjaan. Yang tidak bisa dilakukan laki-laki.
Saya di FMIPA terbantu dengan itu. Misalnya terkait kebijakan menjalin kerjasama, terus siapa yang melaksanakan akademik di sini. Ada perempuan yang sangat memahami akademik yang menerapkan aturan semua begitu, dan dua komponen tanggung jawabnya. Akademik dan kemahasiswaan. No problem di FMIPA ini. Tidak pernah mempermasalahkan disini, kenapa kok laki. Saya terbuka saja kalau itu.
Sudah ada mengantongi nama wakil rektor jika terpilih dari perempuan?
Tidak ada di saat seperti ini. Persoalan nama nanti muncul sendiri kok. Itu proses. Semua punya kesempatan. Baik perempuan maupun laki-laki.
Kalau laki-laki 9, perempuannya 10 ya pilih yang 10 dong. Kalau perempuan 10, laki-laki 8, terus pilih yang laki-laki karena dia perempuan, berarti itu nggak memperhatikan gender dong. Jadi ada nanti ada kriteria-kriteria penilaian apa yang dilakukan untuk seperti itu. Baik laki-laki atau perempuan. (*)

source