IDXChannel – Perekonomian Tanah Air sempat anjlok di masa pandemi, tetapi sektor kesehatan malah tumbuh hingga 10,46 persen pada 2021. Adapun data BPS mencatat tumbuhnya sektor kesehatan semasa pandemi disokong oleh melesatnya konsumsi produk kesehatan yang mencapai 73,3 persen.
Sebagai emiten farmasi, PT Kimia Farma Tbk atau KAEF turut mencatat pertumbuhan pendapatan selama pandemi. Sepanjang tahun 2020, pendapatan emiten ini sebesar Rp10,06 triliun. Kemudian di tahun berikutnya, pendapatan KAEF tumbuh 28,50 persen selama tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp12,85 triliun.
Selain mencatatkan pertumbuhan pendapatan bersih, KAEF juga mengalami peningkatan laba signifikan bahkan mencapai 1.613,68 persen di tahun 2021. Di tahun sebelumnya, laba bersih KAEF hanya sebesar Rp17,64 miliar. Laba bersih emiten ini kemudian meroket hingga Rp302,27 miliar di tahun 2021.
Terkereknya pendapatan dan laba bersih emiten ini disebabkan meningkatnya penjualan KAEF selama pandemi di tahun 2021. Berdasarkan laporan keuangannya, sumber pendapatan emiten farmasi ini berasal dari penjualan lokal dan penjualan luar negeri.
Penjualan lokal menyumbang pendapatan terbesar, yaitu Rp12,66 triliun. Angka tersebut tumbuh sebesar 29,38 persen dari periode sebelumnya, yakni Rp9,78 triliun. Sementara pendapatan dari penjualan lokal sebagian besar disumbang oleh pihak ketiga lokal yakni sebesar Rp10,04 triliun.
Adapun rincian pendapatan dari penjualan lokal sebagian besar berasal dari produksi pihak ketiga dan penjualan produksi entitas.
Dari penjualan lokal, rincian pendapatan KAEF dari sektor ini terdiri dari obat ethical atau resep dokter (Rp3,09 triliun), serta alat kesehatan, jasa klinik, lab klinik, dan lainnya (Rp2,05 triliun). Di samping itu, vaksin juga berkontribusi dalam menambah pendapatan sebanyak Rp1,38 triliun.
Selain penjualan produksi pihak ketiga, penjualan produksi entitas juga menyumbang sebesar Rp3,59 triliun. Meski tergolong besar, angka ini turun sebesar 2,03 persen dari periode sebelumnya. Sedangkan penjualan obat generik menyumbang sebagian besar pendapatan penjualan produksi entitas sebesar Rp2,11 triliun.
Adapun dari penjualan luar negeri, emiten ini memperoleh tapendapatan sebesar Rp200,36 miliar. Informasi saja, penjualan luar negeri berasal dari garam kina, yodium dan derivat, serta obat dan alat kesehatan.
Saham Melejit Seiring Kinerja Keuangan Positif
Pertumbuhan positif kinerja keuangan KAEF diiringi dengan melesatnya kinerja saham emiten farmasi ini.
Di masa awal pandemi Covid-19, harga saham farmasi naik gila-gilaan. Tercatat BUMN farmasi yang merupakan anak usaha PT Bio Farma termasuk KAEF melesat lebih dari 100 persen pada pertengahan tahun 2020.
Semenjak awal tahun 2020, tercatat harga saham KAEF turut meroket bahkan mencapai 254,40 persen.
Di tahun berikutnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk vaksin virus corona (Covid-19) Sinovac. Sentimen ini menyebabkan kenaikan harga saham berbagai emiten farmasi Tanah Air.
Bahkan, beberapa emiten Bio Farma mencapai all time high dalam kurun setahun pada 12 Januari 2021.
Informasi saja, PT Bio Farma, induk usaha KAEF menjadi produsen vaksin Sinovac. Adapun PT Indofarma Tbk (INAF) dan anak usaha KAEF, PT Phapros Tbk (PEHA) juga terlibat dalam pengembangan vaksin dalam negeri.
Di tahun tersebut, saham KAEF ikut terkerek 51,76 persen secara year to date (YTD).
Pandemi Melandai, Saham Farmasi Redup
Di tahun 2022, harga saham sektor farmasi meredup di tengah melandainya Covid-19. Berbanding terbalik dengan tahun lalu, KAEF mencatat pertumbuhan kinerja saham negatif secara YTD di tahun ini sebesar minus 53,81 persen.
Merosotnya harga saham KAEF seiring dengan menurunnya kebutuhan produk kesehatan pasca pandemi. Selain itu, menurunnya kinerja saham KAEF di tahun ini sejurus dengan menurunnya kinerja keuangan emiten farmasi ini.
Adapun pada 2022, pendapatan bersih KAEF terkontraksi sebesar -1,73 persen.
Dilansir dari laporan keuangannya, pendapatan bersih emiten ini turun menjadi Rp2,26 triliun di triwulan pertama tahun ini. Adapun di periode yang sama di tahun sebelumnya, pendapatan bersih KAEF mencapai Rp2,3 triliun.
Selain pendapatan bersih, KAEF juga mengalami penurunan laba bersih pada Triwulan I-2022. Sebagaimana dikutip dari laporan keuangannya, laba bersih emiten farmasi ini menurun sebesar 66,64 persen di Triwulan I-2022 menjadi Rp5,76 triliun.
Padahal, di periode yang sama tahun sebelumnya emiten ini mampu membukukan laba bersihnya sebesar Rp17,29 triliun.
Di samping itu, menurunnya harga saham KAEF disebabkan oleh tingginya valuasi dari emiten ini. Dilansir dari RTI Business pada Kamis (17/6), KAEF mencetak Price Earnings Ratio (PER) sebesar 332,16 kali. Angka tersebut sangat tinggi melampaui PER per industri yang hanya sebesar 22,47 kali.
Asal tahu saja, PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya. Bila PER suatu emiten rasionya berada di bawah angka 10 kali, maka PER dianggap murah. (ADF)
Periset: Melati Kristina
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

source