Jakarta, CNBC Indonesia – Pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) yang ditunggu lama akhirnya disahkan di Dewan Perwakilan Rakyat dalam Sidang Paripurna Senin pekan lalu (5/10).
Pengesahan UU ini kemudian memicu kontroversial dan memantik aksi demonstrasi para pekerja dan mahasiswa.
Tapi di sisi lain, UU ini pun mendapat respons positif dari pelaku pasar karena dinilai berdampak positif bagi ekonomi Indonesia lantaran UU ini menghilangkan tumpang tindih aturan yang selama ini membelit investasi.
Dalam riset Panin Sekuritas yang dipublikasikan pekan lalu, Rabu (7/10/2020), disebutkan pengesahan Omnibus Law UU Ciptaker adalah suatu keharusan agar Indonesia keluar dari jebakan middle income trap, jebatan pendapatan kelas menengah, dan bisa mencapai target pertumbuhan setidaknya 6% per tahun.
“Adapun peranan investasi, khususnya sektor riil akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, sehingga transmisinya akan meningkatkan daya beli masyarakat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” tulis riset yang ditulis Analis Panin Sekuritas, Hosianna E. Situmorang ini.
Ada beberapa sektor yang akan merasakan dampak positif dari kehadiran UU Ciptaker ini, yaitu sektor perbankan, properti dan industrial estate kawasan industri.
Bagi sektor perbankan, kehadiran UU Ciptaker positif untuk sektor UMKM dan investasi, seperti deregulasi dan kemudahan perizinan, akan mendorong pertumbuhan kredit di jangka menengah – panjang,
Untuk sektor properti, relaksasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), serta entitas asing dalam memiliki bangunan strata title, akan mendorong permintaan untuk properti.
Lalu untuk lahan industri: peningkatan investasi asing langsung (FDI/foreign direct investment) akan mendorong permintaan untuk lahan industri, khususnya di daerah kawasan ekonomi khusus.
Dampak negatif
Dampak netral-negatif akan dirasakan sektor telekomunikasi, di mana kebijakan berbagi infrastruktur pasif lebih akan menguntungkan operator kecil, karena belanja modal yang lebih kecil, dibandingkan operator besar.
Lalu sektor plantation, di mana perusahaan perkebunan wajib mengusahakan lahan perkebunan paling lambat 2 tahun, setelah pemberian status hak atas tanah dan wajib menggunakan lahan perkebunan paling sedikit 30% dari luas ha tanah.
Kebijakan ini akan menjadi sentimen negatif karena perseroan harus mengerjakan seluruh tanaman perkebunannya dalam waktu yang singkat.
Kemudian, sektor media migrasi teknologi analog ke digital dan analog switch off diselesaikan paling lambat 2 tahun ke depan. Hal ini akan menjadi katalis negatif, karena migrasi teknologi akan memerlukan tambahan investasi yang cukup besar, sehingga berpotensi meningkatkan cash outflow.
Dalam riset yang dipublikasikan Panin Sekuritas, kehadiran UU Ciptaker pun dinilai menjadi katalis untuk mendorong empat hal yang penting bagi ekonomi Indonesia.
“Kami melihat positif implementasi kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja, karena akan mendorong: (1) kemudahan perizinan usaha, (2) kemudahan perizinan lokasi usaha, (3) kemudahan mendapatkan kredit untuk UMKM dan dunia usaha, dan (4) serta kemudahan penyelesaian kepailitan bagi perusahaan dengan modal terbatas,” tulis Panin.
Implementasi UU Ciptaker diharapkan bisa menarik investasi, melalui perbaikan peringkat Ease of Doing Business Indonesia (EODB), dimana peringkat EODB Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara tetangga, Indonesia di peringkat 73, Vietnam di 70, Thailand di 21, dan Malaysia di 12.