Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pada Kamis (1/2), Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menggelar pertemuan dengan Direktur Hubungan Global The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi Andreas Schaal. Dalam pertemuan yang dihelat di Kantor Staf Presiden, Gedung Bina Graha, Jakarta, ada sejumlah catatan dan kesepakatan penting yang dihasilkan.
Salah satunya yakni, Indonesia dan OECD saat ini sedang mengembangkan kerja sama program (Joint Work Programme, JWP) tahun 2017-2018 yang mencakup empat bidang. Pertama, perbaikan iklim investasi, perdagangan, dan persaingan usaha yang sehat dengan cara mendorong tumbuhnya iklim kewirausahaan, inovasi, dan tumbuhnya bisnis-bisnis berskala UMKM.
Kedua, penciptaan pertumbuhan ekonomi yang inklusif melalui perluasan perlindungan sosial, peningkatan keterampilan tenaga kerja, dan inklusi keuangan.
Ketiga, perbaikan tatakelola (governance) antara lain melalui kebijakan pencegahan korupsi, pembuatan dan penerapan regulasi yang baik, peningkatan pajak, good corporate governance, dan manajemen risiko dalam menangani masalah kebencanaan.
Keempat, promosi pertumbuhan yang ramah lingkungan (green growth), dengan mendorong kebijakan lingkungan hidup, investasi infrastruktur dasar dan pertumbuhan sektor pertanian dan perikanan secara berkelanjutan.
Kerja sama antara OECD dan Indonesia, rencananya akan diperkuat dalam pertemuan tingkat menteri ASEAN dan OECD di Tokyo pada bulan Maret 2018. Pada kesempatan tersebut, pemerintahan Presiden Joko Widodo berkesempatan untuk menunjukkan kemajuan reformasi yang dicapai dan merumuskan kesepakatan-kesepakatan yang perlu dikerjakan bersama, utamanya di antara negara-negara anggota OECD.
Dari empat bidang kerja sama tersebut, pemerintah Indonesia dan OECD, juga menetapkan pada empat fokus utama. Misalnya saja, kebijakan perpajakan yakni Base Erosion and Profit Shifting-BEPS. Ini adalah kebijakan kolaborasi antarnegara untuk melawan aksi korporasi global yang melakukan arbitrasi pajak dan menggunakan negara-negara yang menerapkan pajak nol persen atau sangat ringan (tax haven) untuk menghindari pajak di negara tempat korporasi tersebut beroperasi.
Fokus lainnya adalah kebijakan Automatic Exchange of Information-AEOI. Ini adalah pertukaran data wajib pajak antarnegara untuk mengatasi penghindaran pajak dan penyalahgunaan pajak.
Kemudian ada pula kajian komprehensif atas kebijakan pendidikan pelatihan dan kejuruan (vocational education and training, VET) di Indonesia.
Yang terakhir, perbaikan ekosistem yang mendukung pembangunan infrastruktur, khususnya kerangka hukum untuk investasi Kerja Sama Pemerintah-Swasta (KPS), atau Public Private Partnership/PPP.
Sementara itu, butir-butir atau bidang kerja sama untuk tahun 2019-2020 akan menjadi kesepakatan yang akan ditandatangani dalam Pertemuan Tahunan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB), di mana Indonesia akan menjadi tuan rumah.
Di sisi lain, Moeldoko menegaskan, sejumlah deregulasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sudah dan sedang dilakukan. “Saat ini setidaknya sudah ada 15 kebijakan deregulasi yang sedang berjalan. Peringkat Indonesia dalam soal daya tarik investasi juga sudah meningkat secara signifikan. Termasuk peringkat dalam urusan kemudahan menjalankan bisnis di Indonesia (Ease of Doing Business),” kata Moeldoko dalam siaran press yang diterima Kontan.co.id.
Sementara, pihak OECD mengakui bahwa posisi Indonesia sangat penting dan strategis, baik secara regional dan global. “Indonesia adalah salah satu mitra kunci (key partners) bagi OECD selain Tiongkok, Brazil, India, dan Afrika Selatan,” ujar Andreas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News