PP 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan mengatur tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Kewajiban Rumah Sakit, Akreditasi Rumah Sakit, Pembinaan dan Pengawasan Rumah Sakit, dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif.
PP 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan merupakan amanah Pasal 61 serta Pasal 185 huruf b UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk melakukan perubahan terhadap Pasal 24 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 40 ayat (4), dan Pasal 54 ayat (6) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
PP 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan ditetapkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Februari 2021 di Jakarta. PP 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan diundangkan Menkumham Yasonna H. Laoly pada tanggal 2 Februari 2021 di Jakarta.
PP 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 57. Penjelasan Atas PP 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6659. Agar setiap orang mengetahuinya.
Pertimbangan PP 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan, adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 61 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan.
Dasar hukum PP 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan, adalah:
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional. Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah Sakit serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, diperlukan pengaturan yang komprehensif mengenai penyelenggaraan Rumah Sakit.
Rumah Sakit dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan juga merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan yang mendukung upaya penciptaan lapangan pekerjaan dan pembangunan perekonomian nasional. Untuk itu beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dilakukan perubahan dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dimaksudkan untuk kemudahan perizinan berusaha dan percepatan investasi.
Berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja perlu disusun Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 61 yang merupakan perubahan terhadap Pasal 24 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 40 ayat (4), dan Pasal 54 ayat (6) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit serta Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan diatur hal-hal terkait Klasifikasi Rumah Sakit, Kewajiban Rumah Sakit, Akreditasi Rumah Sakit, Pembinaan dan Pengawasan Rumah Sakit, dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif.
Berikut adalah isi PP 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan, bukan format asli:
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Akreditasi Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit, setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi standar Akreditasi.
Klasifikasi Rumah Sakit adalah pengelompokan kelas Rumah Sakit berdasarkan kemampuan pelayanan, fasilitas kesehatan, sarana penunjang, dan sumber daya manusia.
Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Kementerian Kesehatan yang selanjutnya disebut Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus.
Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan klasifikasinya oleh pemerintah berdasarkan kemampuan pelayanan, fasilitas kesehatan, sarana penunjang, dan sumber daya manusia.
Klasifikasi Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri atas:
Rumah Sakit umum kelas A;
Rumah Sakit umum kelas B;
Rumah Sakit umum kelas C; dan
Rumah Sakit umum kelas D.
Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri atas:
Rumah Sakit khusus kelas A;
Rumah Sakit khusus kelas B; dan
Rumah Sakit khusus kelas C.
Dalam rangka pemenuhan ketersediaan Rumah Sakit dan peningkatan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dapat mendirikan Rumah Sakit umum kelas D pratama.
Rumah Sakit umum kelas D pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat didirikan pada daerah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
daerah terpencil dan daerah yang sulit dijangkau karena keadaan geografis;
daerah perbatasan yang berhadapan dengan negara lainnya baik yang dibatasi darat maupun laut;
daerah kepulauan, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan pulau-pulau kecil terluar;
daerah tertinggal; dan/atau
daerah yang belum tersedia Rumah Sakit atau Rumah Sakit yang telah ada sulit dijangkau akibat kondisi geografis.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Rumah Sakit umum kelas D pratama diatur dengan Peraturan Menteri.
Kemampuan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) merupakan jenis pelayanan yang dapat diberikan oleh Rumah Sakit.
Jenis pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan pada Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus yang dipenuhi berdasarkan ketersediaan sumber daya manusia, bangunan, sarana, dan peralatan.
Rumah Sakit umum dengan klasifikasi kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
Pelayanan kesehatan yang diberikan Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pelayanan medik dan penunjang medik;
pelayanan keperawatan dan kebidanan;
pelayanan kefarmasian; dan
pelayanan penunjang.
Pelayanan medik dan penunjang medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a terdiri atas:
pelayanan medik umum;
pelayanan medik spesialis; dan
pelayanan medik subspesialis.
Pelayanan medik umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa pelayanan medik dasar.
Pelayanan medik spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa:
pelayanan medik spesialis dasar; dan
pelayanan medik spesialis lain.
Pelayanan medik spesialis dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
pelayanan penyakit dalam;
pelayanan anak;
pelayanan bedah; dan
pelayanan obstetri dan ginekologi.
Pelayanan medik subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
pelayanan medik subspesialis dasar; dan
pelayanan medik subspesialis lain.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b terdiri atas:
pelayanan asuhan keperawatan; dan
pelayanan asuhan kebidanan.
Pelayanan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
pelayanan asuhan keperawatan generalis; dan
pelayanan asuhan keperawatan spesialis.
Pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c terdiri atas:
pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang dilakukan oleh instalasi farmasi sistem satu pintu; dan
pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d terdiri atas:
pelayanan penunjang yang diberikan oleh tenaga kesehatan; dan
pelayanan penunjang yang diberikan oleh tenaga non kesehatan.
Pelayanan penunjang yang diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
pelayanan laboratorium;
pelayanan rekam medik;
pelayanan darah;
pelayanan gizi;
pelayanan sterilisasi yang tersentral; dan
pelayanan penunjang lain.
Pelayanan penunjang yang diberikan oleh tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
manajemen Rumah Sakit;
informasi dan komunikasi;
pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan;
pelayanan laundry/binatu;
pemulasaraan jenazah; dan
pelayanan penunjang lain.
Rumah Sakit khusus dengan klasifikasi kelas A, kelas B, dan kelas C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyelenggarakan pelayanan lain selain kekhususannya.
Pelayanan lain selain kekhususannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan kegawatdaruratan.
Pelayanan rawat inap untuk pelayanan lain selain kekhususannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling banyak 40% (empat puluh persen) dari seluruh jumlah tempat tidur rawat inap.
Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) terdiri atas Rumah Sakit khusus:
ibu dan anak;
mata;
gigi dan mulut;
ginjal;
jiwa;
infeksi;
telinga hidung tenggorok dan bedah kepala leher;
paru;
ketergantungan obat;
bedah;
otak;
orthopedi;
kanker; dan
jantung dan pembuluh darah.
Selain Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan Rumah Sakit khusus lainnya berdasarkan hasil kajian kebutuhan pelayanan.
Rumah Sakit khusus lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa penggabungan jenis kekhususan yang terkait keilmuannya atau jenis kekhususan baru.
Menteri dalam menetapkan Rumah Sakit khusus lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit khusus terdiri atas:
pelayanan medik dan penunjang medik;
pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan;
pelayanan kefarmasian; dan
pelayanan penunjang.
Pelayanan medik dan penunjang medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
pelayanan medik umum;
pelayanan medik spesialis sesuai kekhususan;
pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan;
pelayanan medik spesialis lain; dan
pelayanan medik subspesialis lain.
Pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
pelayanan asuhan keperawatan generalis;
pelayanan asuhan keperawatan spesialis; dan/atau
pelayanan asuhan kebidanan,
sesuai kekhususannya.
Pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang dilakukan oleh instalasi farmasi sistem satu pintu; dan
pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
pelayanan penunjang yang diberikan oleh tenaga kesehatan; dan
pelayanan penunjang yang diberikan oleh tenaga non kesehatan.
Pelayanan penunjang yang diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a terdiri atas:
pelayanan laboratorium;
rekam medik;
pelayanan darah;
pengolahan gizi;
pelayanan sterilisasi yang tersentral; dan
pelayanan penunjang lain.
Pelayanan penunjang yang diberikan oleh tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b terdiri atas:
manajemen Rumah Sakit;
informasi dan komunikasi;
pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan;
pelayanan laundry/binatu;
pemulasaraan jenazah; dan
pelayanan penunjang lain.

Fasilitas kesehatan dan sarana penunjang pada Rumah Sakit terdiri atas:
bangunan dan prasarana;
ketersediaan tempat tidur rawat inap; dan
peralatan.
Fasilitas kesehatan dan sarana penunjang pada Rumah Sakit untuk setiap kelas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit.
Bangunan dan prasarana pada Rumah Sakit umum dengan klasifikasi kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D dan Rumah Sakit khusus dengan klasifikasi kelas A, kelas B, dan kelas C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a harus memenuhi aspek keandalan teknis bangunan gedung dan konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain memenuhi aspek keandalan teknis bangunan gedung dan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bangunan dan prasarana juga harus memenuhi persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketersediaan tempat tidur rawat inap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b meliputi:
Klasifikasi Rumah Sakit umum:
kelas A paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) tempat tidur.
kelas B paling sedikit 200 (dua ratus) tempat tidur.
kelas C paling sedikit 100 (seratus) tempat tidur.
kelas D paling sedikit 50 (lima puluh) tempat tidur.
Klasifikasi Rumah Sakit khusus:
kelas A paling sedikit 100 (seratus) tempat tidur.
kelas B paling sedikit 75 (tujuh puluh lima) tempat tidur.
kelas C paling sedikit 25 (dua puluh lima) tempat tidur.
Ketentuan mengenai ketersediaan tempat tidur rawat inap Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dikecualikan bagi Rumah Sakit khusus gigi dan mulut, Rumah Sakit khusus mata, dan Rumah Sakit khusus telinga hidung tenggorok dan bedah kepala leher.
Ketersediaan tempat tidur rawat inap dan dental unit bagi Rumah Sakit khusus gigi dan mulut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
kelas A paling sedikit 14 (empat belas) tempat tidur rawat inap dan 75 (tujuh puluh lima) dental unit;
kelas B paling sedikit 12 (dua belas) tempat tidur rawat inap dan 50 (lima puluh) dental unit; dan
kelas C paling sedikit 10 (sepuluh) tempat tidur rawat inap dan 25 (dua puluh lima) dental unit.
Ketersediaan tempat tidur rawat inap bagi Rumah Sakit khusus mata dan Rumah Sakit khusus telinga hidung tenggorok dan bedah kepala leher sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
kelas A paling sedikit 40 (empat puluh) tempat tidur rawat inap;
kelas B paling sedikit 25 (dua puluh lima) tempat tidur rawat inap; dan
kelas C paling sedikit 15 (lima belas) tempat tidur rawat inap.
Jumlah tempat tidur rawat inap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 untuk pelayanan rawat inap kelas standar paling sedikit:
60% (enam puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
40% (empat puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta.
Jumlah tempat tidur rawat inap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 juga harus memenuhi:
jumlah tempat tidur perawatan intensif paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau swasta; dan
ruang yang dapat digunakan sebagai tempat isolasi dengan kapasitas paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau swasta.
Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk Rumah Sakit umum, terdiri atas:
6% (enam persen) untuk pelayanan unit perawatan intensif (intensive care unit); dan
4% (empat persen) untuk pelayanan intensif lain yang terdiri atas:
perawatan intensif neonatus (neonatal intensive care unit); dan
perawatan intensif pediatrik (pediatric intensive care unit).
Dalam kondisi wabah atau kedaruratan kesehatan masyarakat, kapasitas ruang yang dapat digunakan sebagai tempat isolasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit:
30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta.
Rumah Sakit dengan penanaman modal asing harus memiliki jumlah tempat tidur sesuai:
kategori Rumah Sakit umum atau Rumah Sakit khusus; atau
kesepakatan/kerja sama internasional.
Jumlah tempat tidur untuk Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit sesuai dengan jumlah tempat tidur Rumah Sakit umum kelas B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a angka 2.
Jumlah tempat tidur untuk Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit sesuai dengan jumlah tempat tidur Rumah Sakit kelas A pada setiap jenis Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b angka 1, Pasal 17 ayat (2) huruf a, dan Pasal 17 ayat (3) huruf a.
Penyelenggaraan Rumah Sakit dengan penanaman modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peralatan pada Rumah Sakit umum dengan klasifikasi kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D dan Rumah Sakit khusus dengan klasifikasi kelas A, kelas B, dan kelas C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c terdiri atas:
peralatan medis; dan
peralatan nonmedis,
yang memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan, dan laik pakai.
Sumber daya manusia untuk setiap kelas Rumah Sakit disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit.
Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tenaga tetap yang bekerja secara purna waktu.
Pemilik Rumah Sakit dan kepala/direktur Rumah Sakit bertanggung jawab dalam pemenuhan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan jumlah dan kualifikasi disesuaikan dengan hasil analisis beban kerja, kebutuhan, dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit.
Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan ditetapkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit.
Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan/atau tenaga lainnya berdasarkan kebutuhan dan kemampuan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber daya manusia pada Rumah Sakit umum dengan klasifikasi kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D meliputi:
tenaga medis;
tenaga psikologi klinis;
tenaga keperawatan;
tenaga kebidanan;
tenaga kefarmasian;
tenaga kesehatan masyarakat;
tenaga kesehatan lingkungan;
tenaga gizi;
tenaga keterapian fisik;
tenaga keteknisian medis;
tenaga teknik biomedika;
tenaga kesehatan lain;
tenaga manajemen Rumah Sakit; dan
tenaga non kesehatan.
Tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis, dan/atau dokter subspesialis.
Dokter spesialis dan dokter gigi spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan pelayanan medik spesialis.
Dokter subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas dokter subspesialis dasar dan dokter subspesialis lain untuk melakukan pelayanan medik subspesialis.
Dalam hal belum terdapat dokter subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dokter spesialis dengan kualifikasi tambahan dapat memberikan pelayanan medik subspesialis tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber daya manusia pada Rumah Sakit khusus dengan klasifikasi kelas A, kelas B, dan kelas C terdiri atas:
tenaga medis;
tenaga keperawatan dan/atau tenaga kebidanan;
tenaga kefarmasian;
tenaga kesehatan lain;
tenaga manajemen Rumah Sakit; dan
tenaga non kesehatan,
sesuai dengan pelayanan kekhususan dan/atau pelayanan lain selain kekhususannya.
Tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis sesuai kekhususannya, dokter gigi spesialis sesuai kekhususannya, dokter spesialis lain, dokter subspesialis sesuai kekhususan, dokter spesialis dengan kualifikasi tambahan sesuai kekhususannya, dokter subspesialis lain, dan/atau dokter spesialis lain dengan kualifikasi tambahan.
Rumah Sakit yang telah memiliki perizinan berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat melakukan perubahan kelas Rumah Sakit.
Perubahan kelas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
usulan dari pemilik atau kepala/direktur Rumah Sakit; atau
hasil pengawasan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
Usulan perubahan kelas dari pemilik atau kepala/direktur Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a hanya dapat dilakukan terhadap Rumah Sakit yang telah terakreditasi.
Perubahan kelas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menilai pemenuhan kemampuan pelayanan, fasilitas kesehatan dan sarana penunjang, dan sumber daya manusia sesuai dengan ketentuan Klasifikasi Rumah Sakit.
Perubahan kelas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan penetapan kelas Rumah Sakit yang baru melalui perubahan perizinan berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Klasifikasi Rumah Sakit umum dan Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 24 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban berupa:
memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;
memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan Pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
memberikan pelayanan gawat darurat kepada Pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
melaksanakan fungsi sosial dengan memberikan fasilitas pelayanan Pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani Pasien;
menyelenggarakan rekam medis;
menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, dan lanjut usia;
melaksanakan sistem rujukan;
menolak keinginan Pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta ketentuan peraturan perundang-undangan;
memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan kewajiban Pasien;
menghormati dan melindungi hak Pasien;
melaksanakan etika Rumah Sakit;
memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan, baik secara regional maupun nasional;
membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit;
melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan
memberlakukan seluruh lingkungan Rumah Sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
Dalam melaksanakan kewajiban Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis yang baik.
Kewajiban Rumah Sakit memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a berupa:
informasi umum Rumah Sakit;
informasi terkait dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada Pasien; dan
informasi terkait dengan kinerja pelayanan.
Dalam hal Rumah Sakit terdapat perubahan data informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rumah Sakit harus melakukan pemutakhiran data secara berkala setiap 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan pada Sistem Informasi Rumah Sakit milik Kementerian.
Ketentuan mengenai pemutakhiran data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan bagi informasi yang bersifat rahasia kedokteran.
Sistem Informasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan aplikasi sistem pelaporan Rumah Sakit secara daring (online) kepada Kementerian yang menyajikan informasi Rumah Sakit secara nasional.
Informasi umum tentang Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a terdiri atas:
profil Rumah Sakit;
tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
hak dan kewajiban Pasien;
mekanisme pengaduan; dan
pembiayaan.
Informasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara langsung dan tidak langsung.
Pemberian informasi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menyediakan fasilitas pelayanan informasi atau dilakukan oleh petugas Rumah Sakit.
Pemberian informasi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui papan pengumuman, brosur, rambu, pamflet, dan/atau situs website.
Profil Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a paling sedikit berisi:
jumlah dan ketersediaan tempat tidur;
status perizinan berusaha, klasifikasi, pencapaian indikator mutu, dan Akreditasi;
jenis dan fasilitas pelayanan Rumah Sakit;
jumlah, kualifikasi, dan jadwal praktik tenaga kesehatan;
pelayanan unggulan; dan
alur pelayanan.
Dalam hal Rumah Sakit digunakan sebagai tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan, profil Rumah Sakit berisi informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan informasi mengenai status Rumah Sakit sebagai Rumah Sakit pendidikan dan/atau wahana pendidikan.
Informasi terkait dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b paling sedikit berupa:
pemberi pelayanan;
diagnosis dan tata cara tindakan medis;
tujuan tindakan medis;
alternatif tindakan;
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan; dan
perkiraan pembiayaan.
Selain informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Rumah Sakit wajib memberikan informasi dan meminta persetujuan kepada Pasien jika melibatkan Pasien dalam penelitian kesehatan.
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sejak Pasien masuk ke Rumah Sakit, selama menerima pelayanan sampai dengan Pasien meninggalkan Rumah Sakit.
Penyampaian informasi terkait dengan pelayanan medik kepada Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan lain yang merawat Pasien sesuai dengan kewenangannya.
Informasi terkait dengan pelayanan medik kepada Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Informasi terkait dengan kinerja pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf c paling sedikit berupa hasil pencapaian indikator nasional mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban Rumah Sakit memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan Pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b dilakukan melalui:
pelaksanaan standar mutu dalam penyelenggaraan Rumah Sakit;
penerapan standar keamanan dan keselamatan Pasien;
pengukuran indikator nasional mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit; dan
pelayanan dengan tidak membedakan ras, agama, suku, gender, kemampuan ekonomi, orang dengan kebutuhan khusus atau penyandang disabilitas, latar belakang sosial politik dan antar golongan.
Pelaksanaan standar mutu dalam penyelenggaraan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui proses registrasi, lisensi, Akreditasi, dan penerapan standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional.
Kewajiban Rumah Sakit memberikan pelayanan gawat darurat kepada Pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf c dilakukan pada instalasi gawat darurat berupa:
triase; dan
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan.
Kemampuan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan standar instalasi gawat darurat yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Kewajiban Rumah Sakit berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sesuai dengan kemampuan pelayanannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf d termasuk juga kewajiban memberikan pelayanan kesehatan pada krisis kesehatan lainnya sesuai dengan kemampuan pelayanan.
Krisis kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam kesehatan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh bencana dan/atau berpotensi bencana.
Kewajiban berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sesuai kemampuan pelayanannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit:
membentuk tim tanggap darurat bencana untuk membuat dan melaksanakan manajemen penanggulangan bencana;
memberikan pelayanan langsung kepada korban bencana di lokasi bencana atau di Rumah Sakit; dan
melakukan mitigasi dampak bencana melalui penyediaan pelayanan rehabilitasi psikososial dan rehabilitasi fisik.
Kewajiban Rumah Sakit menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf e dilaksanakan dengan menyediakan pelayanan rawat inap kelas standar yang diperuntukan bagi peserta jaminan kesehatan penerima bantuan iuran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban Rumah Sakit melaksanakan fungsi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf f dilaksanakan melalui:
memberikan pelayanan kesehatan Pasien tidak mampu atau miskin;
pelayanan gawat darurat tanpa meminta uang muka;
penyediaan ambulan gratis;
pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa;
bakti sosial bagi misi kemanusiaan; dan/atau
melakukan upaya promosi kesehatan melalui komunikasi, informasi, dan edukasi.
Kewajiban Rumah Sakit membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf g dilaksanakan dengan:
menyusun, menetapkan, melaksanakan, mematuhi dan mengevaluasi standar pelayanan Rumah Sakit;
membentuk dan menyelenggarakan komite medik, satuan pemeriksaan internal, dan unsur organisasi Rumah Sakit lain untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan Pasien;
memenuhi ketentuan persyaratan Akreditasi;
membuat dan menyampaikan laporan insiden keselamatan Pasien sesuai ketentuan yang berlaku; dan
menyelenggarakan pelayanan Rumah Sakit yang berfokus pada keselamatan, efektifitas, efisiensi, ketepatan waktu, berorientasi pada Pasien, berkeadilan, dan terintegrasi.
Kewajiban Rumah Sakit dalam menyelenggarakan rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf h dilaksanakan melalui penyelenggaraan manajemen informasi kesehatan di Rumah Sakit.
Penyelenggaraan manajemen informasi kesehatan di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban Rumah Sakit dalam menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, dan lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf i dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan teknis bangunan dan prasarana yang memenuhi prinsip keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan akses.
Ketentuan mengenai persyaratan teknis bangunan dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban Rumah Sakit melaksanakan sistem rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf j dilaksanakan berdasarkan kemampuan pelayanan Rumah Sakit dan kebutuhan medis Pasien.
Dalam melaksanakan sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rumah Sakit menggunakan aplikasi sistem rujukan terintegrasi yang diselenggarakan oleh Kementerian yang mendukung kebijakan satu data di Indonesia yang akurat, mutakhir, dan terpadu.
Pelaksanaan sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban Rumah Sakit menolak keinginan Pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf k dilakukan dengan cara:
melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi; dan
membuat peraturan internal Rumah Sakit.
Komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan memberdayakan unsur Rumah Sakit yang memiliki tugas dan tanggung jawab di bidang etik dan hukum Rumah Sakit.
Keinginan Pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
permintaan untuk melakukan aborsi ilegal;
permintaan untuk bunuh diri dengan bantuan;
pemberian keterangan palsu;
melakukan perbuatan curang (fraud); dan
keinginan Pasien lain yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penolakan keinginan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberikan penjelasan mengenai alasan penolakan dan dicatat dalam dokumen tertulis.
Dokumen tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa rekam medis atau dokumen tersendiri.
Kewajiban Rumah Sakit untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan kewajiban Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf l dilakukan melalui pemberian informasi kepada Pasien secara lengkap tentang hak dan kewajibannya.
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis dan/atau lisan.
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mencakup informasi hak dan kewajiban Pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) terdiri atas:
memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban Pasien;
memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga Pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
memilih dokter, dokter gigi, dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai surat izin praktik baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data medisnya;
mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu Pasien lainnya;
memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut;
menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i termasuk mendapatkan akses terhadap isi rekam medis.
Hak Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k, termasuk hak untuk memberikan persetujuan atau menolak menjadi bagian dalam suatu penelitian kesehatan.
Hak Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l dikecualikan bagi Pasien dengan kondisi tertentu sesuai dengan standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk memenuhi hak Pasien dalam menyampaikan keluhan atau pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan huruf r, setiap Rumah Sakit wajib menyediakan unit pelayanan pengaduan.
Unit pelayanan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan pengumpulan informasi, klarifikasi, dan penyelesaian keluhan Pasien atas ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit dan/atau prosedur pelayanan di Rumah Sakit.
Keluhan atau pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus ditindaklanjuti secara cepat, adil, dan objektif.
Kewajiban Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) terdiri atas:
mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
menggunakan fasilitas Rumah Sakit secara bertanggung jawab;
menghormati hak Pasien lain, pengunjung, dan hak tenaga kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di Rumah Sakit;
memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang dimilikinya;
mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit dan disetujui oleh Pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Kewajiban Rumah Sakit untuk menghormati dan melindungi hak Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf m dilaksanakan dengan:
melakukan pelayanan yang berorientasi pada hak dan kepentingan Pasien; dan
melakukan monitoring dan evaluasi.
Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerapkan peraturan dan standar Rumah Sakit.
Kewajiban Rumah Sakit untuk melaksanakan etika Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf n dilakukan dengan:
menyusun peraturan dan kebijakan mengenai panduan etik dan perilaku;
menerapkan panduan etik dan perilaku;
melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan panduan etik dan perilaku; dan
mengenakan sanksi bagi pelanggaran panduan etik dan perilaku.
Rumah Sakit dapat membentuk komite etik dan hukum dalam memenuhi kewajiban melaksanakan etika dan perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Kewajiban Rumah Sakit dalam memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf o ditujukan untuk mencegah dan mengendalikan potensi bahaya terhadap kecelakaan dan bencana yang terdiri atas:
kebakaran dan kecelakaan lain yang berhubungan dengan instalasi listrik;
radiasi atau pencemaran bahan kimia yang berbahaya, termasuk bahan berbahaya dan beracun;
gangguan psikososial; dan/atau
masalah ergonomis.
Pengelolaan sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban Rumah Sakit untuk melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf p dilaksanakan melalui:
penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi;
penurunan angka stunting pada balita;
perbaikan pengelolaan jaminan kesehatan nasional;
peningkatan promosi kesehatan dan penyehatan masyarakat;
peningkatan pengelolaan pengendalian penyakit serta kedaruratan kesehatan masyarakat;
peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan;
peningkatan akses pemandirian dan mutu kefarmasian dan alat kesehatan;
peningkatan pemenuhan sumber daya manusia kesehatan sesuai standar; dan
pelaksanaan program pemerintah bidang kesehatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan program pemerintah di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan dilaporkan oleh Rumah Sakit melalui sistem informasi Rumah Sakit.
Kewajiban Rumah Sakit untuk membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf q dilaksanakan melalui penyusunan daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang dapat diakses oleh pengguna pelayanan.
Daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat nama, gelar, jabatan di Rumah Sakit, dan nomor serta masa berlaku surat izin praktik.
Kewajiban Rumah Sakit menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf r dilakukan melalui penyusunan dan pelaksanaan kebijakan umum pelayanan Rumah Sakit yang mendukung tata kelola korporasi dan tata kelola klinis yang baik.
Peraturan internal Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
peraturan organisasi Rumah Sakit; dan
peraturan staf medis Rumah Sakit.
Untuk mendukung tata kelola klinis Rumah Sakit, selain peraturan staf medis Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Rumah Sakit dapat membuat peraturan staf klinik Rumah Sakit lainnya sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit.
Peraturan organisasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan aturan yang mengatur hubungan pemilik atau yang mewakili dengan kepala/direktur Rumah Sakit.
Peraturan staf medis Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan aturan mengenai tata kelola klinis untuk menjaga profesionalisme staf medis di Rumah Sakit.
Ketentuan mengenai penyusunan dan pelaksanaan peraturan internal Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Kewajiban Rumah Sakit melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf s dilaksanakan dengan:
memberikan konsultasi hukum;
memfasilitasi proses mediasi dan proses peradilan;
memberikan advokasi hukum;
memberikan pendampingan dalam penyelesaian sengketa medik; dan
mengalokasikan anggaran untuk pendanaan proses hukum dan ganti rugi.
Kewajiban Rumah Sakit dalam memberlakukan seluruh lingkungan Rumah Sakit sebagai kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf t dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 53 dikenai sanksi administratif berupa:
teguran;
teguran tertulis;
denda; dan/atau
pencabutan perizinan Rumah Sakit.
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit, wajib dilakukan Akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali.
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Rumah Sakit paling lambat setelah beroperasi 2 (dua) tahun sejak memperoleh izin berusaha untuk pertama kali.
Akreditasi dilaksanakan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang berasal dari dalam atau luar negeri.
Lembaga independen penyelenggara Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Dalam penyelenggaraan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, lembaga independen penyelenggara Akreditasi wajib:
melaksanakan Akreditasi dengan menggunakan standar Akreditasi yang telah disetujui oleh Menteri; dan
menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai pelaksanaan Akreditasi termasuk Rumah Sakit yang telah terakreditasi.
Standar Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a memuat pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang harus dipenuhi oleh Rumah Sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit dan keselamatan Pasien.
Standar Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan program nasional dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kegiatan penyelenggaraan Akreditasi meliputi:
persiapan Akreditasi;
pelaksanaan Akreditasi; dan
pasca Akreditasi.
Persiapan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf a dilakukan oleh Rumah Sakit yang akan menjalani proses Akreditasi untuk pemenuhan standar Akreditasi.
Persiapan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit berupa penilaian pemenuhan standar Akreditasi secara mandiri.
Pelaksanaan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf b dilakukan melalui kegiatan:
survei Akreditasi; dan
penetapan status Akreditasi.
Kegiatan pasca Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf c dilakukan oleh Rumah Sakit melalui penyampaian perencanaan perbaikan strategis kepada lembaga independen penyelenggara Akreditasi dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Selain penyampaian perencanaan perbaikan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk keberlangsungan dan peningkatan mutu pasca Akreditasi Rumah Sakit harus memberikan laporan pemenuhan indikator nasional mutu pelayanan kesehatan dan laporan insiden keselamatan Pasien kepada Kementerian.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mendukung penyelenggaraan Akreditasi untuk Rumah Sakit milik pemerintah atau swasta.
Dukungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pedoman Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 63 ditetapkan oleh Menteri.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyarakatan lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat;
peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
keselamatan Pasien;
pengembangan jangkauan pelayanan; dan
peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah Pusat dapat mengenakan sanksi administratif berupa:
teguran;
teguran tertulis;
denda; dan/atau
pencabutan perizinan Rumah Sakit.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas:
pemenuhan persyaratan Rumah Sakit;
kesesuaian Klasifikasi Rumah Sakit;
perizinan Rumah Sakit;
pemenuhan kewajiban dan hak Rumah Sakit dan Pasien; dan
standar dan mutu pelayanan Rumah Sakit.
Pembinaan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui kegiatan paling sedikit berupa:
bimbingan teknis;
advokasi;
konsultasi; dan/atau
pendidikan dan pelatihan.
Pengawasan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui kegiatan paling sedikit berupa:
monitoring; dan
evaluasi.
Keterlibatan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyarakatan lainnya dalam pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dilakukan sebagai bentuk partisipasi masyarakat untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan keselamatan Pasien.
Keterlibatan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyarakatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kebutuhan dalam penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan.
Organisasi kemasyarakatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang perumahsakitan dan merupakan bagian dari asosiasi perumahsakitan.
Dalam melaksanakan tugas pengawasan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat mengangkat tenaga pengawas sesuai kompetensi dan keahliannya.
Tenaga pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan pengawasan yang bersifat teknis medis dan teknis perumahsakitan.
Pengawasan yang bersifat teknis medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan audit medis secara eksternal.
Pengawasan yang bersifat teknis perumahsakitan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan evaluasi terhadap kinerja pelayanan dan kinerja keuangan Rumah Sakit.
Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tenaga pengawas berwenang:
memasuki tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan yang berhubungan dengan lingkup pengawasan;
memeriksa lokasi, fasilitas, dan tempat yang terkait dengan lingkup pengawasan;
memeriksa perizinan yang terkait dengan lingkup pengawasan;
memeriksa dokumen yang terkait dengan lingkup pengawasan;
mewawancarai pihak terkait sesuai dengan kebutuhan pengawasan;
melakukan verifikasi, klarifikasi, dan/atau kajian; dan
memberikan rekomendasi berdasarkan hasil pengawasan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya.
Tenaga pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan ditugaskan dalam jabatan fungsional tenaga pengawas kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembinaan dan pengawasan yang bersifat nonteknis perumahsakitan dapat melibatkan unsur masyarakat secara internal atau eksternal.
Pembinaan dan pengawasan secara internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dewan pengawas Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembinaan dan pengawasan secara eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan pengawas Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dan Pasal 65 ayat (3) dilakukan berdasarkan laporan dugaan pelanggaran yang berasal dari:
pengaduan;
pemberitaan media elektronik/media cetak; dan/atau
hasil monitoring dan evaluasi.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah pemberi perizinan berusaha.
Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf a dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, dan/atau institusi/lembaga/instansi/organisasi.
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
dilakukan secara tertulis; dan
memiliki uraian peristiwa yang dapat ditelusuri faktanya.
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
identitas pelapor;
nama dan alamat lengkap pihak yang diadukan;
jenis dugaan pelanggaran yang dilakukan Rumah Sakit;
waktu pelanggaran dilakukan;
kronologis peristiwa yang diadukan; dan
keterangan yang memuat fakta, data, atau petunjuk terjadinya pelanggaran.
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang menerbitkan perizinan berusaha Rumah Sakit.
Identitas pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a wajib dirahasiakan.
Pemberitaan media elektronik/media cetak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b merupakan pemberitaan yang dapat ditelusuri kebenarannya.
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf c dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan pengawas Rumah Sakit.
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang menerbitkan perizinan berusaha.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah setelah menerima laporan dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 melakukan pemeriksaan dengan cara membentuk tim panel yang bersifat ad hoc untuk menindaklanjuti laporan.
Tim panel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas 5 (lima) orang anggota dari unsur:
Kementerian, dinas kesehatan daerah provinsi, atau dinas kesehatan daerah kabupaten/kota;
organisasi profesi atau asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan;
badan pengawas Rumah Sakit; dan
ahli.
Tim panel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
menerima dan meneliti laporan;
mengembalikan laporan yang tidak lengkap untuk dilengkapi khusus untuk pengaduan;
mencatat laporan yang telah lengkap dalam buku registrasi;
melakukan verifikasi laporan;
melakukan pemeriksaan untuk kepentingan pembuktian;
melakukan analisis seluruh informasi dan temuan; dan
membuat laporan hasil pemeriksaan dengan atau tanpa rekomendasi sanksi.
Tim panel dalam melakukan tugas verifikasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dapat melalui surat menyurat dan/atau media komunikasi lain.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim panel berwenang:
melakukan pemeriksaan dokumen;
mendalami informasi kepada semua pihak yang terlibat atau yang mengetahui kejadian;
mengamankan barang bukti;
melakukan pemeriksaan di lokasi kejadian;
berkoordinasi dengan institusi terkait termasuk penegak hukum; dan
memberikan rekomendasi pengenaan sanksi.
Dalam melakukan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tim panel dibantu oleh sekretariat.
Bukti yang diperoleh tim panel dalam melakukan pemeriksaan dapat berupa:
surat dan/atau dokumen;
keterangan saksi;
keterangan ahli;
pengakuan terlapor; dan/atau
barang bukti fisik.
Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan analisis oleh tim panel untuk:
memberikan rekomendasi kepada pejabat yang berwenang dalam mengenakan sanksi administratif; atau
memberitahukan kepada pelapor bahwa tidak terdapat pelanggaran.
Tim panel menyusun dan menyampaikan laporan hasil kerja kepada Menteri, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota, sesuai dengan rekomendasi sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf a.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tim panel melakukan pemeriksaan.
Dalam hal laporan hasil kerja tim panel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat disusun, tim panel menyampaikan laporan hasil pemeriksaan sementara.
Tim panel menyampaikan laporan hasil pemeriksaan akhir paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak penyampaian laporan hasil pemeriksaan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Dalam hal laporan yang berasal dari pemberitaan media elektronik/media cetak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b dinyatakan tidak benar, tim panel meneruskan laporan kepada institusi/instansi terkait.
Dalam hal laporan hasil kerja tim panel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) atau laporan hasil pemeriksaan akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (4) terbukti adanya pelanggaran, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah pemberi perizinan berusaha mengenakan sanksi administratif berupa teguran kepada Rumah Sakit yang melakukan pelanggaran.
Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis.
Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi yang diberikan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak menerima teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dalam hal perbaikan sesuai dengan rekomendasi yang diberikan tidak dapat dipenuhi sampai berakhirnya waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (3), Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah pemberi perizinan berusaha memberikan teguran tertulis kepada Rumah Sakit yang melakukan pelanggaran.
Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah pemberi perizinan berusaha dapat memberikan perpanjangan waktu kepada Rumah Sakit untuk melakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi paling lama 1 (satu) bulan.
Apabila sampai dengan berakhirnya perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) Rumah Sakit tidak melakukan perbaikan, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah pemberi perizinan berusaha mengenakan sanksi denda.
Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Besaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung sesuai dengan jumlah pelanggaran.
Perhitungan besaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk setiap 1 (satu) jenis pelanggaran sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi yang diberikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak menerima sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 disetorkan kepada kas negara atau kas daerah sesuai dengan perizinan berusaha yang diperoleh pelaku usaha perumahsakitan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (5) Rumah Sakit tidak melakukan perbaikan, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah pemberi perizinan berusaha mengenakan sanksi pencabutan perizinan berusaha.
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
Rumah Sakit tetap dapat menyelenggarakan pelayanan rawat inap sesuai dengan kelas perawatan yang dimiliki sampai diselenggarakannya pelayanan rawat inap kelas standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
pelayanan rawat inap kelas standar sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterapkan paling lambat 1 Januari 2023.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indoneia.
Demikianlah isi PP 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan.
Beranda | Disclaimer | Tentang
Redaksi: Jl. Suryodiningratan, Yogyakarta
E-Mail | Twitter

source