atau cari berdasarkan hari
Label Halal
TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori Yusuf, mengungkapkan beberapa kelemahan label halal baru buatan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama. Dia menilai hal itu berisiko merugikan konsumen umat Islam.
Bukhori menyatakan satu hal yang paling penting adalah kaligrafi halal dalam label yang menurut dia sulit dikenali oleh konsumen. Padahal, menurut dia, hal itu adalah elemen paling signifikan untuk diperhatikan.
“Kendati otoritas penerbit sertifikat halal di setiap negara di dunia memiliki karakteristiknya masing-masing, khususnya pada bagian label, namun ada ciri khas yang sama antara satu dengan yang lainnya, yakni penekanan pada unsur islami yang tercermin dari penggunaan kaligrafi halal,” kata Bukhori dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 14 Maret 2022.
Anggota Komisi Agama DPR ini mengatakan, mayoritas label halal di dunia menggunakan kaligrafi atau khat Kufi dan Nasakh sebagai ciri khasnya. Sedangkan secara bentuk ornamen, hampir 80 persen label halal di dunia disebutnya berbentuk melingkar. Sebab, secara filosofis bermakna siklus hidup manusia.
Dengan ciri khas tersebut, Bukhori melanjutkan, ada semacam kesatuan tema dari label halal di seluruh dunia. Tujuannya adalah agar produk halal mudah dikenali oleh umat Islam di seluruh dunia, khususnya bagi mereka yang kerap melakukan mobilitas lintas negara.
“Esensi dari label adalah menyederhanakan. Idealnya, maksimal dalam dua detik konsumen sudah dapat mengidentifikasi produk tersebut,” tuturnya.
Legislator PKS itu juga menganggap pemilihan warna ungu pada label halal yang baru tidak mencerminkan citra keislaman. Selain itu, Bukhori menilai penggunaan warna ungu memberikan efek psikologis yang buruk bagi konsumen.
“Pemilihan warna ungu tidak relevan unsur keislaman. Pasalnya, mayoritas label halal di berbagai negara di dunia menggunakan unsur hijau sebagai salah satu paduan warnanya. Sebab, warna hijau identik dengan identitas Islam dan muslim,” papar Bukhori.
Dia mencontohkan, warna bendera sejumlah negara muslim seperti Arab Saudi, Palestina, dan Pakistan, menjadikan warna hijau sebagai salah satu unsur paduan warnanya. Ini mengingat secara histori penggunaan warna hijau tidak lepas dari anggapan bahwa warna tersebut adalah warna yang paling disukai Nabi Muhammad SAW.
Bukhori menekankan, setiap warna memiliki pengaruh terhadap perilaku, pikiran, dan perasaan seseorang. Warna ungu, menurut dia, justru diasumsikan sebagai sesuatu yang beracun.
Motif label halal baru yang mirip gunungan wayang pun tak lepas dari pengamatan Bukhori. Dia menilai hal itu menimbulkan kesan etnosentris dan tidak merepresentasikan identitas keindonesiaan. Ia menyayangkan penyisipan motif gunungan wayang yang seolah dipaksakan sehingga berakibat pada kaligrafi halal menjadi sulit diidentifikasi oleh konsumen.
“Jika maksudnya adalah untuk menegaskan identitas Indonesia, sebaiknya tidak menggunakan simbol yang mirip gunungan wayang karena tidak sepenuhnya merepresentasikan ciri khas Indonesia, selain membuat kaligrafi halal sulit dibaca,” kata Bukhori.
Dia pun memberi contoh beberapa negara seperti Australia, Bangladesh, Jepang, Selandia Baru, dan Mexico, yang menyisipkan unsur peta negaranya sebagai penegasan kekhasan atau identitas bangsanya tanpa mengaburkan kaligrafi halal yang merupakan elemen penting dalam label.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga melontarkan kritikan serupa terkait label halal baru. Wakil Ketua MUI Anwar Abbas menyatakan label tersebut tak sesuai dengan pembicaraan antara mereka dengan BPJPH Kementerian Agama sebelumnya.
Baca: MUI Kritik Bentuk Label Halal Baru: Tak Sesuai Pembicaraan Awal
Dapatkan ringkasan berita eksklusif dan mendalam sesuai dengan topik pilihan Anda dengan membaca newsletter pilihan Tempo
Pilih Topik
Ustaz Abdul Somad, yang populer dengan sebutan UAS, mengaku dideportasi dari Singapura. Dia mengunggah video suasana di imigrasi.
Tempo Media Group © 2017