Mafia Berkeley, Begawan Ekonomi Orde Baru
KOMPAS.com – Mafia Berkeley adalah julukan yang diberikan kepada sekelompok menteri bidang ekonomi dan keuangan yang menentukan kebijakan ekonomi Indonesia pada masa awal pemerintahan Presiden Soeharto.
Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh seorang aktivis-penulis “kiri” Amerika Serikat, David Ransom, dalam sebuah majalah bernama Ramparts, edisi 4 tahun 1970.
Pada awal Orde Baru, Mafia Berkeley, yang beranggotakan para ekonom lulusan Universitas California Berkeley, Amerika Serikat, ini sangat harum namanya.
Pasalnya, mereka terbukti berhasil dengan gemilang menyelamatkan perekonomian Indonesia dari bahaya kehancuran yang diwariskan pemerintah Orde Lama di bawah Presiden Soekarno.
Baca juga: Utang Luar Negeri Masa Orde Baru
Sebagian besar dari menteri-menteri yang menjadi anggota Mafia Berkeley adalah lulusan doktor atau master dari University of California at Berkeley pada 1960-an.
Berikut ini adalah anggota Mafia Berkeley.
Widjojo Nitisastro dan Soemitro Djojohadikoesoemo, sering dianggap sebagai pemimpin Mafia Berkeley dan arsitek utama perekonomian Orde Baru.
Selain itu, Dorodjatun Koentjoro-Jakti, yang juga lulus dari Berkeley, terkadang juga dimasukkan sebagai anggota kelompok ini.
Baca juga: JB Sumarlin: Pendidikan, Karier, dan Wafat
Menurut JB Sumarlin, asal-usul Mafia Berkeley dapat ditelusuri dari usaha penguatan institusi pendidikan, yaitu Fakultas Ekonomi UI (FE UI), pada sekitar 1950-an.
Kala itu, FE UI mengirimkan dosen-dosennya belajar ke Amerika Serikat dengan dana bantuan Ford Foundation.
Terdapat sekitar 40 dosen FE UI dikirim ke berbagai perguruan tinggi di AS untuk mengikuti pendidikan magister dan doktor antara 1957-1964.
Inisiatif yang dikenal dengan sebutan Proyek California ini mengirim dosen FE UI dalam empat tahapan.
JB Sumarlin misalnya, tergabung dalam angkatan II bersama Ali Wardhana, Marsudi Djojodipoero, Kwik Kian Kiat (Budi Paramita), Ang Giok Goen (Gunawan Arie Wardhana), Harun Zain, dan Hariri Hadi.
Sedangkan Widjojo Nitisastro termasuk dalam rombongan pertama yang pergi ke Berkeley.
David Ransom menyebut Soemitro Djojohadikoesoemo, dekan FE UI sejak 1951, sebagai perintis awal Mafia Berkeley.
Baca juga: Proyek Mercusuar Soekarno

Pada 1960-an, seluruh mahasiswa yang telah pulang dari AS lantas ditugaskan untuk mengajar di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SESKOAD).
Ketika Jenderal Soeharto mengambil alih kekuasaan di Indonesia dari Presiden Soekarno melalui Supersemar, dasar-dasar pemerintahan yang nantinya disebut sebagai rezim Orde Baru mulai dibangun.
Pada akhir Agustus 1966, Soeharto mengadakan seminar di SESKOAD untuk mendiskusikan masalah ekonomi dan politik, serta bagaimana Orde Baru akan mengatasi permasalahan negara kala itu.
Ketika itu, inflasi di Indonesia sudah mencapai angka 650 persen dan sedang menanggung beban neraca pembayaran luar negeri sebesar Rp 714 miliar.
Baca juga: Kegagalan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin
Ekonom-ekonom FE UI yang diketuai oleh Widjojo Nitisastro pun ikut dalam seminar dan mempresentasikan ide mereka serta rekomendasi kebijakan kepada Soeharto.
Soeharto pun kagum dengan ide mereka dan dengan cepat meminta untuk bekerja sebagai Tim Ahli di Bidang Ekonomi dan Keuangan.
Tim inilah yang berisi para ekonom lulusan University of California, Berkeley, dan menjadi arsitek utama perekonomian Indonesia pada 1960-an, atau kemudian disebut sebagai Mafia Berkeley.
Menurut Revrisond Baswir, Mafia Berkeley adalah sekelompok ekonom Indonesia yang dibina oleh Amerika Serikat (AS) untuk membelokkan arah perekonomian Indonesia ke jalan ekonomi pasar neoliberal.
Sedangkan menurut JB Sumarlin, mereka disebut mafia karena pemikirannya dianggap sebagai bagian dari rencana CIA untuk membuat Indonesia sebagai boneka Amerika.
Kebijakan-kebijakan Mafia Berkeley berlandaskan liberalisasi ekonomi serta pasar bebas, yang diwujudkan dalam Penanaman Modal Asing.
Baca juga: De-Soekarnoisasi, Upaya Soeharto Melemahkan Pengaruh Soekarno
Untuk mengatasi perekonomian Indonesia yang kacau balau, mereka berfokus pada pengendalian inflasi dan menyeimbangkan anggaran. 
Hal ini terbukti membuat kondisi ekonomi di Indonesia jauh lebih stabil. Inflasi yang awalnya sebesar 650 persen pada 1966, turun menjadi hanya 13 persen pada 1969.
Ketika Soeharto akhirnya resmi menjadi presiden pada 1968, Mafia Berkeley segera diberi berbagai jabatan menteri,
Dengan posisi ini, Mafia Berkeley memiliki pengaruh kuat dalam kebijakan ekonomi dan membawa perekonomian Indonesia ke tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi.
Bahkan Mafia Berkeley mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tingkat pertumbuhannya tinggi, rata-rata sekitar 6,5 persen per tahun.
Selain itu, program yang dicanangkan Mafia Berkeley juga bertujuan untuk rehabilitasi infrastruktur serta pengembangan sektor pertanian.
Pada saat yang bersamaan, sebuah program internasional juga dibentuk untuk mendukung pemulihan ekonomi di Indonesia, yaitu Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI).
Baca juga: Upaya Pengendalian Inflasi dan Kebijakan di Indonesia

Menteri Ali Wardhana (Indonesia), Eegje Schoo (Netherlands), dan Widjojo Nitisastro (Indonesia) dalam meeting IGGI di Belanda bulan Juni 1983Creative Commons Menteri Ali Wardhana (Indonesia), Eegje Schoo (Netherlands), dan Widjojo Nitisastro (Indonesia) dalam meeting IGGI di Belanda bulan Juni 1983

Meskipun Mafia Berkeley mampu memperbaiki kondisi ekonomi di Indonesia, tidak semua orang menyukai kelompok ini. 
Pada masa Orde Baru, Mafia Berkeley mendapat tentangan dari para jenderal, seperti Ali Murtopo, Ibnu Sutowo, dan Ali Sadikin, yang lebih pro pada pendekatan ekonomi secara nasionalis. 
Oleh sebab itu, mantan Dirut Pertamina, Ibnu Sutowo, mulai memelopori nasionalisme ekonomi pada 1970-an. 
Ketika itu, harga minyak dunia berhasil melonjak dan uang hasil jual-beli minyak bumi masuk ke kantong pemerintah. 
Ibnu Sutowo pun membangun berbagai hal dengan uang tersebut, seperti industri bahan, rumah sakit modern, lapangan golf, hingga pabrik pupuk terapung.
Berkat keberhasilan tersebut, Soeharto pun mulai berpaling ke kelompok ekonomi nasionalis, sehingga kekuatan Mafia Berkeley mulai dikurangi. 
Namun, pada pertengahan tahun 1980-an, kondisi pertumbuhan ekonomi di Indonesia kembali terhambat karena turunnya harga minyak. Soeharto pun kembali kepada Mafia Berkeley.
Baca juga: Dampak Reformasi dalam Bidang Ekonomi
Mafia Berkeley lagi-lagi melakukan liberalisasi dan deregulasi. Sebagai hasilnya, pertumbuhan ekonomi di Indonesia kembali meningkat.
Akan tetapi, saat perekonomian Indonesia sudah mulai tumbuh, Mafia Berkeley kembali menghadapi oposisi politik. 
Kali ini, para tokoh yang kontra dengan Mafia Berkeley adalah Sudharmono dan Ginandjar Kartasismita, yang menginginkan nasionalisasi ekonomi. 
Selain itu, BJ Habibie juga menginginkan perkembangan ekonomi berbasis teknologi.
Posisi Mafia Berkeley pun kian melemah ketika krisis finansial Asia Tenggara terjadi pada 1997.
Kendati demikian, Mafia Berkeley masih tetap ada setelah Orde Baru tumbang. Hanya pemerintahan Gus Dur yang tidak ada.
Bahkan Mafia Berkeley kembali disebut-sebut setiap ada pergantian tim ekonomi kabinet. 
 
Referensi: 

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Kunjungi kanal-kanal Sonora.id
Motivasi
Fengshui
Tips Bisnis
Kesehatan
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

source