Merdeka.com – Presiden Joko Widodo secara resmi sudah melansir paket kebijakan penyelamatan ekonomi tahap I atau dikenal Paket September I. Umumnya berisi deregulasi alias pemangkasan aturan yang selama ini menghambat kinerja sektor industri dan investasi.
Dengan kebijakan ini pemerintah berharap bisa menggairahkan laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Ada sekitar 154 peraturan yang dikaji pemerintah dan sudah diselesaikan 134 aturan.
Menko Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, penyederhanaan aturan-aturan itu berkaitan erat dengan perluasan dan pembukaan peluang investasi. Ada pula yang sifatnya pengembangan sektor industri, perdagangan, logistik, pengadaan bahan baku terutama untuk perikanan, hasil hutan, dan barang tambang.
Sejumlah pihak baik pengamat ekonomi, pelaku pasar, pengusaha, hingga politisi angkat bicara soal paket kebijakan penyelamatan ekonomi. Umumnya mereka menagih implementasi dari kebijakan itu.
Darmin menanggapi santai. “Memang banyak komentar yang menyatakan, yang penting implementasinya. Itu sebenarnya komentar standar setiap kebijakan dikeluarkan. Tapi kita pertimbangkannya dengan sungguh-sungguh,” ungkap Darmin.
Kalangan dunia usaha menilai kekurangan dari paket kebijakan September I. Merdeka.com mencatatnya. Berikut paparannya.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta pemerintah menyelamatkan dunia usaha dalam negeri dari kebangkrutan. Setidaknya dengan memberikan stimulus tepat bagi sektor industri. Deregulasi dalam paket kebijakan ekonomi September I belum cukup.
Wakil Ketua Umum Kadin Suryani SF Motik menuturkan, pengusaha dalam negeri banyak terbebani biaya produksi yang tinggi, tarif listrik dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Karena itu pengusaha berharap pemerintah menurunkan tarif listrik dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pengusaha meyakini, dengan penurunan tarif listrik dan harga BBM akan menolong industri sekaligus mendorong daya beli masyarakat. Sehingga menciptakan mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
“Mudah-mudahan paket kebijakan yang kedua nanti berisi penurunan tarif listrik dan harga BBM,” jelas dia.
Advertisement
Kadin menunggu khasiat paket kebijakan yang banyak berisi deregulasi ini. Apalagi dijanjikan memberikan kemudahan yang diperlukan bagi dunia usaha dalam merespons situasi sulit yang dihadapi saat ini.
Sesungguhnya, yang dibutuhkan saat ini adalah perumusan kebijakan jangka pendek sebagai obat penyelamat ekonomi nasional. Paket kebijakan ala Jokowi ini dianggap jangka menengah.
“Langkah selanjutnya Pemerintah diharapkan segera bergerak cepat mengimplementasikan paket kebijakan tersebut dengan mengajak dunia usaha untuk merespon secara tepat dan cepat situasi ekonomi saat ini melalui perumusan kebijakan jangka pendek yang diperlukan dunia usaha,” ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial, Rosan P. Roeslani.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perbankan dan Finansial mengapresiasi Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I yang belum lama dirilis pemerintah. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial, Rosan P. Roeslani menuturkan, ada tiga sektor Industri yang belum mendapatkan penekanan di paket kebijakan ini, yakni industri berbasis agribisnis, industri berbasis komoditas, dan industri berbasis maritim.
“Tanpa membangkitkan kembali industri, khususnya di sektor agrikultur dan maritim, maka petani, peternak dan nelayan tidak akan berdaya dan tidak pernah sejahtera. Karena nasib mereka dikendalikan pedagang besar dan tengkulak. Padahal mereka yang berproduksi. Kalau ini dibiarkan, maka struktur ekonomi kita tidak produktif, melainkan eksploitatif,” jelas dia.
Advertisement
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendukung upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memasukkan agenda percepatan ekonomi nelayan ke dalam paket ekonomi tahap I. Dalam paket kebijakan tahap I terdapat 5 instrumen di mana terdapat poin soal program konversi Bahan Bakar Minyak ke Bahan Bakar Gas (BBG) untuk nelayan. Namun, ada kelemahan dalam paket tersebut terkait akurasi data nelayan.
Dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), konversi BBM ke BBG untuk nelayan akan diberikan converter kit atau alat konversi sebanyak 600.000 kapal hingga 2019. Namun, jumlah tersebut terlalu banyak apabila konversi diberikan kepada kapal yang berukuran di bawah 5 gross ton (GT). Lantaran, jumlah kapal tersebut saat ini hanya 154 unit.
“Artinya apa, penetapan angka 600.000 kapal yang akan dikonversi tersebut terlalu berlebih dan mengkhawatirkan,” ujar Ketua Umum KNTI Riza Damanik di Kantornya, Jakarta, Jumat (11/9).
Selain itu, apabila konversi diperuntukan bagi seluruh kapal bermotor besar maupun kecil, maka jumlah kapal hanya sekitar 230.000 unit. Riza khawatir ada permainan mafia dalam penetapan jumlah alat konversi tersebut.
“Saya khawatir di mana angka target Kementerian ESDM melampaui angka riilnya. Hal ini justru memunculkan mafia, nanti ada yang namanya Mafia Konverter Gas lagi. Baru juga dimulai, sudah ada ekspektasi publik,” kata dia.
Baca juga:
Meskipun populer, batu akik ternyata berbahaya untuk kesehatan!
[Video] ‘Kecelakaan’ konyol saat balita coba-coba ‘nyetir mobil’
Ini video detik-detik crane maut jatuh di Masjidil Haram
Belasan orang demo minta gaji TNI-Polri naik Rp 50 juta perbulan
Begini cara sales kartu kredit tahu nomor nasabah
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami
Marak Penembakan Massal, Betapa Mudahnya Beli Senjata di AS
CEK FAKTA: Tidak Benar Tanaman Sri Rejeki Bisa Menyebabkan Kematian pada Anak
Kemenkes: Penularan Cacar Monyet Lewat Droplet
BEI Bakal Rilis Waran Terstruktur, Bisa Jadi Investasi Aman bagi Investor
BRI Life Bukukan Pendapatan Usaha Rp2,91 Triliun di Kuartal I-2022
Pemerintah Ingatkan Pemda Jamin Ketersediaan Air Minum dan Sanitasi
Ini Penyebab Telkom Alami Kerugian Investasi di GoTo
Program Minyak Goreng Curah Bersubsidi Berakhir 31 Mei 2022
Tingkatkan Ekonomi, Wajib Pajak Diimbau Ikut Program Pengungkapan Sukarela
Harga Emas Naik Rp5.000, Dibanderol Rp992.000 per Gram
BEI Bakal Rilis Waran Terstruktur, Bisa Jadi Investasi Aman bagi Investor
Berbasis Kearifan Lokal, Kasus PMK di Lombok Timur Berhasil Dikendalikan
Luhut akan Audit Seluruh Perusahaan Sawit Mulai Awal Juni 2022
Perkuat Financial Advisory, Cara BRI Memakmurkan Ekonomi Desa
Harga Kripto Anjlok, Apakah Masih Bisa Jadi Investasi?
Tingkatkan Penerapan K3, Kemnaker Gelar Senam Pekerja Sehat dan Safety Induction
Bayar Tol Tanpa Sentuh, Tak Perlu Uang Elektronik Hingga Terkoneksi ke Smartphone
Program Minyak Goreng Curah Bersubsidi Berakhir 31 Mei 2022
Luhut akan Audit Seluruh Perusahaan Sawit Mulai Awal Juni 2022
VIDEO: Cerita Luhut Dapat Tugas Baru Diminta Mendadak Jokowi Urus Minyak Goreng
Ditunjuk Urus Minyak Goreng, Luhut: Saya Hanya Bantu, Insyaallah Beres
Jokowi: Inflasi Terkendali Karena Pemerintah Tahan Harga BBM dan Listrik
Jokowi: Harga BBM di Singapura Rp32.400 per Liter, Kita Pertalite Masih Rp7.650
Jokowi Soal Harga BBM: Subsidi APBN Gede Sekali, Tahan Sampai Kapan?
Demo di Patung Kuda, Buruh dan Mahasiswa Bawa Empat Tuntutan Ini
Presiden Ukraina Hanya Bersedia Temui Putin untuk Akhiri Perang
YouTube Hapus 70 Ribu Video Konflik Rusia dan Ukraina
Aksi Tentara Rusia Mensterilkan Pabrik Baja Azovstal dari Sisa Ranjau Ukraina
Starbucks Resmi Keluar dari Rusia Setelah Hampir 15 Tahun Beroperasi
Kemenkes Ungkap Syarat yang Harus Diketahui Sebelum Lepas Masker di Tempat Umum
Gibran: Jangan Buru-Buru Buka Masker
Evaluasi Mudik Lebaran, Jokowi: Tidak Ada Penambahan Kasus Covid-19 yang Berarti
Evaluasi Mudik Lebaran, Jokowi Minta Rekayasa Lalu Lintas Diperbaiki
Menko PMK: Kasus Covid-19 Tak Naik Signifikan Usai Mudik Lebaran 2022
Per 10 Mei, KAI Tolak Berangkatkan 707 Penumpang Terkait Covid-19
Frekuensi Belanja Masyarakat Meningkat Tajam di Ramadan 2022
Advertisement
Advertisement
Serupa Tapi Tak Sama, Begini Cara Membedakan Cacar Monyet dan Cacar Air
Taliban Perintahkan Presenter TV Pakai Cadar, "Bagaimana Bisa Saya Baca Berita?"
Sudah Menyebar ke Eropa dan Amerika, Seberapa Berbahaya Penyakit Cacar Monyet?