Islam Nusantara Islam Ibu Kota
Ketua LTN–Infokom dan Publikasi PBNU
TAK akan lama lagi, Jakarta akan tinggal kenangan. Statusnya sebagai Ibu Kota Negara (IKN) akan berakhir.
Pusat pemerintahan akan pindah ke Kalimantan. Salah satu pulau dengan kandungan kekayaan alam melimpah.
Pulau yang posturnya menjelmakan Batara Ismaya bersemedi. Dialah Sanghyang nan berjuluk Janggan Smarasanta, atau Ki Lurah Badranaya atau Ki Lurah Nayantaka.
Bentuk fisiknya unik. Simbol jagad raya. Tubuh pendek, rambut jarang, wajah pucat, bokong besar, dan perut buncit.
Raganya adalah simbol bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lain.
Bibirnya membelah tersenyum, tapi bilik matanya basah. Ruang suka dan duka.
Wajah bergaris retak-retak termakan usia tapi rambut kuncung bergaya bocah. Tua muda.
Kelamin laki-laki tapi berpayudara. Berjiwa dewa tapi layaknya jelata. Atasan dan bawahan. Uluhiyah dan insaniyah.
Itulah Kalimantan Timur. Ke belantara Semar inilah, fungsi dan status Jakarta sebagai pusat kegiatan kenegaraan dan pemerintahan akan dipindahkan.
Pindah ke Nusantara. Calon nama IKN yang diwacanakan sendiri oleh Presiden Joko Widodo.
Melalui keputusan politik presiden ke-6 ini, NKRI akan memiliki istana baru. Bukan gedung warisan VOC. Bukan rumah yang selama ratusan tahun dihuni para Gubernur Jenderal.
Bersama dengan peristiwa bersejarah ini, lembaran baru Nahdlatul Ulama (NU) juga akan dimulai.
Usia jam’iyah diniyah dan ijtima’iyah, yang jumlah warganya terbesar sedunia itu, akan genap satu abad. Angka cukup belia untuk ukuran milestone peradaban dunia.
Tapi cukup tua untuk masa khidmah ormas. Bahkan, Dawlah Bani Umayyah yang sangat perkasa, “hanya” mampu bertahan dari tahun 661 hingga 750. Tak sampai seabad.
Meski amaliyah Islam diksi nusantra sudah berlangsung sejak Islam tiba di bumi nusantara, tapi musthalahat-nya baru diformalkan NU pada muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur.
Ahli sejarah menyebut Islam pertama kali masuk Indonesia pada abad ke-7. Bukti sejarahnya, lewat berita China dari zaman Dinasti Tang.
Diriwayatkan pada 674 M, di pantai barat Sumatera terdapat perkampungan Arab bernama Barus atau Fansur.
Meski sudah masuk ke Indonesia pada abad ke-7, tapi penyebaran Islam baru terjadi sekitar abad ke-12 melalui para saudagar Muslim Arab.
Lalu dilanjutkan oleh aktivitas dakwah para ulama. Pada abad ke 14, lewat para ulama yang dikenal dengan sebutan Wali Songo, Islam menyebar di tanah Jawa.
Lewat manhaj dakwah tanpa paksaan dan proses akulturasi yang shaleh li kulli makaan, dengan segera mereka mudah dikenal masyarakat.
Di atas mazhab dan manhaj inilah, NU dihadirkan. Tak terbilang jumlah artikulasi dimunculkan soal Islam Nusantara, tapi wikipedia menyebut ini adalah model Islam Indonesia.
Inilah wujud empiris Islam yang dikembangkan di Nusantara.
Istilah ini diperkenalkan oleh NU, sebagai tafsir pembanding dari mayoritas umat Islam Indonesia atas hegemoni wacana Islam ekslusif, dalam satu abad terakhir, yang didominasi perspektif Arab dan Timur Tengah.
NU melihat, akar Islam Nusantara dapat dilacak setidaknya sejak abad ke-16, sebagai hasil kontekstualisasi, interaksi, indigenisasi, dan interpretasi terhadap ajaran dan nilai-nilai Islam yang universal, yang sesuai dengan realitas sosio-kultural Indonesia.
Islam Nusantara “mena’rif” nilai ke-Islaman dengan mengadaptasi corak budaya dan adat istiadat lokal di Indonesia dalam merumuskan fiqihnya. Sejak itulah, 1926, NU lahir.
Kini, tesis Prof Mitsuo Nakamura, Indonesianis asal Chiba University, Jepang, bahwa NU semata kumpulan kaum tradisionalis, telah mengalami shifting.
NU kini, adalah NU yang belajar dengan baik dalam mengadopsi kultur modern dalam mengelola organisasi.
Dalam dua dekade terakhir, telah terlahir puluhan atau mungkin ratusan ribu kader dan anggota yang well educated.
Berperan di lembaga tinggi negara, badan-badan dunia, dan lembaga kemasyarakatan lainnya.
NU yang distereotipe sebagai kaum sarungan, kolot dan antimodernitas, sudah sulit dikonfirmasi lagi.
Dengan ciri utama tasamuh, tawassuth, i’tidal dan tawazun, antiradikal, inklusif dan toleran, NU menempati banyak ruang umat hingga ruang paling private para penganut Islam Nusantara.
Dalam hubungannya dengan budaya lokal, Islam Nusantara menggunakan pendekatan budaya yang simpatik dalam menjalankan syiar Islam.
Pendekatan NU tidak menghancurkan, merusak, apalagi membasmi budaya lokal, tetapi sebaliknya, merangkul, menghormati, memelihara, serta melestarikan.
Dalam hal-hal tertentu, cara ber-Islam NU adalah menimbang unsur budaya Indonesia dalam merumuskan fiqih.
Secara alamiah, Islam Nusantara berkembang melalui institusi pendidikan tradisional, yakni pondok pesantren.
Pesantren, menjelma lumbung raksasa, tempat bersemai nilai-nilai kesantunan, tata krama ketimuran, dengan meletakkan kredo penghormatan kepada kiai dan ulama sebagai wasilah menuju keridhaan Tuhan.
Para santri dibimbing agar istiqamah di atas manhaj dan mazhab ummatan wasathon.
Terhindar dari paham yang salah atau radikal. Berguna sebanyak mungkin untuk sebanyak mungkin ummat.
Seperti arus besar tenaga listrik, formulasi Islam Nusantara, menyengat sejumlah komunitas, seperti dari para penganut aliran wahhabi dan salafi, atau aliran sejenis yang mengklaim berkewajiban “membersihkan” Islam dari unsur-unsur lokal yang dianggap tidak Islami.
Hizbut Tahrir Indonesia dan Front Pembela Islam (keduanya sudah dibubarkan), adalah dua kelompok yang terang-terangan menentang konsep Islam Nusantara.
Meski dalam konteks pranata sosial NU diakui yang “melahirkan” Islam Nusantara, tapi jelas Presiden Jokowi adalah lembaga tinggi negara yang pertama mengafirmasi gagasan besar ini.
Islam Nusantara dinilai Presiden sebagai bentuk Islam moderat dan dianggap cocok dengan nilai budaya Indonesia.
Karena prakarsanya itu, Jokowi dinobatkan sebagai tokoh muslim ke-13 paling berpengaruh versi The Muslim 500: The World’s 500 Most Influential Muslims 2022.
Pada acara “Istighotsah Menyambut Ramadhan1436 H dan Pembukaan Munas alim Ulama”, Jokowi menegaskan kebanggaannya terhadap karakter keberislaman yang berkembang di Tanah Air.
“Di Suriah, di Irak (goncang). Alhamdulillah kita Islam Nusantara. Islam yang santun, Islam yang penuh tata krama, Islam yang penuh toleransi,” katanya di hadapan puluhan ribu jamaah yang menyesaki Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (14/6/2015) sore.
Jokowi mengaku sering menyampaikan di forum-forum internasional tentang kebesaran jumlah penduduk Muslim dibanding negara-negara lain di dunia.
“Kenapa saya sampaikan itu? Karena itu adalah kekuatan kita,” ujarnya.
“Kehadiran” Jokowi di tengah wacana Islam Nusantara diwujudkan dalam keputusan politik sangat berani terkait umat Islam dengan ditetapkannya Hari Santri Nasional.
“Jika sudah melalui musyawarah dan proses yang matang, saya minta kepada Menteri Agama agar secepatnya diproses sehingga cepat masuk ke meja saya untuk langsung saya tandatangani ketetapan hari santri tersebut,” jelas Jokowi.
Ia berharap NU terus melanjutkan jejak sejarah para pendahulunya tentang komitmen terhadap Pancasila dan pembangunan nasional.
Di periode kedua kepemimpinannya, belum ada tanda-tanda Jokowi akan berhenti membuat sejarah.
Bagi NU, Jokowi adalah berkah dan anugerah. Lewat ijtihadnya sebagai Kepala Pemerintahan, jalan NU menuju Satu Abad, berlangsung lebih mulus dan bertemu momentum.
Akhir Januari 2022, PBNU 2022-2027, akan dilantik di IKN, Kalimantan Timur. Islam Nusantara yang tradisional akan menjadi Islam Ibu Kota. Inilah warisan Jokowi.

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Kunjungi kanal-kanal Sonora.id
Motivasi
Fengshui
Tips Bisnis
Kesehatan
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

source