WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA– Pertanyaan tentang Islam telah lama menjadi duri di pihak kemapanan Prancis.
Dengan Prancis di puncak pemilihan presiden, pandangan sayap kanan telah meresapi wacana publik arus utama tentang komunitas Muslim, imigrasi, dan keamanan.
Bagi Anasse Kazib, serangkaian tindakan dan undang-undang negara itu dalam beberapa dekade terakhir telah berusaha untuk membatasi cara hidup Muslim dengan kedok memerangi “terorisme” dan “Islamisme”.
Pekerja kereta api Marxis berusia 35 tahun dan putra imigran Maroko mencalonkan diri sebagai kandidat sayap kiri untuk putaran pertama pemilihan presiden Prancis pada 10 April.
Namun ia gagal mengumpulkan 500 sponsor yang diperlukan dari pejabat terpilih untuk tampil di pemungutan suara, dan mengatakan reaksi pencalonannya oleh lembaga didasarkan pada rasa takut dan permusuhan.
“Ketika saya mencalonkan diri dalam pemilihan, jejak Islamofobia dan politik reaksioner ada di sana,” katanya.
“Ada poster wajah saya di Paris, dengan tulisan ‘0 % Prancis, 100 % Islamis’ tertulis di sana. Ketika Anda seorang aktivis politik, Anda tidak memiliki hak untuk menjadi Muslim, atau bahkan Arab.”
Islamofobia kini semakin meningkat di Prancis pada era Presiden Emmanuel Macron.
Muslim semakin digambarkan sebagai ancaman bagi masyarakat Prancis di bawah kepresidenan Emmanuel Macron, kata para analis.
Demikian berita terkini Wartakotalive.com, bersumber dari aljazeera.com hari ini.
Baca juga: Menag Yaqut Dukung Keputusan PBB Tetapkan Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia